Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

THIO - Senjata Makan Tuan 5.2


Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.

Thank you :)


#QOTD suka tipe Jesse apa enggak?

🌟

Dan yang aku lakukan setelah pertanyaan itu keluar adalah dengan menunjukkan foto di galeri ponselku. Itu penjelasan yang lebih mudah ketimbang harus menjelaskan secara rinci dan masih dihadiahi dengan tatapan tidak tahu lainnya.

"Jadi kamu bikin lukisan?" tanya Mona lagi, tangannya bergulir di atas layar ponselku.

Aku mengangguk dengan senyuman lebar. "Bukan hanya lukisan, tapi saya juga bikin berbagai macam benda yang dapat dibuat dengan resin. Misal coaster, pembatas buku dan lainnya yang dipakai untuk sehari-hari. Ini yang lebih banyak dipesan." Dan juga demi menjaga apartemenku tidak dipenuhi dengan barang-barang berukuran besar, aku memilih untuk membuat pesanan yang ukurannya masih dapat masuk ke dalam rak curing saja.

"Dan kamu ngerjainnya di apartemen kamu?"

"Iya. Saya perlu ruangan dengan ventilasi untuk ngerjain, dan ruangan lainnya untuk menyimpan sampai semuanya kering dan bisa dilepas dari cetakannya. Di sini jelas nggak bisa, Bu. Lagian kami juga nggak kenal satu sama lain buat tidur di kamar yang sama. Untuk itu saya perlu waktu, Bu. Lagipula terakhir kali saya di sini, saya disuruh tidur di sofa sama Jesse. Kalau saya pulang-pergi untuk kerja juga susah, karena saya lebih sering kerja sampai tengah malam dari siang hari." Aku memasang wajah sedih yang kutahu pasti akan membuat mertuaku ini merasa kasihan padaku dan memarahi anak lelakinya yang tidak tahu diri ini.

Aku harus menyembunyikan senyum dan memaksa kan topeng kesedihanku ketika Mona menepuk bahu Jesse kencang. Matanya melotot dan kembali memukul anaknya itu. "Kamu kenapa suruh dia tidur di sofa?!"

Oh, aku sangat suka menjadi si besar mulut dalam keadaan terdesak. Ini memberikanku upper hand untuk mengontrol narasi. Terutama rasa bersalah dari mertuaku yang pasti menggunung dan akan berpihak padaku tanpa perlu berkedip. Aku sempat merasa jahat karena memanfaatkan mertuaku, tetapi melihat ekspresi Jesse yang panik bercampur takut membuat semuanya impas. Aku rela terbakar di neraka nanti.

"Sakit, Bu! Dia juga yang maunya tidur di sofa." Kalimat pertama Jesse setelah kedatangannya adalah pembelaan diri yang sia-sia.

"Tapi kamu itu suaminya, harusnya kamu kasih kenyamanan buat istri kamu, Jesse! Kalau dia nggak nyaman tidur satu ranjang sama kamu, kamu yang tidur di sofa, bukan kebalikannya."

Aku menimbang-nimbang untuk menambahkan efek air mata agar lebih dramatis, tetapi kebahagiaan yang mengembang di dadaku menghalangi upaya menghasilkan air mata. Sudahlah, aku bisa memakai trik air mata buaya di lain kesempatan saja. Sekarang aku cukup memasang wajah murung dan menikmati penderitaan Jesse yang diomeli ibunya.

"Lagian, kenapa kalian di sini, sih? Kamu kan sudah beli rumah."

Oh, informasi terbaru. Aku tidak tahu kalau cowok ini memiliki rumah. Tetapi jika mengingat-ingat kehebohan Andini membeli perabotan rumah tangga, seharusnya aku tidak heran kalau Jesse ternyata memilikinya.

"Aku—rumahnya masih perbaikan. Baru selesai minggu ini."

"Nah, sekalian itu tempat kerjanya Aliyah dibuat."

Eh? Kok jadi ke sana? Aku buru-buru menggeleng. Menolak gagasan itu setengah mati. "Nggak usah, Bu. Ngerepotin kalau diubah-ubah lagi nanti ruangan di rumahnya Jesse. Saya bisa pakai apartemen saya sebagai studio dan kerja dari sana." Kalau studioku berubah menjadi di rumah Jesse, otomatis aku tidak memiliki tempat kabur dari cowok itu seperti sekarang. Aku tidak bisa membayangkan harus berada di rumah yang sama dengan Jesse di akhir pekan. Mungkin hari kerja masih bearable, tapi akhir pekan? Tidak, terima kasih.

"PP dari apartemen kamu di Depok itu juga jauh, Ali. Kalau kamu kerjanya sampai lewat tenggah malam, kan nggak ada lagi keretanya. Lebih gampang kalau studio kamu dipindah ke rumah kalian sekalian. Ibu nggak yakin juga kalau anak ini bakalan mau jemput kamu." Mona memberatkan pada kata kalian dengan sengaja. "Dengan begitu, pekerjaan kamu masih bisa diselesaikan dan Ibu juga merasa lebih tenang."

Aku menoleh pada Jesse yang duduk dekat dengan kakiku. Berharap kalau cowok itu menganggap ide ini sama gilanya dan menolak keras. Tetapi yang aku dapatkan adalah Jesse yang tersenyum dan satu tangan menyentuh paha tepat di atas dengkulku yang dilapisi celana jeans, lalu memberikan remasan pelan. Aku merasa tengah menenggak racun hanya dari senyum yang cowok itu berikan sekarang.

"Benar kata Ibu, kamu bisa kerja dari rumah kita. Aku akan minta mandornya untuk membereskan salah satu kamar dengan jendela besar supaya kamu bisa mulai kerja minggu depan."

Kata 'aku' yang Jesse ucapkan menjadi pukulan telakku karena kini aku menggigil jijik pada cowok itu. Jesse tahu kalau keengananku sama seperti oase di padang gurun kekesalannya setelah diadukan dan menggunakannya sebaik mungkin untuk membalasku. Dia nggak mikir apa kalau itu berarti dia juga akan melihatku lebih sering?

"Nah, dengan begitu kan kalian bisa lebih mengenal satu sama lain." Ibu mertuaku tersenyum setelah menepuk kedua tangannya sekali. Seakan ide barusan sangat brilian, padahal kebahagiaanku sudah hilang. Tapi, aku tertawa pelan karena kehidupanku benar-benar seperti lelucon sekarang.

Fudge nuggets!

23/6/22

yang mau baca cerita Jessica sudah tamat ya di judul The honeymoon Is Over (marriage life, romcom gemes). Cerita lain yang sudah tamat dan masih lengkap di WPku juga ada Every Nook and Cranny (fake dating metropop, bf to lover), Love OR Whatnot (marriage life angst), dan Rumpelgeist (romantasy).


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro