The Honeymoon Is Over - Rahasia Ali & Jesse 24.1
Jangan lupa vote, komen, share cerita ini dan follow akun WP ini + IG @akudadodado.
Thank you :)
🌟
Mataku tidak bisa berkedip barang sedetik pun semalam. Mau tubuhku selelah apa, tapi otakku masih bekerja keras memikirkan Jesse semalaman dan akibat dari ciumannya di hidungku. Itu jelas bukan ciuman pertama yang dilakukannya, tapi jantungku asyik ajojing lengkap dengan bola disko di otak setelah bibir Jesse menempel di permukaan kulitku semalam. Dan itu hanya ciuman ringan di hidung!
Kami pernah berpelukan semalaman, meskipun beda konteks, tapi aku tidak pernah sesibuk ini memikirkannya. Maksudku, aku justru merasa jauh lebih ... aman? Aku merasa seperti seseorang memberikanku selimut yang nyaman saat aku kedinginan. Atau menjadi pelindung saat seseorang atau sesuatu akan mencelakaiku. Entah, tapi aku tidak sibuk merasakan balon yang meledak di perutku, atau bergerak-gerak gelisah sepanjang malam.
This one is entirely different.
Aku mengerang. Takut memikirkan suara yang ada di kepalaku sejak semalam. Membisikkan hal yang sudah aku tahu, tapi aku menolak untuk memercayainya. Sekarang, aku juga berusaha keras untuk memfokuskan mataku pada Aries yang tengah menyendoki es krim cokelat, stroberi, dan vanilanya, bukan ke arah kananku, di mana Jesse duduk dengan affogatonya. Satu tangan Jesse berada di punggung kursiku, ujung jari-jarinya kadang menyentuh punggungku dan aku lagi-lagi merasakan sengatan listrik dari sana yang menyambar ke seluruh tubuh.
Tempat es krim yang kami datangi sekarang tidak berada di dalam mol. Tempatnya di ruko-ruko, dengan kursi kayu yang berjejer. Tidak ada pendingin ruangan, hanya kipas yang berputar di langit-langit. Foto-foto es krim menempel di dinding kanan dan kiri. Tidak ada warna meriah seperti kedai es krim terkenal yang banyak di pusat perbelanjaan, krem, cokelat dan hitam dominan mengisi di sini. Tapi tempat ini selalu ramai, karena itu kami memilih untuk datang di jam buka saja, setelah sarapan.
"Aku mau es krim lagi," kata Aries sambil mendorong mangkuknya yang sudah ludes ke arahku.
"Kamu sudah makan enam scoop es krim, Aries." Aku memperingatkan adikku yang hanya merengut. "Besok sekolah. Nanti kalau batuk gimana?"
Tahu kalau tidak akan mendapatkan yang dimau dariku, Aries menoleh ke arah Jesse dengan bola mata besarnya yang berkilat-kilat minta dikasihani. Jesse menelan ludah kasar dengan pandangan yang jatuh ke arahku dan Aries berulang kali. Dia lalu berucap, "She is the boss." Lalu menunjukku dengan sendok es krim yang baru saja keluar dari bibirnya.
Mataku otomatis zoom in ke arah bibir itu. Aku berdeham untuk melonggarkan tenggorokanku dan mengingatkan mataku untuk mengganti objek pemandangan dan hal itu jatuh ke es krimku yang sudah mencair. "Kita bisa pergi makan es krim lagi minggu depan, okay?"
"Minggu depan kayaknya aku nggak bisa," kata Jesse tiba-tiba. Kekecewaan Aries tidak dapat dibendung dan sangat kental di suaranya saat bertanya. Aku bersyukur karena Aries mengalahkan mulutku yang otomatis mau menanyai Jesse.
"Kenapa?"
"Aku pergi keluar kota, tapi minggu depannya kita bisa pergi makan es krim lagi."
Aku fokus memakan es krimku, tapi telingaku terbuka lebar. Kerjaan kantor? Hanya sekedar itu saja aku tidak berani bertanya. Karena aku tidak pernah menanyai Jesse mengenai keberadaannya, dan aku tidak berencana mengubah hal itu. Tapi, aku penasaran dan hal itu menggerogotiku dari dalam tanpa berani aku suarakan. Aku menyendoki es krim agar mulutku kehilangan kesempatan bertanya.
Sepanjang hari, aku tidak bertanya atau menyinggung hal itu. Jesse dan Aries pun tidak menanyakannya. Tapi hal itu justru membuatku tidak dapat menutup mata di malam hari. Aries sudah tidur dua jam yang lalu. Memeluk bantal buluk yang sudah bersamanya sejak baru lahir. Sedangkan mataku masih nyalang menatap langit-langit kamar yang penuh dengan tempelan bintang yang berpendar di gelapnya malam.
Aku mengangkat ponsel, "Jam satu pagi," bisikku pelan. Aku sama sekali tidak mengantuk dan air mineral di gelasku sudah habis. Aku menghela napas, "Harus ambil minum."
Aku turun pelan-pelan dari ranjang Aries dan menyambar gelas di nakas samping tempat tidur. Melirik ke arah tempat tidur sekali lagi sebelum menutup pintu.
Kamar Aries berada di ujung, berhadapan dengan milikku. Aku harus berjalan di lorong yang melewati kamar mandi dan juga kamar milik Andini. Yang omong-omong terdengar suara dari sana saat aku lewat.
Pencuri? Pikirku dengan jantung yang berdetak seperti kresendo. Aku menggigit bibir, sebelum membuka pintu kamar itu perlahan. Sinar dari lampu lorong mengisi kegelapan di kamar Andini hingga aku dapat melihat bayangan besar yang berjongkok di dekat meja rias yang berada di dekat jendela. Aku kenal bayangan itu di luar kepala, tapi ketika dia menoleh, aku hanya dapat menyebut namanya.
"Jesse?"
Cowok itu hanya diam dengan mata yang terbuka lebar. Aku tidak dapat melihat jelas ekspresinya, jadi aku menyalakan lampu yang berada tepat di samping pintu yang sudah kututup. Aku tidak mungkin membiarkannya terbuka dengan risiko orang tuaku melihat keberadaan kami di sini. Tapi di setiap langkah yang aku ambil untuk mendekat, sesuatu menggulung-gulung di dalam perut, membuatku mual serta telapak tanganku yang semakin dingin. Aku mengeratkan peganganku di gelas untuk menyalurkan cemasku yang muncul secara tiba-tiba.
"Kamu ngapain di kamar Andini?" Aku bertanya setelah berhenti tepat lima langkah dari Jesse. Cowok itu kini berdiri dengan satu tangan menyisir rambutnya yang berantakan. Kami berpisah dua jam yang lalu karena Aries sudah terkantuk-kantuk saat menonton Frozen. Dia juga bilang kalau akan tidur, jadi masuk ke dalam kamar.
Gelembung yang semula pecah di perutku kini berhenti tepat di pangkal tenggorokan, menghalangi laju udaraku dan membuat suaraku serak. Aku harus berdeham agar suaraku normal dan kembali mengulang pertanyaan yang sama karena Jesse tidak juga menjawab. "Kamu ngapain di kamar Andini?"
Jesse membuang napas berat dari bibirnya dan bokong cowok itu jatuh ke ranjang Andini. Kedua sikunya berada di paha besar yang dilapisi celana pendek yang hanya menutupi setengahnya. Mata tajam Jesse menatap ke arahku lalu ke jari-jarinya yang terjalin.
Aku masih diam, menunggu Jesse menjawab pertanyaan yang sudah aku suarakan dua kali dan berpuluh-puluh kali merongrong di dalam kepalaku.
"Aku cari clue keberadaan Andini," jawab Jesse dan aku menahan napasku selama beberapa saat. Remasanku mengerat di gelas dan aku hanya mampu menatap balik pada netra gelap milik cowok itu.
31/12/22
Naik naik ke puncak gunung, lalu alinya nyemplung~~~~ wkwkwkw
mari kita akhiri serta awali tahun dengan sebal ke Jesse. Dipersilakan untuk mengumpati. Bisa tebak nggak rahasia Ali apa?
BTW diskon 10.000 di lontara.app terakhir hari ini ya. buat man teman yang mau baca ceritaku yang udah tamat, sila mampir ke sana. Harga tertera di bawah belum diskon. Buat yang mau cerita hotz bisa coba Dishy & Tient a couer, buat yang mau manis-manis bisa Kesempatan Kedua & Home Away From Home. Buat yang mau romcom bisa cek Trap! buat yang mau soal tema mental health bisa cek Beaten Track. Buat yang mau series dengan tokohnya perempuan, single mom, dan seterong bisa cek Zero-Sum Love, Sequential Love, Lover's Dilemma, Cooperative Love, Out Of Wedlock, Chasing Happiness. Buat yang mau cinta masa remaja, CLBK bisa ke Deore, (Dia)fragma, dan Flutters. I personally recommend Zero-Sum Love :)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro