THIO - Patah Hatinya Ali 4.1
Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.
Thank you :)
#QOTD Anjing atau kucing?
🌟
Aku membawa masuk epoxy resin terakhir yang aku kerjakan hari ini di rak dapur kecil yang sudah aku ubah menjadi rak untuk pengeringan mold epoxy resin. Waktu pengeringannya 8-12 jam sehingga aku menempelkan di waktu pembuatannya juga agar tidak lupa. Ini adalah keepsakes, atau kenang-kenangan untuk nilai sentimental di masa yang akan datang. Bentuk piramida yang berisikan buket bunga pernikahan klienku. Dengan bantuan resin, bunga-bunga ini masih dapat dilihat untuk waktu yang cukup lama.
Aku menoleh pintu balkon kecil yang terbuka, aku meletakkan lampu UV besar di sana. Coaster dari bunga-bunga kecil yang sudah dikeringkan serta pembatas buku, pesanan dari salah satu klub baca, seharusnya sudah kering dan aku tinggal mengeluarkan dari cetakannya, tapi aku rasa sebentar lagi tidak masalah. Sekalian mengangin-anginkan ruangan dan juga membereskan peralatan di luar sana. Aku memastikan semuanya bersih baru membuka respirator mask yang aku kenakan selama aku membuat seluruh pesanan. Pengap memang menggunakan alat itu berjam-jam, tapi aku lebih baik mengenakannya dibanding paru-paruku bermasalah.
Apartemenku kecil. Terletak di lantai paling bawah dan untungnya memiliki balkon walaupun kecil. Jika tidak sedang hujan, aku akan mengerjakan pesanan di sana agar kamarku tidak berbau resin. Begitu membuka pintu masuk, isian kamarku akan langsung terlihat. Hanya dapur, yang sudah aku ubah menjadi tempat curing – waktu yang dibutuhkan bahan kimia dari resin untuk berubah dari cair ke solid, serta kamar mandi yang memiliki tembok pembatas. Selain itu tidak ada. Well, itu memang definisi dari apartemen studio.
Dapurku hanyalah satu meja berukuran 1 x 1 meter. Di atasnya ada penanak nasi berukuran 0.63 liter serta panci elektrik yang multi fungsi. Aku memutuskan untuk tidak membeli kompor elektrik setelah memiliki benda itu. Masih di atas meja yang sama, ada rak kecil untuk menaruh peralatan makan serta talenan dan pisau. Di sebelah meja itu ada kulkas satu pintu dan di sebelahnya lagi ada TV yang jarang aku gunakan.
Lemari pakaian berada di tembok yang sejajar dengan pintu balkon. Hanya satu lemari karena aku memang tidak memerlukan banyak pakaian. Isinya pun lebih banyak barang-barang yang aku tidak ingin berserakan di kamar. Tidak ada yang dapat di lihat dari apartemenku, kecuali tempat curing yang aku pasangi gorden dan untungnya memiliki exhaust, yang menyala selama hampir 24 jam. Itu juga salah satu alasanku menjadikannya tempat curing.
Aku duduk di ranjang lalu menyalakan diffuser. Harusnya aku mandi, tapi badanku lelah. Badanku memanjang, mengambil ponsel yang tergeletak di sisi lain ranjang. Gambar yang muncul adalah foto dua orang yang tersenyum ke arah kamera. Pakaian yang mereka kenakan basah, seingatku itu karena mereka sehabis menaiki wahana di Dufan. Jemariku menyusuri wajah cowok yang ada di layar sebelum tanpa pesan masuk muncul. Banyak pesan masuk. Banyak juga pesan yang tidak aku balas dan aku sudah lelah kabur selama seminggu ini. Aku menekan tombol panggilan di nama itu dan menunggu nada sambung berganti dengan suara yang aku rindukan.
"Ali, kamu ke mana aja? Aku hubungin nggak ada balasan sama sekali. Aku datang ke apartemen kamu juga nggak ada orang."
Aku meringis karena nada khawatir yang cowok itu suarakan dan juga rasa bersalah yang menggunung di dada. Aku mendengar setiap ketukan dan panggilan dari Bram dan sengaja tidak bergerak, bahkan menahan napas, hingga cowok itu menyerah dan pergi.
Napasku tertahan karena ini mungkin terakhir kali kami berbicara setelah tiga tahun ini selalu bertukar cerita. Kesedihan yang memberatkan dadaku selama seminggu ini tumpah ruah. Mengirimkan nyeri ke seluruh tubuh, terutama di mata dan hidung. Dan kini bagian buruknya, sekitarku menjadi buram.
"Bram, kita nggak bisa ketemu lagi." Satu kalimat yang aku ulang terus menerus selama seminggu ini dan memutuskan akan mengatakannya ketika lidahku tidak lagi kelu atau pun mataku tidak akan mengeluarkan cairan untuk menunjukkan perasaanku. Tapi, semuanya tidak ada yang tidak terjadi. Lidahku jauh lebih kelu dari ketika pertama kali aku mengucapkannya di depan cermin. Nyeri yang aku rasakan di dalam dada pun tidak jauh berbeda. Seperti jantungnya ditarik paksa keluar dari dalam tubuh.
Selama apa pun aku bersiap, mau sebaik apa pun bayanganku di depan cermin ketika terakhir kali aku berlatih, hatiku tidak pernah merasa jauh lebih buruk dari sekarang. It shattered in pieces and every piece's stab inside my body.
Gigiku menancap di bibir saat silabel terakhir keluar dari bibirku. Menunggu balasan Bram adalah waktu yang paling lama yang pernah aku lalui. Dan setiap detik yang berlalu membunuhku.
Tawa renyah terdengar dari seberang sana, "Kayaknya itu nggak mungkin, Ali. Kita jadi relawan di tempat yang sama."
Aku menggigit bibirku lagi. Kali ini lebih kencang karena tersadar kalau lingkungan kami sama dan aku tidak mungkin tidak bertemu dengan Bram. Tapi aku terlalu mencintai tempat itu untuk tidak datang lagi ke sana seperti dua sabtu terakhir.
Tahu kalau ini adalah hal serius dan aku tidak merespons tawanya, Bram berdeham. "Apa aku melakukan sesuatu yang bikin kamu marah?" pertanyaan itu membuatku linglung. Alih-alih marah, kenapa Bram malah menanyakan hal itu? Kenapa tidak marah saja? Aku jelas lebih dapat menerima kemarahannya. Tahu kan kalau kemarahan orang lain terhadap kita membuatmu sedikit lebih lega? Aku berharap Bram mengamuk sehingga aku lebih mudah untuk melalui ini.
"Aku sudah menikah minggu lalu."
Jeda lagi.
"Dengan siapa?" Nada suara Bram yang tenang justru membuatku semakin kalut.
"itu nggak penting, Bram."
"Ali, aku yang memutuskan untuk diriku sendiri itu penting atau enggak."
Aku menjadi semakin resah dari menit ke menit karena Bram sama sekali tidak terdengar akan mengamuk. Seluruh emosinya masih terjaga dengan baik dan cowok itu tidak tampak akan mengamuk dalam waktu dekat.
"Jesse."
"Tunangan Andini?" tanya Bram tidak percaya.
Helaan napas panjang keluar dari bibirku. "Long story short, Andini kabur dan aku harus gantiin dia."
22/6/22
yang mau baca cerita Jessica sudah tamat ya di judul The honeymoon Is Over (marriage life, romcom gemes). Cerita lain yang sudah tamat dan masih lengkap di WPku juga ada Every Nook and Cranny (fake dating metropop, bf to lover), Love OR Whatnot (marriage life angst), dan Rumpelgeist (romantasy).
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro