Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

THIO - Ngobrolnya Ali & Jess 9.1

Jangan lupa vote, komen, share cerita ini dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.

Thank you :)

🌟

Jesse tidak pernah tidak menyebalkan, tapi sekarang mungkin tingkat menyebalkannya yang paling parah. Bukannya aku sudah lama kenal dengannya atau tahu seluruh sikap dan tingkah cowok itu, tapi ini beneran yang terburuk. Mungkin ini rasanya hidup bareng ibu mertua. Apa saja dikomentari.

"Kamu masak apaan sih ini? Asin!" Kedua alis tebal cowok itu terangkat setelah satu suapan masuk ke dalam mulutnya.

"Saya masukin garam makanya asin. Kalau saya masukin gula ya aneh kalau asin."

Jesse menghabiskan air mineral di dalam gelas tidak sampai tiga tegukan. "Kamu masukin garam satu kilo ke dalam sini?"

"Satu kontainer," jawabku asal. Padahal aku merasa masakanku tidak terlalu asin. Aku sudah mencobanya dan rasanya lumayan...lumayan hancur maksudnya. Aku sedikit heran yang dikomentari oleh Jesse adalah rasanya. Bukan penampilannya yang meragukan untuk dimasukkan ke dalam mulut.

Mataku menatap ngeri pada opor ayam yang berwarna lebih ke hijau dibandingkan kuning. Ini pasti salah resepnya, kataku mantap.

Di lain kesempatan, Jesse akan mengomentari bagaimana keadaan ruang tamu ketika giliranku yang membersihkannya.

Seperti inspektur kebersihan di film-film India, minus kumis tebal yang menggantung di atas bibir, Jesse berjalan ke meja konsul yang di atasnya terdapat cermin berbentuk oval. Telunjuknya menyapu permukaan meja dan alis sialan itu kembali berkerut. "Kenapa masih debuan?"

"Karena ada udara," celotehku asal. AKu sudah membersihkan meja-meja di rumah ini dengna sangat telaten. Lebih-lebih dari ketika aku membersihkan apartemenku sendiri, hanya karena aku tidak mau mendengar ocehannya.

Sialnya aku tidak dapat melakukan hal yang sama karena ketika giliran Jesse, aku tidak menemukan satu pun yang kurang. Meja tidak berdebu, lantai mengilat, dan masakannya pun jauh lebih terlihat enak dari aku yang hanya ala kadarnya. Sialan memang cowok satu ini.

Aroma segarnya jeruk memasuki hidungku begitu Platter plate berada di atas meja makan. Padahal hanya daging ham dengan saus berwarna oranye di atasnya yang aku yakini dari jeruk. Hanya wanginya saja dapat membuat perutku berunyi minta diisi. Di platter plate lainnya ada brokoli dan wortel.

"Saya nggak nemu bahan makanan lain. Besok kamu belanja isian kulkas. Kartu kreditnya ini." Jesse meraih dompetnya yang berada di atas meja dan memberikan satu buah kartu dengan namaku di atasnya.

Aku tidak menjawab cowok itu dan mengambil satu potong ham lalu mengendusnya dengan wajah serius. Bahkan liurku hampir menetes saat melakukannya.

"Masakan saya nggak bakalan bikin kamu diare," sindir Jesse tajam.

Bibir bawahku maju. Aku tahu maksudnya adalah opor dua hari lalu yang membuatnya tidak berhenti ke toilet hingga lemas. In my defense, aku tidak sengaja melakukannya dan benar-benar tanpa niatan untuk balas dendam atas kecu—euh apa pun yang dilakukannya di café dulu. Lagi pula, tidak menutup kemungkinan kan kalau itu hasil dari makanan lain? Jesse kan tidak hanya makan masakanku saja. Aku mencoba meyakinkan diri, tapi ketika mengingat warna hijau yang seperti muntahan itu aku kembali bergidik.

Aku menusukkan garpuku ke ham. Nggak mungkin ini seenak harumnya, banyak makanan wangi yang rasa—kereta pikiranku berhenti ketika satu gigitan ragu-ragu berubah menjadi kunyahan saat rasa segar jeruk meledak di dalam mulut.

Sialan, ini enak. Entah dari mana cowok itu menyadari kalau aku menyukai makanan ini. Dari caraku mengunyah tanpa protes atau dari aku yang tidak berhenti makan, tapi senyum congkak yang muncul di bibirnya tidak membuatku berhenti.

"Sabtu ini makan siang bareng di rumah Ayah dan Ibu," kataku untuk menghapus senyum di wajah Jesse. Pilihannya hanya itu atau dengan piring yang melayang ke wajahnya. "Apa aja yang saya perlu tahu tentang kamu?"

Jess melemparkan tatapan menyelidik kepadaku dan aku memutar bola mata. "Saya perlu tahu hal-hal yang mungkin ditanyain orang lain. Misalnya saya ini istri ke berapa? Ketiga?"

Jesse menjawab tanpa menatapku, "Ketujuh. Kamu istri-hari-minggu." Lalu cowok itu lanjut berkata lagi setelah makanan dalam mulutnya ditelan. "Kamu nggak tahu saya lagi bangun harem di rumah belakang? Sudah ada Istri Hari Senin-Sabtu."

Aku yakin Jesse sedang bercanda tapi wajahnya yang serius itu membuatku ragu. Tidak mungkin kan? Jesse terlihat terlalu cinta mati sama Andini untuk punya istri tujuh. Namun aku memilih mengabaikan jawabannya dan lanjut bertanya hal lain. "Hobi?"

Erangan dalam keluar dari mulut Jesse. "Sekarang 2022, orang nggak membicarakan hobi lagi."

"Ya enggak implisit soal hobi," ucapku jengkel, "bisa aja misalnya orang ngajakin kamu golf terus saya iyain tapi ternyata kamu nggak suka. Orang-orang yang tahu hal sederhana kayak gitu."

Ini yang aku sebal dari putus dan memiliki hubungan baru. Harus mengenal hal-hal yang remeh tapi krusial untuk orang lain. Sialnya niatanku untuk tidak mengenal Jesse adalah hal yang lebih mustahil daripada aku yang dapat kembali berhubungan dengan Bram. Rencana Jesse untuk tidak bercerai menutup bab masa lajang yang akan kembali kurenggut setelah pernikahan ini usai. Yang tersisa hanyalah aku yang harus berusaha mengenal cowok ini meskipun enggan.

Ini juga mengingatkanku mengenai hal-hal sederhana yang Jesse harus ketahui mengenaiku. "Saya suka warna gelap. Every dark color works. Saya nggak suka orang dan orang saya dekat hanya tiga; Kris, Oliv dan Bra—" aku memotong ucapanku saat salah satu kabel di otakku tersambung sepenuhnya sebelum nama Bram meluncur keluar. Aku berdeham dan mengalihkan tatapan dari mata Jesse yang menungguku untuk melanjutkan. "Kamu tahu pekerjaan saya."

Napasku yang tertahan keluar begitu saja saat Jesse tidak membicarakan mengenai nama yang tidak aku selesaikan tadi.

6/8/22

wkwkwkwk bangun harem si jessica

apdet part selanjutnya hari rabu atau jumat?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro