THIO - Pernikahan Dadakan Macam Tahu Bulat 1.1
A/N Aku sadar POV sering keseleo antara 1 dan 3. Aku masih belajar nulis POV 1 di tulisan ini karena terbiasa pakai POV 3. 😅 Sengaja nggak revisi karena nggak mau ngehilangin komen dan time stamp update yang ada di paragraf. Makin ke belakang makin lancar, kok hehe. Terima kasih!
#QOTD genre bacaan favorit kamu apa? Romcom? Drama? Atau yang lain?
🌟
Siapa yang bangun pagi dan tiba-tiba berpikir: oh, aku akan menikah pagi ini! Seakan itu adalah hal paling mudah dan dapat dilakukan tanpa berpikir panjang atau semuanya akan siap dalam sekali ayunan tongkat sakti dari ibu peri. Please, yang aku, seorang Aliyah Sadie, tahu hanyalah tongkat Sun Go Kong si kera yang bisa berbicara, bukannya ibu peri. Atau tiba-tiba saja kera itu beralih profesi menjadi ibu peri? Pikirku sementara orang-orang di sekelilingnya menjadi lebih sibuk dari pikiranku yang melantur. Namun, bayangan kera dengan pakaian ibu peri dan tongkat segede gaban menari liar di dalam kepala hingga membuatku tertawa kecil.
Satu orang mendandani wajahku, orang lainnya mengerjakan rambut dan satu orang lagi sedang memperbaiki gaun berwarna putih yang jelas bukan ukuranku. Terlalu kecil untuk tubuhku yang...errr berisi. Di ujung kamar hotel ini, dekat dengan jendela besar yang mempertontonkan ibu kota di pagi hari yang sangat megah, ibu tengah sesenggukan sementara ayahku—yang berwajah merah padam—berjalan ke sana ke mari dengan ponsel di tangan kanan. Meneriakkan sesuatu yang tidak dapat ditangkap olehku. Bukan karena suaranya kecil, justru suara ayah menggelegar hingga si makeup artist semakin panik di setiap makian yang keluar, hanya saja aku menutup seluruh indraku. Mematikan seluruhnya dengan total hingga yang tersisa hanyalah mata yang menatap cermin di hadapanku.
Tubuhku dibalut dengan kimono satin yang bertuliskan bride to be. Kimono berwarna pink gonjreng yang jauh dari seleraku. Terlalu norak dan terlalu menarik perhatian. Wajahku tidak lagi pucat, warna-warna menghiasi wajah yang biasanya hanya dipulas dengan lipgloss. Rambut ikal mengembang yang menjadi mahkota kepalaku kini disisir rapi ke belakang. Klimis. Lalu dicepol di bagian bawahnya. Aku dapat melihat rambut yang selalu berantakan itu membuat susah si hair stylist yang baru saja dapat bernapas lega setelah hampir dua jam berkutat dengan kepalaku.
"Kamu cari dia sampai dapat!" Satu teriakan dari Ferry, ayahku, lolos dan menghancurkan barikade yang aku pasang semenjak mendengar kalimat sakti dari ibu pagi tadi.
"Kakakmu pergi dan kita nggak bisa menanggung malu sekarang," kata Vania, ibuku, sambil berurai air mata. Tangan tuanya yang dihiasi berlian entah berapa karat itu gemetar. Mulanya aku mengira karena beban berlian yang menumpuk di sana, ternyata karena surat yang dipegang dan ditunjukkannya kepadaku.
Aku harus pergi. Aku nggak bisa menikah sekarang.
Tawa pertamaku keluar di pagi hari saat semua orang panik hingga membuatnya menjadi satu-satunya objek yang dipandang. Aku tidak peduli karena fokusnya masih pada tulisan tangan Andini yang sangat rapi, bahkan ketika hendak kabur di hari pernikahan. Mau tidak mau aku berpikir seberapa lama kakakku itu menuliskan surat ini? Atau seberapa lama rencana ini sudah terlintas di dalam kepala cantiknya itu?
Aku berada di kamar Andini bersama ibu, ayah serta adikku yang masih SD, Aries. Gaun pengantin melekat di tubuh patung yang sengaja dibawa untuk keperluan dokumentasi. Di sebelahnya ada sepatu hak tinggi yang berwarna senada. Semuanya indah tetapi sayangnya kakakku tidak ada di sana untuk menjadi pengantin yang berbahagia.
Tapi jika dikatakan aku kaget, ya tidak juga. Tidak ada yang pantas menyandang gelar kehormatan The Mighty Drama Queen jika bukan Andini. Andini selalu dan selalu ingin menjadi pusat perhatian dan melebih-lebihkan segalanya. Aku yakin kalau Andini akan datang di jam-jam genting dan bersikap seolah baru saja menyelamatkan dunia dari kekacauan.
Mulutku baru tertutup rapat saat menyadari mata ayah dan ibuku menatap tajam. "Apa? Dia bakalan balik sebentar lagi," kataku santai setelah meletakkan surat di depan meja rias dan berbaring di ranjang besar. Kegaduhan ini membuatku bangun lebih cepat satu jam dari rencana awal. Padahal aku juga baru tidur dua jam yang lalu.
Sialnya, hingga tiga jam menuju pemberkatan, Andini itu tidak juga muncul dan kini aku terjebak di dalam pernikahan konyol yang harus aku hadiri sebagai mempelai perempuan. Bukan lagi sebagai maid of honor.
Pintu kamar yang diketuk memutus rantai ingatanku. Seberkas wajah yang melewati pintu itu menutup seluruh kinerja otak dan hanya fokus ke model Abercrombie And Fitch yang tengah berjalan memasuki kamar. Tahu kan para model Abercrombie yang sangat mouth watering itu? Dengan perut kotak-kota seperti roti sobek dan bisep serta trisep yang besar. Atau kalau mau turun sedikit ke bawah, bokong yang tidak kalah seksinya. Sayangnya, cowok yang baru saja memasuki kamarku—euh, kamar Andini mengenakan jas berwarna krem dengan kemeja putih, bukannya bertelanjang dada seperti yang ada di google.
Entah apa yang membuat kamar ini menjadi lebih kecil. Postur tubuh Jesse yang besar atau emosinya yang terlalu kental hingga menciutkan ruangan. Yang pasti, jika orang-orang di sini bisa menciutkan diri lalu menghilang, sudah pasti akan mereka lakukan, pikirku.
"Andini pergi?" tuntut cowok itu. Wajahnya tidak kalah berang dari Ayah, tetapi kesedihan membanjiri mata Jesse Emmanuel. Cowok yang dicampakkan oleh kakakku di hari yang seharusnya bahagia ini. Rahang tegas yang bersih dari bakal jambang itu mengetat melihat tidak adanya jawaban dari kedua orang tuaku. Seakan tahu tidak akan mendapat jawaban dari sana, Jesse menoleh dan menatap mataku melalui cermin.
Oh, kalau cowok itu marah padaku, aku akan melempar cermin seukuran tubuh ini ke wajah Jesse. Aku sama tersiksanya seperti cowok itu. Satu alisku yang sudah rapi tercukur itu terangkat naik, menantang Jesse untuk melampiaskan amarah padaku sambil mengucapkan "Apa?" tanpa suara.
13/6/22
Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.
Thank you :)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro