CHAPTER 003
SEPERTI IDIOT BIBIRKU terbuka lebar. Apa yang kulihat dipantulan cermin benar-benar pemandangan luar biasa, maksudku ini mustahil!
Sungguh, aku pernah melihat kejadian ini, tapi bukan di dunia nyata. Melainkan di drama Korea yang mana itu hanyalah fiktif. Jadi apa yang dilakukan Harding tadi, merupakan bukti bahwa adegan di cerita fiktif bukan sekadar khayalan belaka.
Gaun panjangku berubah menjadi seukuran paha. Tampak lebih mewah dengan beberapa layer mutiara di bagian punggung telanjangku. Namun, lebih simple, daripada sebelumnya. Bisa kukatakan bahwa Harding menyulap gaunku menjadi sesuatu yang menonjolkan kelebihanku.
Yeah, kurang lebih seperti itu karena aku tidak terlalu memahami fashion, aku hanya tahu mana yang bagus dan mana yang tidak. Akan tetapi, sial! Sekarang aku harus melakukan apa?
Satu, memuji hasil karyanya?
Dua, berterima kasih, sambil mengharu biru?
Atau tiga, diam saja seolah itu adalah hal wajar karena dia telah merusak gaunku?
Entahlah, aku tidak tahu harus bagaimana sebab Harding sendiri pun hanya menampilkan ekspresi datar seolah tak meminta pujian. Jadi untuk apa berpikir keras mengenai tindakan sopan santu selanjutnya? Justru sekarang, lelaki itu malah menikmati segelas anggur di sofa kulit tepat di belakangku.
"Err ... thanks," ucapku cukup lembut untuk terdengar tulus, tanpa repot harus menoleh ke belakang. Aku hanya menatap pantulan Harding di cermin besar berbingkai perak dan dia tampak puas dengan kekalahan tersirat dariku. "Kau desainer?"
"Dulu," jawab Harding singkat, tapi tidak membuatku penasaran. "Sekarang aku bagian tertinggi di keluarga Christian's Woman."
Wow! Aku tidak bertanya. Demi Tuhan.
"Fine. Gimmie my phone," pintaku tidak melupakan apa yang dia ambil, sekaligus merasa bahwa urusan kita telah selesai. "Dan maaf karena sudah menamparmu. Itu gerakan refleks."
Harding menaikkan sebelah alisnya. Menghabiskan segelas anggur tersebut kemudian meletakkan gelasnya di atas meja depan sofa. "Hanya maaf?"
"Yeah, apalagi? Kupikir kita impas."
"Kau menampar wajahku dan kau tahu, ini adalah salah satu asetku di dunia entertaiment."
Memutar mata, aku mulai merasa Harding sedikit memiliki sifat percaya diri tinggi. "Well, kau bukan aktor, apalagi model. Kau hanya mantan desainer, peranmu pasti berada di balik layar meski sekarang menempati posisi tertinggi di—"
"Kupikir kau kurang piknik, Nona." Harding tertawa, menampilkan lesung pipi di sebelah kanan yang ... oke, aku tipikal wanita penyuka lesung pipi. Jadi kukatan itu manis. "Media sering meliputku," katanya bangga, tapi aku tidak perlu mengapresiasikan hal tersebut.
"Lalu? Apa aku harus membayar ganti rugi untuk wajah mulusmu yang sebenarnya lecet, tapi jika hanya dilihat menggunakan mikroskop, eh?"
"Nice jokes, Miss." Harding bangkit dari sofanya, melangkah mendekatiku dan berdiri menjulang sambil melipat lengan di atas dada. "Kau menarik."
Menarik? Nice jokes? Ha-ha kurasa ada yang mencoba untuk menggombal malam ini. Aku tersenyum miring. Sedikit pun tidak memperlihatkan ekspresi tersanjung, seolah aku sengaja membuat jarak sejauh mungkin dengan lelaki tampan di hadapanku ini.
Pasalnya dulu, Jared juga melakukan hal serupa saat ia berniat untuk mengencaniku. Di bar, ketika aku sedang dalam keadaan suntuk karena beban ekonomi dan perlu hiburan, Jared datang menghampiriku.
Awalnya Jared mengajakku mengobrol ringan kemudian memuji hal-hal kecil, mengatakan banyak kalimat indah mengenai diriku, hingga aku larut dalam gombalannya dan ....
... yeah, kami berakhir dengan seks panas di toilet bar yang mana beberapa hari setelahnya, deklarasi kami berkencan mulai menyebar di teman-teman terdekat.
Konyol dan tidak memiliki keistimewaan sama sekali, tapi kuakui Jared memang hebat soal seks dan selama berkencan tidak jarang kami melakukannya di tempat-tempat tak terduga.
Salah satunya di perpustakaan kota, saat annyversary setahun kami.
"Corny," bisikku, memaki kepayahanku karena masih mengingat Jared. Bahkan setelah Jared mencampakkanku dan Tuhan Yang Maha Baik ternyata menggantikannya dengan lelaki tampan yang sepertinya ingin menggodaku.
Akan tetapi ada sesuatu yang sangat disayangkan, aku belum berniat untuk menjalin hubungan atau pun kencan semalam.
Melupakan masalah Jared, kini Harding menatapku lekat. Wajahnya menggambarkan senyuman tipis nan memesona, tapi percayalah, jika kau bertanya bagaimana efeknya? Maka kukatakan bahwa, tatapan itu seolah sedang menelanjangiku secara sadar.
Suhu tubuhku meningkat dan tidak perlu diragukan lagi bahwa, dia sedang mempermainkan emosiku saat ini.
"Demi Tuhan, Nona. Percayalah, aku sangat menyukai kaki jenjangmu." Harding mengusap dagu kasarnya akibat rambut tipis yang tertata rapi di sana dan diam-diam, membuatku ngiler untuk menyentuhnya. "Lalu itu, itu, dan itu. Kupikir wajar kau memamerkannya, seolah-olah kau sedang ingin membalas dendam," ujar Harding, sambil menunjuk beberapa bagian tubuhku yang menjadi favorit Veronica dan juga Jared.
Saat kami masih bersama dulu Jared selalu memuji bagian yang ditunjuk Harding; payudara, kulit mulus, dan punggungku. Jared juga selalu mengucapkan kalimat tentang betapa ia mengagumi mereka, mencumbu bagian-bagian tersebut. Bahkan ia rela menghabiskan cat minyaknya hanya untuk mengabadikan tubuh telanjangku di atas kanvas.
Sekadar informasi, lukisan itu masih tersimpan di dalam lemariku. Sengaja tidak kupajang untuk menghibur diri agar tidak selalu mengingat lelaki brengsek itu, tapi ....
Geezz! Aku benci saat diriku secara tidak sengaja mengingat Jared. Namun, terpujilah Harding karena Jared tidak pernah bilang bahwa kaki jenjangku indah. Jadi anggap saja Harding berbeda dan bukan berarti aku akan menyukainya.
Aku melangkah mendekati Harding, mendorong bahunya pelan, menuntunnya agar kembali duduk di sofanya kemudian dengan gerakan seanggun mungkin, aku menunduk, seolah ingin memberikan keleluasaan agar lelaki itu bisa menatap belahan dadaku.
Sebelum Harding menyadari wajahku yang memerah, maka aku harus membalas permainan emosinya dan inilah yang kulakukan. Menggoda, seperti wanita haus sentuhan lelaki.
Kulihat jakun Harding bergerak. Aku tersenyum penuh kemenangan dan menaikkan sebelah lutut di antara kedua paha Harding.
"Demi Tuhan, jika kau berniat untuk menahanku di sini untuk mendapat bayaran dalam bentuk lain, maka aku bukan orangnya," bisikku tepat di telinga Harding lalu memberikan gigitan kecil di sana.
Wajah Harding menegang. Kupikir bukan karena ia marah, tapi karena aku telah menggoda bagian sensitifnya dan sial! Aku sudah seperti pelacur kelas kakap yang menggoda lelaki kaya untuk menguras uangnya.
"Tapi itu kau," tukas Harding dengan nada berat yang menggelitik jika ia mengatakannya tepat di telingaku. "Kau memancingku."
"Seriously? No. Akan kubayar sisanya." Aku segera menegakkan tubuh, tidak ingin larut dalam suasana yang tiba-tiba berubah intim. "Anggap saja ponsel itu adalah barang yang kugadai untuk membayar kesalahan, karena telah menamparmu," kataku berbicara super cepat lalu bergegas meninggalkan ruangan istimewa—yang mungkin—telah disewa Harding untuk melepas penat jika lelah berpesta.
Akan tetapi berbicara mengenai pesta, bukankah ini acara pertunangan Jared dan Kyle? Jika Harding berada di sini dan sempat berjajar bersama para undangan lainnya, berarti dia adalah kenalan salah satu dari mereka.
Oh, tidak mungkin Jared. Dia hanya tertarik dengan seni lukis. Namun, bisa saja Kyle karena wanita itu adalah model pendatang baru yang ....
... Double shit! Tentu saja Jared lebih memilih Kyle, daripada aku. Pasalnya dari sudut mana pun, Kyle lebih unggul, dekat dengan dunia entertaimen dapat mempertahankan kepopuleran Jared, sedangkan aku hanya guru bimbingan belajar biasa dan tidak memiliki keunggulan selain tubuh—yang kata mereka—seksi.
Sial! Kalian berdua sama-sama brengsek, hingga membuatku bingung untuk menyalahkan siapa.
"Holy shit! Mengapa kalian begitu menyebalkan?!"
Aku menggeram kemudian mengepal tanganku kuat-kuat akibat dendam yang kembali bergelora. Sambil terus berjalan di lorong lantai empat restoran Italia, aku mencari pintu lift untuk menyusul Veronica di lantai dasar dan—mungkin—akan melakukan hal gila.
Akan tetapi, sebelum hal gila itu terjadi kami harus bicara terlebih dahulu, mungkin menyusun strategi atau bergosip.
Yeah, bergosip—mencari tahu—tentang Harding Lindemann karena aku tidak tahu apa-apa mengenai lelaki tersebut, sedangkan Veronica tahu. Kemudian menumpahkan kekesalan, karena Jared lebih memilih wanita lain karena dia lebih menguntungkan, dan juga merendahkan Kyle demi menghibur diriku yang malang lalu aku akan mabuk.
Hell yeah, mengacau di saat mabuk bukanlah tindakan kriminal, 'kan?
"Ok, mari kita mabuk dan hancurkan pestanya," ujarku pada diri sendiri setelah menekan tombol lift.
"Yeah, mari kita hancurkan bersama, Nona."
Aku menoleh, masih mengenali pemilik suara itu dan tentu saja tampang idiot kembali tergambar jelas di wajahku. "Kau. Are you following me?"
"Nope. Hanya kebetulan ingin mengembalikan ponselmu dan mendengar misi burukmu. Jadi ... kenapa tidak kita lakukan bersama?"
Kedua alisku menyatu. Ini aneh, apakah Harding mantan tersakiti Kyle? "Please, Tuan Lindemann, jangan konyol," kataku dengan tawa setengah hati karena tak percaya dengan pikiran sepintas tadi.
"Just Harding."
"Well, ok, Harding."
Harding mengangguk pelan, memberikan ponselku, dan tiba-tiba menarik lenganku untuk masuk ke dalam lift. "Mari menggila bersama, Nona," bisik Harding dengan dorongan lembut di bahuku, hingga aku merapat pada dinding lift kemudian ....
... Harding mencumbuku.
Benar-benar mencumbu seolah aku menyetujui keputusannya.
Oh my God! Is it real?
***
Terima kasih dan dukung saya terus, yaa ^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro