
THIO - Jess & Tatonya 8.2
Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.
Thank you :)
🌟
"Lebih tepatnya lo mau tahu gimana merananya hidup orang supaya lo merasa lebih baik sama diri sendiri," sindir Kristina dan langsung disetujui oleh Olivia tanpa tahu malu.
"Oh itu pasti. Lo kan tahu apa yang ditunjukkin di media sosial itu cuma yang baik-baik aja. Banyak hal negatif yang orang-orang merasa nggak perlu diketahui sama orang lain. Semakin mereka tampak baik-baik aja dan bahagia, semakin yakin gue kalau ada yang salah di hidup mereka."
Kristina menggelengkan kepalanya, "Gue perlu belah kepala lo terus lihat isi otak lo yang gue yakini berwarna hitam."
Olivia mengabaikan sindiran Kristina dan membuka ponselnya ketika teringat sesuatu. Jari telunjuknya dengan kecepatan penuh bergulir di atas layar ponsel dan berhenti dengan teriakan "Aha!" lalu menunjukkan ponselnya ke arahku. "Ini kan suami lo?"
Mataku menelusuri layar ponsel Olivia. Dua wajah yang ada di sana membuat suara di kepalaku teredam sunyi. Andini tersenyum lebar, satu tangannya ada di depan menandakan kalau ia yang mengambil gambar. Wajahnya yang tertutup kacamata hitam tidak mengaburkan kebahagiaan yang menguar dari tubuh langsing dengan lengan yang melingkar di perut telanjang. Andini mengenakan two piece bikin berwarna merah di kulitnya yang putih serta lengan Jesse yang berwarna tembaga dengan tinta hitam. Mereka terlihat kontras. Mataku lalu beralih ke cowok di belakang yang hanya menampilkan senyum simpul.
Tubuh bagian atas Jesse polos sehingga aku dapat melihat sedikit bahu yang tidak ditutupi oleh tubuh Andini. Ada tinta hitamnya juga.
Mereka terlihat seperti pasangan yang sangat bahagia.
Kenapa Andini bisa mengambil keputusan seperti sekarang masih menjadi misteri bagiku. Jesse yang tampak akan menjungkir balikkan dunia untuk mencari Andini di hari pernikahan pun tidak muncul lagi. Seolah-olah Andini adalah masa lalu yang dapat dibuang begitu saja dan melanjutkan hidupnya. Apa memang semudah itu? Aku sedikit berharap kalau Jesse akan mencari Andini hingga ujung dunia dan mereka kembali bersama ketika bertemu. Jesse yang bahkan tidak ambil pikir untuk menolak kemungkinan Andini kembali terlihat tidak masuk akal bagi kepalaku.
Meskipun beda kasus dan aku yang menyakiti Bram, jauh di lubuk hatiku, aku masih ingin jika Bram berusaha mencariku. Mengatakan untuk menungguku biarpun aku tidak pantas mendapatkannya. Sisi egoisku masih ingin bersama Bram.
"Woy! Ini bener kan suami lo?" Olivia melambai-lambai di depan wajahku hingga aku sedikit tersentak dan pikiranku yang mengawang kembali ke fokus pembicaraan kami.
"Iya. Itu dia," jawabku.
Olivia secepat kilat mengembalikan ponsel ke depan wajahnya sendiri lalu menggunakan jari telunjuk dan ibu jari di atas layar dengan alis yang berkerut ke tengah. "Ini ... ganteng, sih. Seksi juga." Kemudian ponsel itu berpindah ke Kristina yang kini ikut mengerutkan alis.
"Andini masih simpan foto sama mantannya di medsos?"
"Kalau dihapus warnanya jadi beda, dong. Nggak estetik lagi." Olivia menjawab pertanyaan Kristina. "Ada beberapa foto cowok juga di IG-nya. Mantannya juga mungkin."
Di tengah kekepoan kami semua satu tangan menyapa punggungku dan membuat tubuhku tersentak maju ke depan dan otomatis menoleh hanya untuk mendapati objek yang sedang kami gosipi tengah berdiri di sisi tubuhku dengan pakaian kerjanya yang terdiri dari satu warna. Dan kali ini Jesse menggunakan spektrum warna biru.
"Sayang," panggil Jesse.
Aku hampir muntah ketika mendapati matanya memberikan isyarat dengan lirikan ke bagian kiri café. Aku sedikit melihat dan melihat beberapa orang yang duduk di meja yang tidak jauh dari kami dan meyakini kalau itu adalah teman-teman Jesse. Umpatan pelan lolos dari kedua bibirku. Sadar kalau kini aku menjalankan peran nomor tiga yang paling menyebalkan itu. Kepalaku mendongak hanya untuk melihat ke arah mata dari cowok itu.
"Ada apa?" kataku judes dan satu elusan ibu jari kemudian disusul dengan cubitan kecil di punggung mengingatkanku mengenai perjanjian kami. Aku menghela napas panjang dan memaksa kedua sudut pipiku tertarik. Civil Ali, civil. Aku harus mengingatkan diriku berkali-kali sebelum membuka mulut. "Kamu bukannya kerja?" Kata kamu yang aku tunjukkan pada Jesse membuat gas di dalam perutku naik dan memaksa sesuatu hampir keluar dari kerongkongan. Sungguh buruk rasanya.
"Ini jam istirahat. Kalau kamu mampir ke sekitar kantorku, bisa whatsapp biar aku susul."
Sampai mati juga aku nggak mau disusul sama dia, gerutuku. Sudut pipiku berkedut pegal menahan senyuman yang terus muncul di bibir. Aku mencatat dalam kepala kalau café ini tidak akan aku datangi lagi. Kemudian dehaman terdengar dari depanku, mencuri perhatian kami berdua.
"Oh, hai. Teman-temannya Aliyah?" Jesse mengulurkan tangan ke Olivia dan Kristiana yang bergantian menyebut nama mereka dengan lirikan penuh arti ke arahku. Oh my God, aku melewatkan isi perjanjian kami karena teringat kalau Jesse tidak mau ada yang tahu mengenai hubungan kami yang tidak baik-baik saja. Aku harus menjelaskan apa setelah ini?
Setelah bertukar basa-basi dengan mereka, dengan tangan yang masih menempel di punggungku, Jesse kembali menatapku. "Aku balik ke kantor, ya? Kabarin aku kalau sudah pulang dan sampai ketemu di rumah." Setelah mengatakannya, tiba-tiba saja tubuh cowok itu membungkuk dan sebelum aku sadar apa yang akan dilakukannya, bibir Jesse menempel di ujung hidungku, memberikan kecupan singkat lalu elusan kepala dengan mata yang tidak lepas dari milikku kemudian tubuhnya kembali tegap dan melambai ke arah kami bertiga.
3/8/22
Ali yang dipanggil Sayang & dikecup hidungnya sama Jessica, kok aku yang senyam-senyum sendiri wkwkw
Kapan lagi nih apdet? Komen yaa, kalau dikit ketemu lagi mingdep. kepalaku masih fuzzy, susah fokus. Ada yang sama nggak ya setelah covid jadi susah fokus dan skip parah 😅
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro