CHAPTER 014
"APA AKU MENYADARI kehadiranmu saat itu?" Aku bertanya untuk pertanyaan keempat yang mana tiga sebelumnya telah terbuang sia-sia demi hal konyol.
Harding meletakkan gelas kopinya lalu menatapku intens. "No."
Aku mengernyit. Tidak katanya? Jadi kapan dan bagaimana kita bisa bertemu, saat dia sendiri mengatakan bahwa itu bukan pertemuan pertama kami.
Mustahil jika aku mabuk, 'kan? Bahkan kata mabuk pun adalah hal paling jarang kulakukan selama hidup.
Mungkin hanya, tiga atau empat selama dua puluh enam tahun usia hidupku.
—tapi, Burger! Aku penasaran dan bahkan tidak bisa meminta penjelasannya akibat terikat game sialan ini.
"Kau penasaran?" Seperti mampu membaca pikiran, Harding menaikkan sebelah alisnya. Ia tampak puas akibat jawaban super singkat, tanpa makna yang kami lakukan sejak lima menit terakhir ini.
Serius. Seharusnya aku tidak perlu menyetujui permainan ini sejak awal.
"Tidak." Aku menggeleng pelan, kembali menyantap scrumble eggs with tuna and melted cheese dan kembali menatap Harding. "Itu jawaban atas pertanyaan nomor empatmu, Tuan Harding."
"What? Kau—"
"Yeah, jangan pikir hanya kau yang bisa bermain curang." Mengangkat pisau makan di tangan kanan, aku memutar-mutarnya sambil sesekali menunjuk ke arah Harding menggunakan benda itu. "Saranku, kau harus berhati-hati dalam berucap." Aku memberikan senyum kambingku, sengaja meng-copy ucapannya agar Harding tersindir dan merasa bagaimana perasaanku saat lelaki itu menipuku.
Harding mengumpat pelan dan aku ingin tertawa melihatnya.
"Well, next question. Apa kau pernah melakukan kontrak konyol ini sebelumnya?"
Harding menyatukan sepuluh jarinya, meletakkan mereka di atas meja dan terakhir ia mencondongkan tubuh agar bisa lebih dekat denganku yang duduk di depannya.
"Ya dan tidak."
Maksudnya? Please, Harding don't be a freak man.
Harding menyeringai. "Ini bonus untukmu. Sebuah penjelasan."
Oh, aku tidak butuh penjelasan untuk yang satu ini.
"Tidak. Jika kau ingin menjelaskan, silakan beritahu aku bagaimana kau bisa mengatakan bahwa ini bukan pertemuan pertama kita?"
Ya Tuhan, jika Harding memberitahuku, maka sarapan ini tidak akan menjadi menarik lagi akibat rasa penasaran yang bertumpah-ruah di dalam dada, akhirnya akan terpecahkan juga.
"Kontrak yang kulakukan sebelumnya hanya sekadar kencan, tanpa pemberitahuan publik. Sedangkan kau ... beberapa tingkat lebih tinggi dari sebelumya."
Baiklah, jadi percakapan ini sungguh tidak menarik.
"Allright, kau memberitahu sesuatu yang seharusnya tidak perlu kuketahui. Jadi aku bangga menjadi diriku."
"Ha-ha. Yeah, kau cerdas."
Jesus, sisa scramble eggs di piringku, ingin sekali kulemparkan di wajah Harding akibat kebodohannya kali ini. Aku mendecak kesal, menendang sepatunya di bawah meja. "Idiot, kau tidak paham bahasa sarkas, ya?"
Tidak menjawab, Harding justru tertawa kemudian mengambil hazel nut di piringnya dan menyuapiku. "Hanya kau, perempuan yang berani mengataiku idiot."
Yeah, itu memang kau.
Aku membuka mulut, menerima hazelnut pemberian Harding dan well yang terlintas barusan merupakan ide bagus.
Jemari Harding masih berada di dekat bibirku dan memberikan godaan kecil untuk si Tuan Besar Harding, bukanlah hal buruk. Kuharap itu akan membuatnya gelisah, hingga aku bisa memanfaatkan kesempatan tersebut.
Jadi secepat mungkin, tetapi tetap lembut nan menggoda aku segera menghisap jari telunjuk Harding, sembari memainkan lidahku di sana.
Harding memejamkan matanya dan aku menikmatinya.
"Oh, God, apa yang kau lakukan, Barbara?" bisik Harding dengan sedikitan desisan di sana.
Aku hanya tersenyum menyelesaikan hisapan di jari telunjuk kemudian menariknya. "Nothing," ujarku sambil menggeleng pelan. "Time to go, Babe. Aku ingin melihat bagaimana koleksi terbaru dari Christian's Woman kebangganmu itu."
"Shit, andai itu bukan Christian's Woman, aku lebih memilih tempat yang sepi untuk mendaki bersamamu, Barb."
***
Ada tiga tipe manusia dalam mengekspresikan ketidaktahuannya, pertama akan banyak bertanya hingga ia puas dan mengerti, kedua memutuskan untuk diam saja, tapi bertindak mengikuti seseorang yang mengetahui hal tersebut demi menyembunyikan ketidaktahuannya, serta ketiga dia akan banyak bicara omong kosong di mana itu untuk menyembunyikan kebodohannya. Namun, malah menjadi lubang hitam bagi dirinya. Sialnya, aku adalah sosok ketiga itu ketika Harding membawaku ke ballroom Four Seasons Seattle Hotel.
Berbicara hal bodoh yang membuat para wartawan terdiam, sambil menyembunyikan wajah mengejek merupakan hal yang paling kusesali. Pasalnya, aku tidak tahu harus berkomentar apa mengenai dunia fashion, alih-alih bagaimana pandanganku mengenai mode Christian's Woman saat ini.
Apakah akan menembus pasar dunia hingga mengalahkan brand saingannya?
Apakah tema hari ini bisa mengalahkan tema sebelumnya?
... dan banyak lagi pertanyaan yang tidak kuketahui harus berkomentar apa.
Oh, jangan tanya mengenai Harding. Sebab lelaki itu lebih memilih diam dan menyerahkan semuanya padaku. Bahkan Harding, di hadapan para wartawan malah membual dengan mengatakan bahwa aku seorang pengamat fashion terbaik di dunia.
Ugh! Pengamat fashion lubang pantatmu, eh!
Aku kesal sekali, hingga kekesalan itu terbawa saat kami harus berhenti sejenak di karpet merah sekadar untuk berfoto.
"Peluk aku, Barbara," pinta Harding dengan nada berbisik dan tanpa rasa bersalah karena membiarkanku menjadi manusia paling bodoh sedunia.
Aku membulatkan mata, menatap Harding sinis kemudian tersenyum kembali di hadapan kamera. "Tidak akan karena kau mempermalukanku."
"Mereka akan mencari tahu, sekaligus bergosip tentang mengapa kau menjaga jarak denganku."
"Persetan, Harding," jawabku masih sama berbisiknya, sambil mengikuti panggilan wartawan agar kami bersedia menatap lensa kameranya.
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Harding terdiam untuk beberapa saat. Aku memilih untuk abai, tapi belum sampai sepuluh detik, sebuah sentakan kuat terasa di pinggangku.
Tentu saja yang melakukannya adalah seorang Harding Lindemann. Dia memeluk pinggangku dengan sangat ketat, posesif, dan ... sial! Menggoda sebab siapa yang tahu bahwa salah satu jarinya mengusap lembut bagian bokongku.
Aku memejamkan mata sesaat ketika beberapa wartawan bersorak dan memberikan pertanyaan mengenai hubungan kami. Namun, ketidakberuntungan untuk mereka sebab Harding memilih untuk tidak menjawab, tapi malah memberikan lambaian tangan elegan dan pergi memasuki ballroom.
Hasilnya, aku penasaran. Sumpah.
"Kenapa kau tidak menjawab pertanyaan itu?" tanyaku saat Harding berjalan di sisiku menuju bangku-bangku yang berdekatan dengan catwalk.
Harding menoleh ke arahku kemudian ke arah lain, seolah ia ingin membicarakan sesuatu yang bersifat rahasia. "Membuka terlalu cepat akan terasa hambar, jadi mengapa tidak kita permainkan saja rasa penasaran mereka."
Oh, aku tahu maksudnya. "Jadi kau haus sensasi?" tanyaku sarkas, meski secara terang-terangan.
Harding mengangguk.
Shit!
"Lebih tepatnya haus akan hal dirimu," kata Harding membual, sambil mengedipkan sebelah matanya. "Silakan duduk, Miss Holder."
Aku menarik napas panjang, mencoba merelaksasikan diri atas gombalan Harding yang menurutku sungguh murahan.
... tapi, shit aku juga menikmatinya.
"Ya, ya, ya. Aku akan duduk, Mr. Lindemann," kataku menuruti keinginannya, sambil tersenyum setengah hati.
Harding duduk di sampingku dan beberapa saat kemudian, seorang wanita berambut pirang hadir di atas panggung catwalk—yang bertugas sebagai MC—membicarakan ini-itu, serta menceritakan sedikit sejarah tentang Christian's Woman serta Harding Lindemann.
"Mr. Harding Lindemann,"—wanita si rambut pirang itu menatap ke arah Harding—"kau sungguh luar biasa. Seorang desainer lalu dipercayakan sebagai CEO, hingga berkat kejeniusannya mampu membawa Christian's Woman sampai saat ini. Beri tepuk tangan untuk lelaki tampan dan super perfect."
Suara tepuk tangan terdengar di seluruh gedung. Harding yang berada di sampingku pun memberikan sikap rendah hati dengan langsung berdiri dan mengucapkan terima kasih lalu, seseorang yang lain memberikan microphone.
"Thank you so much, Miss Steele. Semua ucapanmu benar, tapi semua itu tidak akan terjadi tanpa wanita luar biasa yang berada di sisiku ini." Harding berbicara sesuka hatinya, tanpa memerhatikan pendapatku dan menyentuh pundakku agar aku memperlihatkan diri.
Oh, sudah cukup dengan pengenalan publik yang cukup asing denganku.
"Perkenalkan, Barbara Holder, tunanganku."
Demi Tuhan, aku ingin memutar mata dan muntah saat itu juga. Tidak bisakah kita hentikan aksi norak ini? Aku bukan putri Cinderella yang harus dikenali oleh seluruh dunia, tapi ....
Oh, fuck! Who is that?!
Sosok yang berhasil membuatku terkejut melemparkan senyumnya. Dia duduk di seberang kami, terus mengamatiku hingga—mungkin—itu membuatku menyadari keberadaannya.
Bibirnya, bulu halus di rahangnya, serta tangan itu. Aku belum lupa bagaimana rasa mereka di tubuhku dan seolah menarik untuk disentuh, mereka memanggil-manggilku sampai aku menyadari pergerakan bibirnya.
I MISS YOU.
"Harding," panggilku, di tengah keriuhan musik pergaan busana yang baru saja dimulai beberapa menit lalu. "I want to pee."
"Can I join?"
"Not now."
"When?"
"Just ... oh my God. We will fuck after that, if you let me go now," kataku super buru-buru seolah berada di ujung tanduk.
Harding tertawa pelan. "Well, go ahead," katanya dan aku pun langsung meninggalkannya, mengikuti ke mana sosok itu pergi.
Demi Tuhan, aku harus bertemu dengannya dan menanyakan apa maksud dari gerakan bibir tersebut. Apa dia benar-benar menunjukkan hal itu padaku atau—mungkin—secara kebetulan—tunangannya berada di sekitarku.
Akan tetapi, aku rasa itu mustahil sebab delapan puluh persen kemungkinannya, wanita itu pasti berada di belakang panggung.
***
Sudah bisa nebak, 'kan Barbara ini ketemu siapa?
Next chapter siap-siap sama drama brengsek yang dihadapi Barbara ya ^^
Semoga suka.
❤ ya.
Ig. Augustin.rh
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro