19: Caught
Laut, Isolde 20XX
Keduanya membeku di tempat. Kini penerangan membuat semuanya semakin jelas, di dalam sana terdapat dua manusia yang terikat rantai di kedua kaki. Mereka berkulit gelap seperti Taher dan meringkuk di ujung sel melihat ratu yang hadir.
"Ibu! Ayah!"
Taher menggenggam jeruji besi, tangannya mengepal kuat membuat jeruji besi bergetar. Air matanya berjatuhan sementara Olive mengambil langkah mundur. Ratu hanya memandangi mereka dari atas hingga bawah. "Oh, Tuhan. Ada alasan kenapa penjara tempat terlarang." Ratu merapikan rambut merahnya yang berhamburan. Taher melotot bergegas menghampiri ratu yang segera ditahan Olive.
"Lepaskan orang tuaku!" seru Taher memberontak dari pertahanan Olive. Dia menepis lengan Olive menengadah menatap ratu. Ratu sendiri menguap, menatap bosan meliuk di dalam air, berenang menuju sel-sel lain di mana para tahanan mengambil ancang-ancang mundur. Sudah jelas mereka ketakutan, ditambaha tawa ratu yang meledak menyimpulkan kehororan yang ada.
"Kita harus kembali." Olive menarik lengan Taher yang kembali berontak, lagi-lagi pemuda itu mendekati ratu menangkupkan kedua tangan, memelas, memohon dengan sangat. "Yang Mulia, kumohon lepaskan orang tua hamba." Ratu tertawa sebagai balasan, menutup mulutnya dengan satu tangan.
"Apakah kau tahu kisah duyung dan manusia yang terkenal?"
Taher mengangguk masih berlinang air mata. Olive menepuk-nepuk punggung Taher, gadis kecil itu melirik ke arah ratu dan Taher bergantian. Ada sebuah kisah soal duyung dan manusia yang terkenal. Itu hanya dongeng anak-anak, mitos yang tidak dipercaya, kisah rakyat belaka.
...
Cerita ini berkisah tentang seorang pangeran yang menjadi korban ketika badai membuat kapal yang ditumpanginya karam. Terombang-ambing di lautan dan diselamatkan oleh duyung paling cantik yang pernah ditemui, sang duyung jatuh cinta kepada pangeran pada pandangan pertama. Ini kisah klise yang diketahui semua orang.
Mengetahui mereka berbeda dunia, maka sang duyung mencari bantuan dari penyihir bawah laut yang terkenal, meminta sepasang kaki yang diganti oleh suaranya. Syarat yang diberikan penyihir cukup mudah, bahwa duyung harus membuat pangeran jatuh cinta dalam waktu seminggu, jika tidak maka jiwanya akan ditahan dan dimiliki oleh penyihir.
Menyetujui persyaratan, maka duyung yang dibutakan cinta menukarkan suaranya untuk mendapatkan sepasang kaki. Sayang sekli ini tidak semudh yang duyung kira, karena selama seminggu pangeran tak mengenalnya sebagai penyelamat, hanya gaadis bisu aneh yang tidak paham soal kehidupan manusia.
Tepat di hari terakhir kesempatannya mendapatkan cinta pangeran tak bisa didapatkan, penyihir menggunakan suara sang duyung menjadi wanita cantik, menghipnotis pangeran, keduanya menikah. Sang duyung patah hati, tak terima dengan takdir, membunuh dirinya sendiri dengan sisir menjatuhkan diri ke dalam laut. Akan tetapi apakah duyung tersebut benar-benar mati?
...
"Aku berpikir untuk membebaskan kalian. Kalian hanyalah anak kecil polos tidak bersalah. Tapi, itu tak benar." Tawa ratu menggelegar, dia menjulurkan tangan membuat pusaran kecil berputar-putar kemudian menarik kedua anak yang memberontak. Dengan kasar membuka jeruji besi tempat orang tua Taher berada membanting mereka masuk ke dalam sel.
"Manusia, manusia, tidak pernah dari dulu manusia berubah. Serakah dan selalu melanggar aturan. Bahkan anakkecil seperti kalian."
Ratu menatap rendah, benar tebakan kalian. Bahwa ratu adalah duyung dalam dongeng terkenal, dia membalaskan dendam, ketika pernikahan antara penyihir dan pangeran berlangsung ratu mendatangkan badai untuk menyapu mereka tak bersisa. Membenci manusia dan mengurung mereka dalam sel-sel penjara, menukar hidup para manusia untuk keabadian hidupnya.
"Aku salah jika manusia bisa berubah."
"Kau jahat!"
Olive bangkit setelah terpental masuk dalam sel. Tubuhnya sempoyongan menghampiri ratu, pusaran kecil kembali membuat tubuh Olive terpental. Menjentikkan jari lentera kembali padam membuat gelap gulita. "Selamat tinggal, aku akan mengurus teman-temanmu yang lain. Hahaha!"
Olive melenguh bangkit kembali, kali ini Taher membantunya untuk terduduk mengambang beberapa senti di air. Orang tua Taher ragu-ragu mendekat, memeluk putranya erat. Di dalam gelap orang tua Taher menceritakan segalanya, mereka diselamatkan setelah terombang-ambig di laut dan diundang masuk ke kediaman megah ratu. Mereka dilayani luar biasanya, akan tetapi mereka tak terbuai dan meminta diantar pulang. Ratu yang murka mengurung mereka dalam penjara, menjadikan mereka tumbal senjutnya untuk mencapai keabadian.
"Sudah banyak sekali korban-korban sebelumnya. Kami yang akan menjadi korban selanjutnya. Ratu bukan orang baik."
"Ratu menyembunyikan kebenaran ini dari semua orang termasuk duyug yang lain. Itu mengapa perbatasan menjadi tempat terlarang di mana ratu menemukan manusia-manusia untuk dijadikan tumbal, penjara tempat menyekap para korban, tempat berharga di mana jiwa-jiwa manusia disimpan untuk keabadian."
Taher menghapus air matanya, dia melirik orang tuanya mulai mengatur napas. Benar, pada akhirnya mereka terkurung di sini. "Bagaimana kita bisa ke luar dari tempat ini?" Olive angkat suara, sudah cukup untuk reuni keluarga, Olive tak mau terjebak di dalam sini untuk selamanya. Kedua orang tua Taher menggeleng, tidak ada cara untuk keluar.
"Bukankah pada akhirnya kita memang anak nakal?"
Semua orang langsung menoleh, dari gelapnya sel penjara remang-remang cahaya kebiruan terlihat. Di balik sana terdapat gadis berambut pendek dengan jaket merah, wajah itu menyeringai kecil. Di kedua sisinya terdapat Bing dan Andrew yang ikut membawa lentera berenang ke arah sel. "Ruby!"
"Aku tahu kau tidak akan menyerah mencari orang tuamu." Ruby menatap ke arah sel lain, mereka bising meminta dibebaskan tapi perhatian Ruby tak teralihkan dari kelurga Taher. "Kami melihat kalian keluar dari terumbu karang, jadi kami mengikuti diam-diam. Terbukti prasangkaku tidak salah, ratu bukan orang baik."
Andrew menguap, menggosok matanya meliuk dalan air membawa benda berkilat kecil. "Pelajaran pertama jika terjebak dalam penjara kau harus memiliki benda untuk membentuk kunci, salah satunya penjepit kertas." Andrew menampilkan dua penjepit kertas dari saku celananya, Bing melirik terkejut menunjuk benda kecil itu. "Di- di mana kau- kau mendapatkannya?"
"Pelajaran pertama pangeran, harus siap jika diculik." Andrew memutar bola mata malas, menunjukkan dia sudah terbiasa dengan kondisi saat ini. Sebagai pangeran dia dididik secara khusus jika hal yang tidak diinginkan terjadi, salah satunya penculikan. Kecualikan soal pengkhianatan sang kakak. Dia belum diajari pada tingkat seperti itu. "Kita harus cepat sebelum ratu jelek itu kembai," ujar Ruby melipat kedua tangan di depan dada bersandar pada sel penjara.
Andrew dengan cermat dibantu sorot cahaya lampu biru membuka gembok, secara cermat menggunakan dua penjepit kertas besi dia membukanya satu tangannya berada di sisi kiri menahan kunci gembok untuk tetap dalam posisi, tidak bergeser sedikit pun. Di sisi kanan Andrw memutar kunci gembok, berkali-kali dia gagal memutar hingga akhirnya gembok terlepas, membuka pintu sel.
"Tapi, orang tuaku dirantai." Taher menghampiri Andrew menggenggam tangan pangeran manja tersebut, memohon untuk melepasakan orang tuanya juga. Andrew mendesah, kemudian mengangguk malas, mulai membuka kunci rantai di pergelangan kaki orang tua Taher. Setelah berhasil lepas, mereka saling pandang satu sama lain, tahanan-tahanan lain berteriak riuh berhamburan ikut meminta pertolongan tapi tak digubris. Karena sekarang mereka harus segera kabur dari kerajaan laut.
"Ayo, cepat!" titah Ruby mengomando semua orang untuk keluar dari terumbu karang penjara, mereka berenang ke luar dari area dasar laut menuju bagian atas, mencari daratan untuk singgah dan menghirup udara bebas.
"Kalian tidak akan bisa pergi!" pekik ratu, dia menyadari bahwa kamar anak-anak kosong dan mereka sudah terlepas dari pengawasan. Tangannya terjulur membuat pusaran-pusaran air yang berdatangan menjadikan anak-anak sebagai target mentah. "Apa yang kalian tunggu? Kejar anak-anak itu!" Para penjaga mulai berenang menghunuskan trisula, menyambarkan petir yang dihindari secara cepat.
Mereka melajukan kecepatan berenang, meliuk, menghindari pusaran air dan sambaran petir trisula. Tapi, kekuatan tak imbang. Mereka tak bisa berenang lebih jauh karena mereka pada dasarnya manusia yang terbiasa berjalan. Tidak seperti duyung yang menghabiskan seumur hidupnya unuk berenang.
"Kalian pergilah! Kami akan menahan para duyung!"
Taher menghentikan laju renang, berbalik menatap kedua orang tuanya menggeleng. "Tidak! Kalian harus kembali bersamaku!" Kedua orang tua Taher meggeleng, belum sempat mengucapkan sepatah kata. Petir hendak menyambar Taher, akan tetapi ayahnya menjadikan dirinya sendiri perisai, membuatnya tidak sadarkan diri, terjatuh meuju dasar laut yang langsung dicengkeram ratu.
Taher yang berusaha merangsek maju mengambil tubuh ayahnya ditahan oleh ibunda. Melirik ke arah Ruby dan kawan-kawan memberikan kode agar mereka beranjak pergi dan menarik Taher secara paksa. "Tidak!" Taher berseru, tapi empat temannya tak menggubris terus menariknya menjauh, dengan mata mebola Taher yang masih berbalik ke belakang dan melihat tubuh ayahnya tercabik-cabik oleh ratu.
Ratu berubah menjadi entitas mengerikan, monster setinggi lima meter dengan mulut terbuka seperti taring. Sirip punggung berduri mencuat ke luar, tubuhnya membungkung dengan taring berdarah yang mengunyah ayah Taher hidup-hidup. Sedang rambut merahnya berubah hitam pekat, terurai bagai ular yang melesat mengejar mereka.
"Ibu! Kalian harus menolongnya!"
"Kita akan mati bodoh!" sentak Ruby tidak sabaran. Sudah lama sekali dia menahan diri menghadapi kekeraskepalaan Taher. Yang lain setuju terus menarik Taher menjauh, menghindari rambut hitam yang terjulur mengejar mereka satu persatu. Ibu Taher ikut meliuk, menghindar sebelum rambut itu berhasil menusuk tepat di jantung.
"Tidak!"
Mereka hampir sampai daratan, Ibu Taher untuk terakhir kalinya melambaikan tangan sebelum masuk ke dalam taring-taring, dikunyah oleh entitas kejam. Gemuruh terdengar nyaring, sang monster menggeram, dari celah ekornya dia memunculkan kerang, samar Taher melihat roh transparan berwarna kelabu masuk ke dalamnya.
"Tidak!"
Taher tersentak, merasakan tubuhnya terhempas jatuh ke daratan, lampu sorot kuning dari mercesuar menyinari mereka, menyambut kedatangan di daratan. "Ki- kita selamat." Bing mengambil napas terengah-engah disambung yang lain, Taher mendorong Ruby membuat yang lain tergesa menahannya.
"Kau membiarkan orang tuaku mati!"
Bersambung ....
29 Desember 2023
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro