Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 026

LANTAI SEPULUH DAN tidak ada pintu yang bertuliskan Chief Executive Officer - Harding Lindemann, yang ada hanyalah tulisan ruang marketing, humas, dan HRD. Entah Harding kekurangan pekerjaan atau apa pun itu—aku tidak begitu memedulikannya. Namun, permainan ini mengingatkanku tentang dad.

Mengingatkan di mana dad ketika aku dan Kate berusia empat atau lima tahun, kami sering melakukan permainan mencari harta karun. Terlebih setiap hari ulang tahun kami berdua, hari natal, dan liburan musim panas. Dad menyukai petualangan, sehingga dengan otak briliannya dad membuat peta untuk kami, memaksa kami berpikir sekadar memecah teka-teki sampai berakhir di penemuan harta karun berupa hadiah dari dad.

Refleks, aku pun tersenyum-senyum mengingat kenangan manis tersebut, hingga menimbulkan rasa rindu yang sebelumnya terasa samar akibat termakan usia. Maksudku, sudah hampir delapan tahun dad meninggal dan kami sepakat untuk tidak terlarut dalam kesedihan.

"No clue, no one to ask me something like before," ujarku, sambil menebarkan pandangan ke seluruh lorong yang di sisi kirinya memiliki dinding berbahan kaca, hingga memudahkan cahaya matahari masuk ke dalam gedung. Aku berhenti sebentar, sekadar untuk memandang langit kemudian kembali membaca surat petunjuk—peta—menuju harta karun Harding. Ha-ha.

Bintang adalah benda tercantik di langit malam dan jika langit malam itu adalah masa lalu, maka kau adalah masa depan yang memperindah kehidupanku.

Oh, oke. Ini adalah gombalan ala Harding, aku tidak bisa menahan senyum saat membacanya. Bahkan detik itu juga, aku yakin kedua pipiku merona. Mengalihkan pandangan pada sembilan tangkai bunga mawar putih dan sealing wax di amplop surat, kembali kutebarkan pandanganku ke arah pintu-pintu ruangan yang tertutup.

Dugaanku mengatakan, bahwa gombalan Harding memiliki petunjuk dan aku masih belum mengetahui apa itu. Sehingga tiga menit berkeliling di tempat serupa demi menemukan sesuatu, itensiku tertarik pada ruangan marketing

Bukan tanpa alasan mengapa aku memilih ruangan marketing, hanya saja sangat terasa aneh jika terdapat manekin di sana bersama gaun malam berwarna biru navy disertai butiran glitter hingga ....

Gotcha! Mungkin itu maksud dari gombalan Harding. Entahlah, tapi tidak ada salahnya bertanya jadi aku memutuskan menekan bel pada pintu kaca di hadapanku yang tampaknya memiliki kesibukan luar biasa.

Well, yeah, seharusnya Harding tidak membawaku ke sini dan mengganggu pekerjaan mereka.

"Password, please." Suara bariton tepat di belakangku sukses mengejutkanku. Bahkan nyaris membuat bagian tubuhku yang menjadi pusat peredaran darah nyaris jatuh dari rongganya.

Sebagai gerakan refleks, aku menoleh ke belakang dan menemukan lelaki keturunan Asia sedang tersenyum ke arahku, sambil menegakkan kembali tubuhnya. Ia berdiri dengan posisi istirahat di tempat.

"Orang-orang di dalam sana sedang sibuk luar biasa karena mengejar deadline konsep periklanan majalah dan stasiun TV. Jika kau berada di sana, mereka akan mengacuhkanmu atau lebih parahnya mengira kau anak magang tak punya sopan santun.

"Dan karena kau datang sebagai gadis tersesat, aku yang berjaga di sini hanya membutuhkan password agar kau bisa menemukan jalan terang."

"Jalan terang?" Aku tertawa kecil, lelaki Asia ini cukup lucu dengan pakaian casual yang membuat orang-orang mungkin berpikir bahwa dia adalah tipe membosankan. "Kau tahu alasan mengapa aku berada di sini?"

Ia mengangguk.

"Well, I want to meet Mr. Harding Lindemann." Aku yakin itu password-nya sebab beberapa kali bertemu seseorang penunjuk jalan, mereka akan memberikan pertanyaan serupa kemudian memberitahu ke mana aku harus pergi.

Permainan mencari harta karun yang sangat mudah, pikirku.

"Ditolak," kata lelaki Asia itu yang beberapa detik kemudian membuat kedua pupilku melebar.

Oh, oke. Aku meremehkan permainan Harding. Jadi segera kubaca lagi surat pemberian Harding yang berfungsi sebagai peta.

"Mawar putih?" Nada suaraku meragu. "Oh, setangkai mawar putih," ralatku buru-buru sebelum dia mengatakan sesuatu, tapi dia menggeleng.

"Ditolak," katanya, "C'mon, dia bilang kau ahli dalam permainan ini."

Kedua alisku menukik. Berpikir keras tentang password sialan yang berbeda dari sebelumnya. Apa ini akhir dari permainannya?

"Tunggu sebentar," kataku akhirnya kemudian membaca lagi peta di tangan kananku. Percayalah, berulang kali aku membaca tidak ada kalimat lain selain yang telah kubaca sebelum-sebelumnya.

"Kau punya waktu maksimal lima menit dan sekarang sudah dua menit," kata lelaki Asia itu membuatku panik saja.

"Bisa kau beri aku beberapa petunjuk?"

"Well, one clue." Lelaki Asia itu memperlihatkan jari telunjuk yang panjang dan ramping. Lalu tersenyum lagi seolah senyum adalah hobinya. "Kupikir kau melupakan satu bagian dari kunci yang diberikan."

Melupakan satu kunci yang diberikan?

Kupikir aku sudah menerima semua kuncinya.

"Sealing wax, jangkar, One Piece, Monkey D Luffy?"

"Hahaha." Tertawa terbahak-bahak lelaki Asia itu justru memamerkan gigi kelincinya, hingga membuatku gemas. "Kau tahu serial anime itu? Kupikir dia telah meracunimu juga, tapi sayangnya semua yang kau katakan bukan password yang kuinginkan."

"Lalu apa?" rengekku, mulai kesal karena tersangkut di sini. Terlebih aku ingin segera bertemu Harding dan mengetahui apa yang direncanakannya.

"Just think again, Miss." Menunjuk-nunjuk pelipisnya, lelaki itu tersenyum semakin lebar.

Oh, my ... dia tampak seperti berondong manis.

"How about the moon?" tanyanya yang refleks membuatku berpikir ulang.

The moon.

The moon.

The moon.

Kata itu berputar-putar di kepalaku, beberapa kali hingga sebuah titik terang hadir di depan mata.

"Fotonya!" pekikku, sambil merogoh ponsel di saku celana.

Segera kulihat foto bulan di langit malam kiriman Harding, memperbesarnya sekali lagi dan melihat setiap sisinya dengan sangat teliti. Harding menyuruhku untuk menemukan bintang di sana, tapi sungguh! Beberapa kali aku memperbesar dan menggesernya secara perlahan, tidak ada satu pun bintang di foto tersebut.

Aku mengembuskan napas panjang, nyaris putus asa.

"Kau bisa meningkatkan cahaya ponsel jika cara zoom tidak berhasil," kata lelaki Asia yang segera kuikuti setelah sedetik menoleh ke arahnya.

Meningkatkan cahaya ponselku hingga batas maksimal, aku kembali memperbesar foto pemberian Harding dan belum sempat menggeser-geser ....

... sederet kalimat sewarna nyaris sama dengan langit malam, sukses membuatku tersenyum lebar.

"You are the star," kataku membaca apa yang ada di foto tersebut dengan hati berbunga-bunga, seperti remaja yang sedang jatuh cinta.

Lelaki itu membalas senyumanku, meski sebenarnya ia tidak perlu melakukan hal tersebut.

"Diterima," katanya lalu mengambil satu tangkai bunga mawar putih di tanganku, sehingga hanya tujuh tangkai yang tersisa. "Jungkook, my name's Kim Jungkook," ujarnya lagi, sambil mengedipkan sebelah mata lalu tertawa jahil dan berlari seolah seseorang akan menghajarnya akibat tindakan kecil barusan.

Dan yeah, kupikir itu benar, sebab beberapa detik kemudian tangan besar dengan arloji mahal di pergelangan kiri, memelukku hingga membuat tubuh kami saling merapat. Aku telah menemukan harta karunku dan itu membuatku lega, ingin memukul kepalanya.

... atau munkin tidak.

Sebab ia menahan tubuhku dengan pelukan yang begitu erat seolah esok kita akan mati.

"You are the star, Babe," bisiknya lembut di telingaku. "Bintang di langit gelapku," lanjutnya lagi kemudian mencium pucuk kepalaku. "Please, follow me. I'll show you something."

***

Gimana chapter ini? Untuk beberapa chap ke depan kita masih proses manis-manisan ya karena mungkin niat Harding pengen manas-manasin Jared dan bikin Barbara lupa sama masalah scandal.

Menurut kalian Harding mau bawa Barbara ke mana?

Kalau di suruh milih, kalian suka udara, air, atau tanah? Please choose, cause maybe I'll make it for the next chap ^^

See you and love ya

Ig. Augustin.rh → biasanya aku update bocoran2 di ig story

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro