Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

THIO - Kabur 12.2



Jangan lupa vote, komen, share cerita ini dan follow akun WP ini + IG @akudadodado.

Thank you :)

🌟



Tidak dengan hari ini. 

Not today, Satan.

Di hari minggu yang cerah ini, aku pergi bertemu dengan Olivia dan Kristina. Aku keluar rumah saat langit masih gelap karena kami bertiga janjian untuk lari pagi di Depok, sekalian aku mengambil beberapa barangku yang ternyata tertinggal di apartemen.

Kami bertiga tahu kalau lari pagi adalah kamuflase untuk pesta makan yang akan berjalan setelah sepuluh menit berlari yang kemudian dilanjutkan dengan berjalan dan tanpa keringat yang membasahi wajah Olivia. Cewek itu takut make up yang menempel di wajahnya luntur dan mengganggu rencananya mencari berondong.

"Gue capek cari sugar daddy. Nggak dapet terus," Olivia mendengkus dengan senyum lebar ke arah salah seorang yang berpapasan dengannya.

"Jadi cougar perlu duit banyak yang mana lo nggak punya," balasku yang langsung ditimpali oleh Kristina.

"Duit lo sudah terbang ke alat make up, dompet, tas, dan sejenisnya. Buat hidup sehari-hari aja sulit. Gimana lo mau bayarin apartemen mewah di kemang buat sugar baby lo?"

Bukan rahasia umum kalau Olivia adalah perencana keuangan yang paling buruk di antara kami bertiga. Gajinya habis secepat sakelar korselet yang langsung mematikan listrik satu rumah. Untuk rencana liburan kemarin saja, kami harus membuat tabungan khusus dengan perhitungan rinci yang sudah disiapkan oleh Kristina.

Kristina adalah biro jasa berlibur gratis kami. Dia akan mencari tiket penerbangan murah yang harganya bisa mirip seperti penerbangan lokal, hingga penginapan selama berkeliling, rencana keuangan kami hingga objek wisata yang akan kami datangi. Rencananya sangat mendetail hingga terkadang aku pusing sendiri untuk mengikuti. Sedangkan aku dan Olivia adalah tipe yang akan dengan senang hati mengikuti Kristina ke mana pun tanpa banyak protes.

Kami berhenti saat alarm di ponsel Olivia berdendang nyaring, menarik perhatian berbagai macam orang yang juga tengah berusaha untuk berolah raga. Lintasan kami sedikit berbeda hari ini. Jika biasanya kami berjalan sedikit lebih jauh untuk mencari makanan. Hari ini kami sudah membelinya langsung sebelum berlari. Karena itu di tangan kanan kami sudah ada totebag yang berisikan kotak makan dan juga botol minum.

Yeah, kami sebisa mungkin menjaga lingkungan. Berkat Kristina yang tidak pernah berhenti mengoceh mengenai betapa lingkungan sudah rusak dan lapisan ozon yang menipis mengakibatkan es di kutub mencair. Demi menyenangkan hatinya—dan juga telinga kami—mengangguk adalah jalan tercepat untuk membungkam mulut Kristina.

Kristina melambaikan tangan ke arah kami begitu tiba di perpustakaan yang ada di samping danau. Hanya dia yang sedikit lebih serius melakukan olah raga. Anggap saja Kristina melakukan bagianku dan Olivia sekalian.

Aku dan Olivia duduk di tangga-tangga yang mengadap ke danau. Bubur yang kami beli tadi sudah berada di pangkuan dan satu suapan sudah masuk ke dalam mulut. Selain mulutku yang dimanjakan dengan rasa gurih dari bumbu bubur, mataku juga berlari tidak henti di antara warna hijau dari pepohonan, warna biru langit, warna cokelat tanah, dan udara segar setelah seminggu ini berhadapan dengan tembok—dalam kasusku—dan untuk Kristina serta Olivia yang bekerja kantoran, ini seperti liburan mini setelah asap yang dimuntahkan mobil-mobil menempel di wajah mereka.

Mataku cukup lama menatap gumpalan awan putih di langit yang ini sudah dirajai oleh matahari. Belum terlalu terik karena masih pagi. Olivia memastikan kami akan pulang sebelum sinar si raja langit menjadi berbahaya untuk kesehatan kulitnya.

"Gue nggak mau keriput dan jadi jelek. Berondong nggak ada yang mau nanti." Olivia adalah ratu penampilan di antara kami. Krim perawatan wajahnya ada banyak. Katanya tergantung kondisi kulit, udara, PH air dan lain sebagainya. Aku berhenti mendengar di PH. Hanya Kristina yang mendengarkan.

"Berondong nggak peduli kulit lo keriput, yang penting duit lo nggak semaput," celetukku yang diganjar pelototan oleh Olivia.

Sebelum aku lupa, aku mengeluarkan eBook reader sialan yang berada di dalam tas. Okay, aku tidak membakarnya seperti ucapanku dua minggu lalu karena aku tidak mungkin merusak barang milik Olivia. Dan juga uangku sudah keluar cukup banyak bulan ini untuk membeli stand mixer kado Ibu.

"Nih, punya lo. Dan ingetin gue buat nggak percaya sama rekomendasi bacaan dari lo," ketusku yang dihadiahi tawa membahana dari bibir berwarna pink mengilat milik Olivia. She's going for fresh look today, her words not mine.

"Gue sudah dengar ceritanya dari Kris dan sumpah ini lawak banget." Olivia tertawa hingga napasnya pendek dan suaranya tercekat. Aku menatap Olivia dengan berang, tetapi itu tidak menghentikan tawanya. "Don't blame me. Lo yang slebor," imbuhnya. Masih juga dengan tawa yang tidak berhenti.

Aku memasukkan satu suapan besar dan mengunyah dengan penuh emosi sambil membayangkan itu adalah kepala Olivia. Euh, ini tidak membantu karena begitu masuk ke dalam mulut, bubur itu meluncur melalui tenggorokan berbarengan dengan rasa gurihnya.

"Gue kira kalau kalian emang serius banget di pernikahan ini, novel yang gue kasih bisa jadi referensi. You know, to set up the mood and everything." Senyum Olivia sangat lebar seperti Joker. Cantik enggak, seram iya. Satu tarikan napas kemudian, seakan membaca ada sesuatu yang tidak beres dariku, Olivia melompat dari menggoda ke ekspresi serius. "Atau ini kayak pernikahan yang di novel-novel itu? Ada jangka waktu dan sebagainya."

"Gue berharap kayak gitu, sih. Tapi Jesse 100 persen serius. Gue juga harus tanggung jawab sama keputusan yang gue ambil," kataku enggan. Ucapan Jesse sebelum pindah ke rumahnya masih menempel di kepalaku. Mengenai pilihan dan konsekuensinya.

"Tapi lo berat karena masih cinta sama Bram? Dan karena itu lo menghindar buat datang ke panti selama ini?"

Yep, she goes straight for a kill.

Aku menimbang seberapa banyak yang dapat aku ceritakan lebih jauh kepada Olivia. Aku dibatasi dengan perjanjianku bersama Jesse.

"Beberapa minggu kan nggak cukup buat lupain orang yang nemenin lo selama ini." Atau bahkan tahun, lanjutku dalam hati. Menurutku memang ada beberapa orang yang tidak akan dapat kamu lupakan meskipun waktu mengikis memorimu. Ada sesuatu mengenai orang itu yang akan terpatri terus di dalam ingatan. Entah itu karena bagaimana kamu tumbuh lebih baik ketika bersamanya, atau bagaimana kamu mendapatkan luka darinya. Dalam hal ini, Bram adalah bagian yang pertama dan aku adalah yang kedua bagi cowok itu. 

30/8/22

Apdeeet lagi kapan nii? Hari rabu atau minggu tgl 11/9/22? Share, komen, dan pencet bintang biar banyak yang baca dan cepet apdet 😁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro