
THIO - Strip & Tease 22.1
Jangan lupa vote, komen, share cerita ini dan follow akun WP ini + IG @akudadodado.
Thank you :)
🌟
Apa yang orang lakukan untuk menghindari hal yang seharusnya dilakukannya saat itu? Apa pun selain kewajiban yang harus dikerjakan.
Yep.
Alih-alih mempersiapkan diri untuk malam nanti, misalnya dengan mencukur bulu kaki, ketiak, lengan, aku malah tiduran di sofa ruang tengah dengan ponsel di tangan kananku. Telunjuk kiriku menggulir layar, mencari apa pun yang menarik untuk ditonton untuk mengalihkan pikiran dan menghabiskan waktu di siang menuju sore hari ini.
Ruang keluarga sepi, aku hanya ditemani suara video yang berasal dari ponselku. Angin yang berembus melewati pintu belakang serta jendela yang terbuka lebar membuat suasanya lebih sejuk. Mungkin karena di luar sana matahari sedang bersembunyi di balik awan kelabu yang menggantung berat, hendak memuntahkan air yang sudah menumpuk di dalamnya.
Ini waktu yang tepat untuk dihabiskan di luar kamar dan tanpa pendingin ruangan yang menyala, sambil memikirkan video yang baru saja muncul di ponsel dan menarik perhatian lalu membandingkannya dengan kehidupanku. Aku tahu orang-orang bilang kalau media sosial adalah perangkap yang membuatmu membandingkan dirimu dengan orang lain secara tidak sadar. Membuatmu menginginkan kehidupan mereka yang serba glamor dan tampaknya sangat mudah. Namun, media sosial hanya memberikan yang indah-indahnya, tanpa menunjukkan apa yang mereka lakukan di belakang layar untuk mendapatkan foto-foto yang berjejer di feeds. Beberapa teman sekolahku dulu menjadi selebgram dengan feeds indah dan caption yang sangat memukau, tapi kehidupan rumah tangganya tidak seperti apa yang ditunjukkan di sana. Jadi, yang aku pilih untuk lihat adalah komedi yang ditampilkan di video-video saja.
Lumayan untuk melepas penat.
Jesse sudah masuk kamarnya setelah makan siang tadi dan aku enggan masuk ke dalam kamarku sendiri karena di atas ranjang sudah terbaring gaun yang aku dan kedua sahabatku cari kemarin. Dengan perdebatan yang tidak mereka dengar, justru malah membahas hal lain yang tidak penting buatku.
"Gue kalau punya suami yang kasih kartu kredit dan bebasin gue belanja, kayaknya gue bakalan khilaf tiap bulan."
Aku tidak perlu bilang kalau Olivia yang mengatakan hal itu, kan? Dia menatap nanar pada gaun-gaun yang bergantung indah, tapi tidak dapat dimiliki. Seperti kehidupan percintaannya.
"Makanya, orang susah jangan keseringan cosplay jadi orang kaya," celetukku sambil terus menyisir deretan gaun dengan warna-warna pastel nan indah jika berada di atas kanvas. Iya, kanvas, bukannya membalut tubuhku.
Selanjutnya adalah aku dan Olivia yang ribut sedangkan Kristina sibuk mencari gaun untukku dan mencari sesuatu untuk dirinya sendiri.
Aku mendengar suara pintu kamar Jesse yang terbuka lalu sofa di atas kepalaku melesak masuk saat cowok itu duduk di sana. "Ngapain?" katanya singkat. Tangan kirinya langsung mengisi punggung sofa. Aku mengira dia akan mengomeliku yang tengah bersantai dan tidak siap-siap sama sekali padahal kami harus berangkat paling lama pukul enam.
Jesse tampak segar dengan rambut yang masih sedikit basah dan aroma sesuatu yang segar menguar dari tubuhnya. Aku harus mengendus beberapa kali sebelum dapat menyimpulkan apa aroma yang ada di kulit cowok itu. Kayu cedar dan jeruk? tebakku dalam kepala. Ini kedua kalinya aku menghidu wangi dari tubuh Jesse dan dapat menebaknya. Kali pertama, aku benar-benar tidak dapat berpikir jernih. Lalu aku terdiap selama satu detik penuh, ngapain gue pikirin aroma tubuhnya dia?
"Lagi ngelihatin stripper," jawabku buru-buru agar otakku yang korslet kembali ke jalurnya yang benar.
"Ngapain lihat stripper?"
Aku menunjukkan layar ponselku pada Jesse. Lembaran dolar tengah dihitung di alat dan hasil akhirnya membuatku takjub dan mencibir iri. Ini buruknya jika aku melihat media sosial terlalu lama. Rasa iriku bisa muncul dan aku akan mencebik sepanjang melihat videonya. "Itu hasil satu minggu doang."
Jesse mengamati video itu untuk sesaat. "Terus?" tanyanya Jesse lagi. Satu tangan cowok itu kini berada di atas rambut ikalku, memelintirnya dengan jari telunjuk. Tidak sakit sama sekali karena dia tidak menariknya kencang.
"Kayaknya aku salah pilih kerjaan. Aku mau alih profesi habis ini," jawabku ngaco. Don't get me wrong. Niatan itu tidak ada, aku hanya asal berbicara karena penghasilanku tidak sebesar nominal yang terpampang di layar ponsel. Sama seperti orang-orang yang berpikiran mereka ingin menikah saja jika hidupnya sedang berat. Padahal, setelah menikah jauh lebih berat. Kita hanya ingin jalan keluar instan dari masalah yang sedang dihadapi, tanpa tahu kalau masalah lain tengah mengintai.
Tangan Jesse berhenti bergerak di atas rambutku lalu tawa beratnya mengudara. Lambat laun menjadi semakin kencang dan aku memajukan bibir kesal.
"Kamu nggak bisa joget," oceh Jesse di tengah tawanya. Itu benar. Aku tidak bisa berjoget mengikuti iringan lagu, apalagi bergerak sensual yang dapat memenuhi pundi-pundiku.
Aku mengubah posisiku menjadi duduk, kedua kaki terlipat di atas sofa sehingga ada jarak antara aku dan Jesse. "Tahu dari ma—" Aku baru mau bertanya, tapi langsung aku urungkan. Aku tidak pernah berjoget depan Jesse, jadi kesimpulanku, dia tahu dari mulut ember Olivia. Dia pasti menjual informasiku dan menukarnya untuk informasi Kamal. Dasar demit tidak tahu diri. Dia benar-benar menggadaikanku kepada Jesse.
"Kalau nggak ada uang, pakai kartu kredit yang aku kasih aja kenapa, sih?" sambungnya.
"Ogah. Mau hasil sendiri."
Aku melihat Jesse yang tersenyum lebar dengan binar mata menyebalkan yang biasa cowok itu keluarkan kalau mau mengisengiku. Firasat buruk langsung menyerbuku tanpa ampun.
"Kamu tahu, kan, kalau jadi stripper perlu banyak latihan?" tanya cowok itu masih dengan cengirannya yang membuatku ngeri.
Aku mengangguk ragu. Jawabanku membuat tarikan di ujung bibir Jesse semakin lebar dan jantungku mencelus semakin jauh dari rongga dada. Aku bisa merasakannya berdetak di perut yang membuatku mulas.
Tangan kanannya yang tidak lagi di rambutku kini berada di atas pahanya sendiri. Posisi duduknya santai dengan bahu menempel di sofa dan kakinya terjulur lalu menyilang di pergelangan kaki. "Come here, practice striptease on daddy's lap," katanya sambil menepuk paha yang membuat mataku jatuh ke sana.
4/12/12
Ali ngapain hayo? wkwkwkw
Pembaca di sini be like: "Daddy Jess~~~~" *ngaku siapa yang mau langsung naik ke pangkuannya*
wkwkwkwk yang nulis juga padahal
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro