CHAPTER 025
Tidak heran jika senyum dengan bayang-bayang tersipu malu—mungkin—tergambar jelas di wajahku.
Setelah Keanu benar-benar pergi meninggalkanku bersama mobilnya, ia menyempatkan diri untuk memberikan sebuket bunga mawar putih untukku. Keanu mengatakan, bunga-bunga cantik itu adalah pemberian Harding yang sempat tertunda karena Harding harus pergi ke kantor lebih pagi dan saat kutanya mengapa harus melalui dirinya, Keanu kembali berdalih bahwa itu permintaan Harding. No more information, katanya.
Berdiri di depan pintu utama kantor Christian's Woman, ponselku berdering lagi—bebarapa kali—membuatku teringat bahwa aku melupakan pesan Harding. Namun, kuputuskan untuk abai dan melenggang masuk ke gedung super mewah tersebut, melupakan betapa luar biasanya pakaianku.
Demi Tuhan, dari sekian manusia di Christian's Woman, hanya aku yang mengenakan pakaian super santai. Bahkan penampilan tersebut sukses menjadi pusat perhatian, serta memancing bisikan di sana-sini. Seketika otak kritis ini mulai menduga-duga, apa mereka tahu siapa aku? Apa mereka menggosipkan betapa murahannya diriku karena tidur dengan lelaki lain, padahal telah bertunangan? Atau parahnya lagi, apa mereka membicarakan betapa tololnya Harding karena masih mempertahankan aku?
Aku tidak pernah tahu apakah dugaanku benar atau tidak, tapi aku berharap mereka hanya berfokus padaku dan bukan pada Harding. Bagiku, Harding terlalu baik untuk mendapatkan pandangan jelek akibat ketololanku.
Melangkah menuju front desk, seorang wanita berambut hitam berparas khas wanita latin menyapaku dengan sangat ramah. Meskipun raut wajahnya tidak bisa berbohong, aku bisa melihat kecurigaan tersirat di sana.
"Good afternoon," sapanya sambil menundukkan sedikit punggungnya. Aku tersenyum sebagai balasan. "May I help you, Miss?"
"Barbara Holder, ingin bertemu dengan Mr. Harding Lindemann," kataku tanpa perlu melakukan sensor di sana-sini. Meski kutahu kedua netra gadis front desk seketika melebar dan hanya dengan lirikan mata, ia tampak sedang mencari sesuatu di mejanya.
"I'm so sorry, Miss Holder. Saya sungguh tidak tahu bahwa itu sungguhan Anda." Meletakkan sampul surat berwarna merah bata dengan cap sealing wax burgundy. "Untuk Anda. Silakan dibuka saat berada di dalam lift sebelah kanan."
Refleks kedua alisku mengerut. Senyum tertahan, tapi tersipu malu itu kembali menguasaiku. "Well, thanks," kataku sembari mengamati surat bersegel sealing wax.
How sweet is he. Sekarang apa lagi? Pikirku setelah mengambil surat tersebut lalu melangkah menuju lift, sesuai petujuk wanita front desk. Sebenarnya tanpa perlu membuka, aku telah mengetahui bahwa benda cantik itu pastilah dari Harding.
Demi Tuhan, kekesalan beberapa saat lalu kini lenyap akibat permainan romantis yang kuharap akan berakhir sesuai ekspektasiku. Well, aku ingin sesuatu seperti saat-saat wedding proposal, meski kutahu jika Harding memang melakukannya itu hanyalah sandiwara.
Akan tetapi, kepalsuan itu entah mengapa membuatku terhibur di tengah skandal sialan ini.
Kembali ke surat dengan sealing wax burgundy bergambar lambang tengkorak bajak laut menggunakan topi jerami, itu adalah kesukaan Harding. Aku telah mengetahuinya, ha-ha. Sejak beberapa malam menumpang di apartemennya, lelaki itu sempat mengajakku untuk menonton kartun Jepang yang ia sebut anime kalau tidak salah judulnya One Piece.
Mengetahui fakta tersebut, melihat Harding menonton hanya menggunakan celana training dan bertelanjang dada ternyata cukup mengundang birahi, sekaligus hal lucu bagiku. Pasalnya, sejak awal kuakui, aku menyukai tubuh Harding, tapi mengetahui lelaki sekelas Harding yang notabane-nya terlalu maskulin ternyata menyukai hal-hal seperti demikian, nyatanya terasa konyol karena biasanya para otaku adalah para lelaki cupu bertubuh kurus dan pendek.
Menurutku sebagian besar otaku tidak seksi sama sekali. Bahkan terkesan aneh karena beberapa di antara mereka ingin menikahi salah satu karakter tak nyata itu.
"Welcome to the love game," ucapku membaca kalimat pertama isi surat pemberian Harding lalu tersenyum.
Sial! Mengapa dia begitu norak?
Tapi romantis.
"Kau sudah melihat pesan, menerima bunga, dan sealing wax, bukan? Simpan baik-baik karena itu adalah kunci membuka setiap pintu."
Baiklah. Tapi ....
Aku belum membaca pesannya!
Segera kurogoh tas hitamku, mencari keberadaan benda persegi kemudian langsung menemukan deretan pesan Harding.
Delapan pesan dari Harding. Aku segera membukanya dan sebagian besar berisi namaku, seolah Harding memanggilku. Lalu di pesan pertama, foto bulan di langit malam tampak begitu cantik.
"Find the star, please." Bibirku mengerucut, sejauh mata memandang tidak kutemukan bintang di langit malam itu. Bahkan setelah foto tersebut kuperbesar.
... I swear, I dont find the star.
"Excuse me. Lantai berapa kau ingin pergi?"
Aku mengangkat wajah, saat suara itu menghampiriku. Yakin tidak ada siapa pun di dalam lift, aku menatap seorang wanita berambut blonde dengan sentuhan ikal di bagian ujungnya. Dia lebih tinggi dariku, lebih langsing dariku, dan lebih modis. Mungkin seorang model, otakku menyimpulkan secara sepihak setelah penilaian singkat tersebut.
"Sama denganmu," jawabku asal karena memang belum tahu mau ke lantai berapa. Aku belum selesai membaca suratnya! Jadi menghindari suasana aneh, aku pun mengabaikan foto tak berbintang tersebut dan kembali fokus pada secarik kertas di tangan kiriku.
"Excuse me," katanya bernada bingung, sambil menoleh ke arahku. "Lantai berapa kau ingin pergi?"
"I don't know yet, but I want to meet Mr. Harding Lindemann."
"Oh, kau Barbara Holder, bukan?" Wanita itu menekan angka sepuluh lalu berdiri menghadapku dengan lengan yang ia lilitkan di bawah dada. "Bagaimana kau bisa melakukan itu pada Harding? Apa kau menggunakan sihir?" tanyanya penuh nada sarkas seolah aku melakukan kesalahan besar, tapi ia tak kuasa untuk menghakimi.
"What?"
"The scandal you made. Aku tidak percaya Harding masih mempertahankanmu. Bahkan sampai memintaku untuk mengantarkanmu padanya."
Oh, aku paham. Wanita itu pasti ada sangkut pautnya dengan pekerjaan membuang waktu ini.
Aku melirik sederet kalimat pada kertas di tangan kiriku. 'Tunggu hingga seorang wanita menyapamu dan ikuti dia.' Itu petunjuk pertama yang tertulis di sana. Aku mengangguk pelan, kembali menatap wanita pirang tersebut.
"Asal kau tahu, aku tidak melakukannya dengan sengaja."
"Aku tidak peduli. Hanya saja, Harding jadi tampak lebih bodoh karena mempertahankanmu."
Seketika rahangku mengeras. Bukan karena ucapan ketusnya yang secara tidak langsung menganggapku jalang, tapi karena ia mengatai Harding bodoh.
Demi Tuhan, dia sungguh tidak tahu betapa baik lelaki itu.
"Jaga ucapanmu, Nona."
"Untuk apa? Kau tersinggung, eh?" Ia menyeringai, memandangku rendah hingga tanpa sadar kedua tanganku mengepal.
Aku ingin sekali merusak make up tebal tersebut!
"Tarik kembali kata-kata terakhirmu, jika kau tidak ingin make up tebal sialan itu hancur dalam hitungan detik," ancamku sambil menatap wanita itu tajam.
"Harding memang bodoh."
Sial!
Bugh.
Satu pukulan melayang ke wajah gadis itu, aku sudah tidak tahan lagi mendengar mulut pedasnya. Mendengar ucapan bahwa Harding adalah lelaki bodoh, ternyata mampu memancing sisi tempramenku. Namun, setelah melewati beberapa detik dan aku tersadar dengan kenyataan ....
... kedua alisku refleks menurun. Menampilkan ekspresi kekecewaan karena si Brengsek Blonde itu berhasil menangkap kepalan tangan, yang jika berhasil mendarat di wajahnya pasti akan menghadirkan tinjuan indah.
Ia menatapku. Kali ini tidak dengan pandangan meremehkan, tapi dengan tatapan bersahabat.
Rasanya aneh. Serius.
"Kau sangat tempramen jika menyangkut tentang Harding," ujarnya, sambil menurunkan tinjuan sia-sia itu. "Wajar jika dia mempertahankanmu dan rela repot melakukan ini-itu. Well, jaga dia dan jangan lukai hatinya.
"Untukmu, dan berikan satu tangkai bunga itu." Si wanita blonde memberikan satu lembar tiket—entah tiket apa—lalu mengambil satu tangkai bunga mawar putihku dan sedetik kemudian pintu lift terbuka.
Ia mendorongku pelan. "Find him and you will get a romantic thing like a movie."
***
1162 words.
Belum sempat diedit dan dibaca ulang karena waktu nulis, wp eror lalu draft yang kutulis buat chapter ini hilang. Alhasil karena buru-buru sebab ngejar waktu buat bikin sinop cerita baru, aku harus kerja ekstra cepat buat nulis ini dan langsung up.
Jadi tolong semangatin aku dengan komentar tentang tanggapan kalian untuk chapter ini dan vote lalu share ya.
Jangan lupa juga follow akun wp dan ig aku augustin.rh
Dan kalau mau cerita western lainnya juga ada di apk atau web dreame.com. Cari aja nama RAugustin dan cerita aku akan muncul di sana.
Tks dan I love you
Yg nunggu momen hawt sabar dulu ya karena momen sweet-sweet-an masih dalam tahap proses mulai chapter ini.
Ibarat kata, Barbara secara gak langsung lagi care banget sama Harding. Bahkan sampai mau mengalahkan egonya yang malu banget buat ke kantor harding dengan pakaian terlalu santai.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro