Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 002

MALAM INI ADALAH yang terburuk setelah malam-malam Jared mencampakkanku.

Gaun termahalku rusak dan yang merusak-lelaki berkemeja hitam-terlihat tidak ingin bertanggung jawab, atas perlakuannya tersebut.

Atau lebih tepatnya, merasa tidak bersalah sedikit pun.

"Menginjak, merobek, dan merusak gaunku, lalu kau masih mengatakan 'Untung'? Oh, Sir, are you serious?!"

Setelah diam sejenak akibat terlalu terkejut, aku akhirnya mampu berbalik. Sekadar memberikan tatapan tajam, sembari mengepalkan tangan, aku ingin sekali memukuli lelaki di hadapanku ini dengan hand bag yang sedari tadi masih melekat erat di genggamanku.

Tidak ada alasan agar aku tidak merasa murka pada lelaki berpakaian elegan di hadapanku ini. Aku ingin sekali mencabik-cabik pakaiannya agar ia tahu bagaimana perasaanku. Bahkan jika ia orang penting sekalipun, aku tidak peduli.

"Maaf jika ucapanku melukaimu, tapi itu hanya gaun, Nona. Tidak terlalu berharga, jika dibandingkan dengan keselamatanmu."

Hanya gaun dan tidak berharga katanya? Oh, dia terlalu berani untuk meremehkan hal itu, tanpa tahu bagaimana aku mendapatkannya.

Hei, Tuan! Aku perlu memangkas separuh uang gajiku, melakukan diet ketat, bahkan meminjam sedikit uang Veronica untuk mendapatkannya dan kau mengatakan ... sial! Aku benar-benar marah pada lelaki itu.

Aku menggeram pelan, berusaha agar tidak memukul dan menjadi pengacau seperti yang dikhawatirkan Veronica. Namun, tidak bisa. Tanganku refleks mencengkram kerah kemeja lelaki itu kemudian dengan kekuatan penuh merobeknya hingga kancing-kancing tersebut terlepas.

Teriakan histeris terdengar di sekeliling kami, begitu pula dengan Veronica. Dia memanggilku berulang kali, meminta agar aku menenangkan diri dan meminta maaf. Namun, kuabaikan karena buat apa meminta maaf pada orang yang telah berbuat salah? Aku tidak akan melakukan hal tersebut.

TIDAK AKAN PERNAH!

"Sialan kau! Sekarang rasakan bagaimana perasaannya saat ... ah, lepasin! Aku belum selesai bicara." Petugas brengsek! Ucapanku terpaksa diputus, saat dua petugas keamanan menghampiriku, menyeretku untuk menjauhi lelaki itu, dan I don't know why mereka meminta maaf atas perbuatanku.

Dunia benar-benar gila! Apa sekarang zamannya terbalik, ya? Berulang kali kukatakan bahwa dialah yang bersalah, dialah yang memulai kekacauan ini. Namun, para petugas itu tidak mau mendengarkanku, bahkan cenderung membela si pria kurang ajar tersebut.

Hingga ketika aku benar-benar berada di tepi karpet merah, lelaki kurang ajar itu berdeham, memanggil kedua petugas keamanan tersebut, dan mengisyaratkan agar mereka menghampirinya.

Aku memutar kedua mataku. Masih mendesis penuh makian, ketika kulihat betapa santai wajahnya setelah merusak gaunku dan setelah aku merobek kemejanya.

"Bawa wanita ini ke ruanganku. Dia memiliki sifat pendemdam dan aku harus bertanggung jawab, sebelum dia membunuhku."

"Oh, tentu aku akan melakukannya tanpa diminta!" Sengaja kunaikan nada suaraku dan kupelototi lelaki kurang ajar itu, tapi dia malah membalasku dengan senyuman.

Freak!

"Harding Lindemann," ujarnya memperkenalkan diri dan aku semakin berpikir, bahwa dia aneh.

"I don't care."

"Well, nice to meet you."

Aku mencibir jijik. "It's so bad to meet you."

***

Ruangan ini terlampau megah, meski dominan kayu aku tahu mereka memiliki harga yang 'tak main-main. Sekali petugas itu mengantar dan mengunciku di sini, aku sempat melupakan Veronica bahkan pesta pertunangan Jared saking kagumnya atas keindahan interior tersebut.

Saat sibuk mengamati dan menyentuh semua perabotan mahal di ruangan tersebut, tiba-tiba ponselku berdering menampilkan nama Veronica di layarnya hingga membuatku tersadar telah meninggalkan gadis itu sendirian.

Atau lebih tepatnya, akulah yang sendirian dan bisa saja akulah yang dalam keadaan bahaya saat ini.

Aku segera mengangkat telepon Veronica dan gadis itu langsung meneriaki namaku, hingga aku harus menjauhkan ponsel dari telingaku untuk sesaat.

"Aku bisa mendengarmu, Veronica," sahutku, "tidak perlu berteriak jika kau tidak ingin membayar jasa dokter THT untukku." Mataku mengitari setiap sudut ruangan, menghampiri bagian-bagian yang berpotensi sebagai jalan kabur, dan menemukan jendela terbuka.

Oh, shit! Ini lantai empat dan jika aku melompat, aku tahu bagaimana akhirnya.

"Stupid, stupid, stupid! You are idiot, Barbara."

"Hi, daripada mengataiku bodoh, lebih baik kau cari di mana lelaki itu dan katakan untuk segera menemuiku."

"No way! Mustahil orang biasa mampu memerintah orang berpengaruh."

Aku mengernyit. Orang berpengaruh katanya? Aku bahkan tidak mengenalnya di jajaran pejabat negara sekali pun. "Belajar lagi, Veronica. Kita hidup di negara demokrasi, bukan komunis."

"Hi, bukan aku, tapi kau yang harusnya belajar la-"

Tubuhku tersentak, saat ponselku lepas dari genggaman, memutuskan obrolanku dengan Veronica. Aku menoleh, mencari tahu siapa yang melakukan hal layaknya pencopet tersebut dan ... yeah, aku melihat sosok jangkung, berambut cokelat gelap, dengan mata abu-abunya kini telah berganti pakaian dengan sesuatu yang lebih baik.

Dia Harding Lindemann.

Aku melipat kedua lenganku di bawah dada. Sedikit pun tidak memperlihatkan sikap ramah tamah, meski lelaki itu tersenyum memesona di hadapanku.

"Aku menagih tuntutanku dan ponselku," ujarku, sambil menadahkan tangan kananku di hadapan Harding.

Tidak langsung memberi ponselku, Harding malah memutar-mutar benda persegi itu di tangannya, sambil tersenyum tipis. "Kusimpan benda ini dulu, sebagai penjamin agar kau tidak kabur."

Kedua alisku menyatu. "Ha-ha, are you fucking kidding me?"

"Do you want a treat?"

"Aku lebih menginginkan gaun dan ponselku kembali kemudian bersenang-senang di pesta pertunangan temanku."

"Kau bisa melakukannya denganku."

"Ew." Aku berjengit, merasa aneh dengan ucapan Harding yang ... "kau lelaki membosankan. Terlihat dari cara berpakaianmu."

"Kita lihat saja." Harding menaikkan sebelah alisnya, sambil melangkah mendekati dan menatapku lekat nan tajam.

Jangan bayangkan bahwa aku akan melangkah mundur, hingga merapat pada tembok karena nyatanya, hal tersebut tidak akan pernah kulakukan. Percayalah, jika kau melakukannya itu membuatmu tampak lemah dan termakan tatapan intimidasi lawanmu.

Aku menyilangkan kedua lengan di bawah dada, membalas tatapan Harding tanpa menampilkan ekspresi takut sedikit pun. Namun, oh, Tuhan! Mengapa dia begitu menggoda saat dilihat dari dekat? Aku suka bulu halus itu, aku suka rahang tegas itu, dan ... sial! Aku juga suka bibir itu.

"Kau mau apa?" tanyaku setengah berbisik, tetapi ketus saat jarak kami terlampau dekat. Kurang lebih hanya sepuluh centimeter.

Harding tersenyum miring, terus mengunci tatapanku hingga ....

... aku bisa mendengar jelas suara sobekan kain berasal dari gaunku.

Kedua netraku melebar. Segera kuarahkan pandangan pada gaunku dan sungguh, tidak bisa dipercaya, Harding merobek lagi gaunku. Kali ini lebih parah, hingga kulihat ia mengambil gunting di atas meja lalu ....

"Apa yang kaulakukan?!" Aku berteriak bahkan mendorongnya menjauh dengan sangat marah. Namun, kekuatanku tak sebanding dengannya hingga ia tidak mundur sedikit pun dan justru menahan lenganku.

"Trust me," kata Harding, "aku akan membuat gaunmu menjadi lebih baik."

Harding Lindemann! Kau gila, gila, gila! Aku benci kau, meski tidak mengenalmu.

"Kau hanya akan menambah parah kerusakannya."

"Aku bilang percayalah!"

"Siapa kau, hingga aku harus memercayaimu?!"

"Christian's Woman," jawab Harding, "kau mengenalnya?"

Bertanya mengenai Christian's Woman, tentu saja aku mengetahuinya. Namun, bagaimana aku bisa menjawab jika Harding berhasil memasang borgol di tanganku—seolah aku adalah tahanan—mengaitkannya pada tiang dekat bufet yang entah untuk apa.

"Kau gila? Sedang apa kau?!" Aku berteriak, berharap ada seseorang yang mendengar suaraku kemudian mendobrak pintu ruangan tempat Harding menyekapku. "Jangan berpikir bahwa aku akan diam saja!"

"Sial! Jangan terlalu percaya diri, Nona." Harding menutup mataku menggunakan seuntas tali kemudian wusshh! Aku mendengar suara kain tergunting di sana-sini.

Embusan angin dari jendela menyapu kulit terbukaku, hingga membuatku merinding karena suasana seketika berubah senyap. Aku tidak mendengar suara Harding, yang kudengar hanya suara mesin jahit dan sentuhan-sentuhan kecil—tidak sengaja tersentuh—oleh tangan kekar Harding.

Demi Tuhan, aku penasaran dengan apa yang dia lakukan. Namun, setiap kali aku menahan ego dan bertanya dengan nada baik-baik, dia tidak pernah menjawab.

"Kau bukan penganut penyimpangan seksual, 'kan? Percayalah, aku tidak akan diam jika kau berani—"

"Selesai." Harding memotong kalimatku, memecahkan kebisuannya, dan pertanyaan lain mulai bermunculan di benakku.

"Apa? Apa yang selesai? Jauhkan kain sialan ini, Tuan!" Setengah mati, kugoyang-goyangkan lenganku hingga bunyi gemerincing borgol terdengar di penjuru ruangan tersebut.

Aku meronta-ronta agar Harding membebaskanku. Percayalah, apa yang kulakukan lebih anarkis sebab aku menyadari, pergelangan tanganku mulai terasa pedih sehingga—mungkin—karena kasihan, Harding melepaskan kain penutup mataku, begitupula dengan borgolnya.

Dan jangan harap aku akan berterima kasih atau kabur sambil menangis, karena saat itu juga melayangkan tamparan dua kali di wajah tampannya lalu segera melangkah pergi.

"Tunggu, kau harus melihat ini, Nona."

_______

Terima kasih dan dukung saya terus, yaa ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro