Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 006

LUTUTKU GEMETAR DAN lembek seperti jelly. Berlari layaknya seleberiti yang sedang menghindari paparazi dengan menggunakan high heels bukanlah ide terbaik bagiku. Namun, terpaksa kulakukan untuk menjauhi tatapan atau pun perhatian Harding. Jadi adegan berjalan santai kemudian menegur akan kubuang jauh-jauh saat ini, sebab Harding sepertinya akan masuk ke restoran Kate.

Melalui pintu masuk karyawan—sengaja menghindari pintu utama—agar tidak bertemu Harding, aku segera masuk ke ruang ganti, membersihkan tubuhku sejenak, dan meminjam seragam tak terpakai (konyol rasanya jika menjadi pelayan, tapi mengenakan gaun mahal) dengan nama Lily James.

Setelahnya segera kuberanjak menuju dapur—secara tersirat menolak pekerjaan front desk—tapi Jacob, salah satu karyawan Kate mengatakan bahwa wanita itu memanggilku untuk menemuinya di meja kasir.

Jujur saja, untuk hari ini aku benar-benar menolak untuk membantu di bagian depan. Namun, aku kenal Kate dan begitu pula sebaliknya, di mana Kate mengetahui bahwa aku sangat menyukai pekerjaan yang membutuhkan kemampuan interaksi. Jadi jika tiba-tiba aku menyatakan keberatan, dia pasti akan menaruh curiga.

... yang mana aku sendiri pun tidak mau dia curiga dan menganggapku sedang menghindari seseorang.

Jadi sebagai adik yang baik dan juga membutuhkan upah, mau tidak mau aku harus menurutinya. Meski sebenarnya dengan berat hati, sekaligus khawatir jika perkiraanku (Bahwa Harding akan memasuki restoran ini) akan menjadi sungguhan.

Kenyataannya, apa yang ditulis Kate melalui pesan singkat memang benar adanya. Suasana restoran pizza ala kafe favorit anak muda milik Kate memang terlalu ramai, bahkan cenderung tidak terkendali. Mungkin karena sekarang weekend atau karena keberadaan panggung festival musik rock tahunan yang diadakan tidak jauh dari restoran. Entahlah. Intinya ketika Kate memanggilku, aku jadi tidak bisa menghindari Harding sebab tanpa melihat situasi wanita itu malah menyuruhku untuk melayani meja nomor delapan.

Sungguh, meja nomor delapan! Dan jika kalian penasaran, itu adalah meja yang ditempati Harding bersama seorang wanita berkulit eksotis dengan rambut hitam berkilau.

Dia—wanita itu tampak jauh lebih anggun, daripada aku. Dilihat dari sudut mana pun, tampak jelas bahwa yang bersama Harding bukanlah perempuan biasa. Katakan saja, tipikal golongan kelas atas di mana aku sendiri masih berada di golongan menengah ke bawah semenjak memutuskan hidup mandiri.

"Kau memang pria bebas," bisikku mengomentari Harding. "Dasar playboy dengan permainannya yang luar biasa," lanjutku lagi setelah beberapa langkah, sebelum benar-benar sampai di mejanya.

Seolah menyadari keberadaanku, Harding tersenyum ke arahku. Bukan senyum terpesona atau menggoda sekali pun, tapi lebih ke arah takjub karena akhirnya bertemu lagi denganku. Ha-ha, wow, baiklah silakan katakan bahwa aku memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Namun, begitulah kenyataannya. Harding nyaris bangkit dari tempat duduknya, jika saja dia tidak ingat bahwa masih ada seorang wanita di depannya.

"Good morning, sudah memilih pesanan?" tanyaku, seramah mungkin melupakan peristiwa gila di antara aku dan Harding berdua.

"Oh, sure," jawab wanita itu. "Beruntung kau menghampiri kami, sebelum aku kebingungan mencari pelayan. Hari yang sangat sibuk, bukan?"

Mengangguk pelan, aku menyetujui kalimat terakhir wanita itu. Fakta jelas mengatakan bahwa saking sibuknya, Kate sampai harus memanggilku ke sini dan membuatku berakhir dengan pertemuan tak diharapkan ini.

"Kesibukan di restoran adalah dambaan kami karena tentu akan memberikan omset yang lebih dari biasanya, Miss," kataku realistis sebab jika Kate memanggil serta meminta bala bantuan, sudah pasti aku juga menerima bagian dollar yang sebenarnya selalu kubutuhkan. Bahkan menjadi nomor satu dihidupku.

Diam-diam aku menatap wanita muda eksotis di hadapan Harding. Ada cincin berlian di jari manis sebelah kirinya dan dia juga sangat cantik, jadi kusimpulkan bahwa ia sudah bertunangan dan mungkin saja tunangannya adalah Harding.

Ugh, tidak heran. Harding adalah lelaki kaya, memiliki posisi tertinggi di Christian Woman lalu mendapatkan wanita berkelas yang tentunya memiliki kesamaan dalam hal kesetaraan sosial. Akan tetapi kasihan juga karena faktanya, Harding tidak setia dan malah tidur dengan wanita lain, yaitu aku.

Dan aku jadi tampak seperti orang brengsek karena tidur dengan lelaki yang sudah bertunangan.

Sial! Otakku refleks menyetujui apa yang terlintas di kepalaku barusan.

"Beef lasagna, satu cappucino dengan extra cream dan ...." Si wanita eksotis menggantung kalimatnya, memandang Harding—menunggu menu apa yang lelaki itu inginkan.

"Roti bakar cokelat," kata Harding.

Kedua alisku mengerut. Apa lelaki itu sudah gila? Tidak bisa membaca menu? Sejak kapan Kate meletakkan menu roti bakar berdampingan dengan pizza? Atau aku yang tidak tahu bahwa Kate membuat menu spesial setiap hari ini, sebagai strategi marketing?

Mau tidak mau aku mengalihkan pandangan ke arah Harding. "Maaf, Tuan, kami—"

"Kau belum menyantap roti bakar cokelat buatanku, padahal itu kesukaanmu."

Whoa! Jantungku meledak saat itu juga, Harding tersenyum ke arahku setelah mengatakan hal demikian. Seolah tak perlu khawatir karena bisa saja, kalimat tersebut akan menjadi boomerang pertengkaran dengan landasan kehadiran pelakor.

Pura-pura bodoh, aku tertawa kecil menganggap perkataan Harding adalah lelucon ketika lelaki itu menatap Si Wanita eksotis.

"Benar, 'kan, Coraline?"

Si Wanita eksotis a.k.a Coraline tersenyum kemudian mengibaskan tangan kanan di depan wajahnya. "Maafkan aku, tapi kau tahu aku sedang diet makanan manis, bukan?"

Harding mengangguk, tapi diam-diam melirik ke arahku.

Dan aku, tentu saja ingin muntah melihat kemesraan mereka yang penuh tipu daya Harding.

Berdeham pelan—aku tahu ini tidak sopan, tapi harus kulakukan—tindakan tersebut menyadarkan mereka tentang keberadaanku. "Jadi ada lagi yang Anda inginkan? Miss and Sir?"

"Ah, baiklah." Harding mengangguk-angguk, megambil daftar menu yang tergeletak di atas meja kemudian mulai memilih.

Lima detik.

Sepuluh detik.

... dua puluh detik.

Cukup lama. Dan aku tidak bisa bediri lebih lama lagi di sini. Bahkan jika dituruti, kaki kananku tidak bisa diam untuk tidak mengetuk-ngetuk lantai.

"Hard—"

"Baiklah, cukup kopi tanpa gula saja," kata Harding memotong ucapan Coraline lalu kembali menatap daftar menu. "Dan untukmu, kita pilih green tea. Cappucino dengan ekstra cream mengandung banyak gula dan jika kau meminumnya dietmu akan gagal."

Coraline tertawa lagi, tampak tersanjung dengan sikap perhatian Harding. Namun, malah membuatku diam-diam memutar mata. Kasihan sekali wanita itu, terjerat dengan seorang playboy yang tidak bisa menjaga penisnya jika bertemu wanita lain.

Ditambah, aku tidak suka sikap Harding yang seolah-olah mengontrol Coraline seperti scene Christian Grey memilihkan makanan untuk Anastasia Steel. Seksi, sih, tapi aku tetap tidak menyukainya.

Prinsip kehidupanku mengatakan, INI PERUTKU DAN AKU BERHAK ATAS APA PUN YANG AKU KONSUMSI.

Fine, mari kembali ke restoran, meja nomor delapan, bersama Coraline, Harding, dan aku.

"Trims, kau sungguh perhatian seperti biasa," ucap Coraline. Ia menoleh ke arahku dan aku siap menulis, layaknya pelayan yang tidak peduli urusan pribadi pelanggan. "Tolong ganti cappucino dengan green tea," katanya, di mana aku menurut saja lalu mencoret tulisan cappucino with extra cream.

"Baiklah, akan kuulangi. Satu porsi beef lasagna, green tea, dan kopi tanpa gula. Hanya itu?" Kataku, "Tidak ingin memesan snack pagi seperti; potato ball, pancake atau—"

"Itu saja." Harding memotong ucapanku dan lagi dia memberikan tatapan seolah ingin mengatakan, 'I can catch you, if I want.'

"Oh, oke. Silakan tunggu beberapa saat."

"Thanks." Coraline tersenyum ramah, memberikan buku menu ke arahku dan aku pergi begitu saja tanpa perlu basa-basi.

Setelah beberapa langkah, meski suasana restoran cukup bising, aku bisa mendengar suara kursi yang digeser. Tidak perlu menoleh demi mengetahui siapa pelakunya, karena instingku begitu kuat hingga menyuruhku untuk segera ke meja pesanan dan menghilang di front desk.

Namun, sayang, langkah kaki yang terlalu lambat membuat si srigala berhasil menangkap gadis berjubah merah dengan senyuman penuh rasa lapar.

Ya. Srigala itu Harding, mencengkram lenganku, si gadis berjubah merah, ketika aku sendiri siap untuk menekan bel pertanda pesanan baru untuk para koki.

"Serius. Aku bisa gila jika kau menghilang lagi, Barbie," ucap Harding, terdengar jelas di telingaku yang tentu saja juga bisa didengar oleh orang-orang di sekeliling kami. "Maksudku, Lili James."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro