Bab VII : Proof
Sial, umpat Zach dalam hati. Dia kira setelah keinginannya dikabulkan malam itu dia hanya perlu menjaga kesehatannya dan menyiapkan keperluan untuk dibawa ke ibukota.
Nyatanya, sang ibu sepertinya tidak akan membiarkannya bebas dengan mudah. Alih-alih bersantai dan tinggal menunggu tahun ajaran baru dimulai, Zach justru harus berkutat dengan soal-soal ujian yang menumpuk tinggi.
Beberapa hari menjelang tes ujian masuk semua jenjang pendidikan dimulai, ibunya mengajukan syarat mutlak, Zach harus berusaha untuk diterima di sekolah itu dengan kemampuannya sendiri, tanpa campur tangan siapapun dan tidak boleh berada di atas peringkat 10 besar.
Tidak tanggung-tanggung, sekolah yang keluarganya sepakati adalah Tora Academy, sekolah yang diminati hampir semua orang tua murid di Tora mengingat bagaimana reputasi sekolah tersebut.
Tora Academy merupakan salah satu sekolah internasional di Tora yang terkenal dengan seleksi ketatnya. Peluang penerimaan untuk masuk di kelas senior hanyalah 20% karena 80% sisanya terisi oleh siswa-siswi yang memang sudah mengenyam pendidikan di sana.
Dan peluang itu semakin terlihat mustahil karena pelajar yang ingin masuk ke sana mencapai ribuan dan berasal dari seluruh wilayah Tora. Sepertinya Sybill benar-benar ingin mematahkan semangat anak bungsunya.
Namun, Zach bertekad untuk tidak menyerah begitu saja. Dia tidak akan menyia-nyiakan satu-satunya kesempatan yang mungkin dia dapatkan.
Dan semua usahanya itu membuahkan hasil. Dia tidak tahu ada di urutan berapa namanya, tapi pagi ini Zach, William dan Max sudah berada di dalam minivans yang membawa mereka ke ibukota.
Sepertinya hasilnya cukup bagus karena sang ibu mengijinkannya keluar dari Owlsville, telat dua hari dari jadwal masuk yang seharusnya.
"Yakin tidak ingin membeli sesuatu sebelum masuk asrama? Pakaianmu cukup?" tanya sang kakek yang duduk di sebelahnya.
Zach melihat sekilas ke arah koper besar di tempat duduk paling belakang dan menggeleng yakin. Pakaiannya sudah lebih dari cukup menurutnya. "Goggles saja boleh?"
"Boleh. Kau juga perlu ponsel. Ingin ikut berkeliling atau biar Max saja nanti yang membeli?"
"Aku juga dapat ponsel?" tanya Zach terkejut tanpa bisa menyembunyikan nada antusias dalam suaranya. Kendati selama ini dia selalu mendapatkan hal-hal terbaik, tapi ponsel adalah salah satu barang terlarang untuknya.
Dia hanya bisa menggunakannya sesekali, hasil dari memohon pada sang kakek atau meminjam ponsel Max dan Sam untuk bermain game.
"Tentu saja. Kau akan membutuhkannya nanti jika sudah menjadi siswa. Kau bisa ikut Max untuk memilih tipe yang kau mau nanti."
Zach menghela napas dan menggeleng pelan. Kendati dia sangat bersemangat dengan kebebasannya, tapi jauh di dalam hatinya Zach merasa gugup. Dia benar-benar tidak tahu bagaimana menghadapi keramaian yang sudah sangat jarang dia rasakan itu.
"Belikan apa saja. Yang penting bisa untuk bermain game seperti milik Max. "
Sepanjang perjalanan Zach mengarahkan pandangannya ke luar jendela. Melihat bagaimana bukit-bukit di wilayah Tora bagian timur berganti dengan deretan gedung-gedung tinggi.
Sejujurnya Zach lebih suka berada di Tala, tapi dia juga ingin merasakan bagaimana menjadi remaja normal seperti yang lain. Dienyahkannya perasaan ragu itu jauh-jauh.
Tora Academy ada di pinggiran Melawa, ibukota Negara Tora yang masuk di wilayah utara. Karena Owlsville Court berada di ujung wilayah bagian timur yang berbatasan langsung dengan Itya, butuh waktu hampir setengah hari penuh untuk sampai di Melawa.
Di sisa perjalanannya, Zach justru tertidur dengan nyaman. Dia bahkan tidak tahu kapan Max turun untuk membelikannya selusin goggles dan satu buah ponsel keluaran terbaru yang kini sudah menjadi bagian dari ransel kecilnya.
Beberapa saat berlalu, Zach merasakan tepukan pelan di bahunya. Dia berusaha sekuat tenaga membuka mata yang masih terasa lengket. Ini perjalanan panjang pertamanya sejak tiga tahun lalu. Badannya terasa kaku dan sakit-sakit semua, lelahnya sungguh terasa. Padahal seharusnya dia bisa menikmati pemandangan sepanjang perjalanan. Sayang sekali.
Langit sudah menggelap, lampu-lampu jalan mulai dinyalakan. Tapi alih-alih berhenti di pusat ibukota seperti yang Zach bayangkan, mereka kini berada di depan sebuah gerbang tinggi yang terasa sepi dan dikelilingi pohon-pohon tinggi.
Tidak banyak yang bisa Zach lihat dari posisinya sekarang. Karena walaupun di sepanjang gerbang tinggi itu terdapat beberapa lampu jalan yang menyala, tapi pohon-pohon cemara pensil yang tingginya sudah melebihi gerbang tertanam rapi sejauh mata memandang. Membuat Zach kesulitan menebak apa yang ada di balik gerbang tersebut.
"Kakek yakin kita tidak salah alamat?" tanya Zach akhirnya. Tidak sabar mengakhiri rasa penasarannya.
William mendengkus. "Kau pikir aku sudah tua sampai harus tersesat?"
"Tapi ini tidak terlihat seperti sekolah!"
"Kau diam saja dan lihat. Rapikan pakaian dan rambutmu, kita akan ke ruangan kepala sekolah lebih dulu. Jangan pernah turunkan kaca mobilnya, mengerti?"
Zach hanya mengangguk pelan. Tidak sempat memprotes karena beberapa detik setelahnya dia tertegun saat melihat gerbang tinggi yang menjulang di depannya mulai terbuka, memperlihatkan deretan pohon cemara pensil yang tampak rimbun dan sekarang serupa bayangan-bayangan tinggi gelap.
Tidak ada bangunan untuk penjaga sekolah di dekat gerbang tersebut, membuat Zach yakin ada orang-orang yang sedang melihat mereka dengan monitornya di dalam sana.
Mobil minivans warna hitam itu bergerak perlahan memasuki area sekolah. Deretan cemara pensil masih mendominasi di sekitar mereka.
Tepat di belokan pertama di mana cemara-cemara itu digantikan oleh pohon tabebuya berbunga ungu, Zach akhirnya bisa melihat ujung bangun pertama berbentuk seperti angka delapan yang berdiri megah di depan matanya.
Binar di kedua matanya tak bisa disembunyikan. Bangunan di depannya terlihat sangat luar biasa walau dengan pencahayaan yang terbatas.
Sepertinya mereka datang cukup larut karena hampir semua lampu pada bangunan itu telah dipadamkan. Walau begitu, Zach masih bisa merasakan betapa menakjubkannya bangunan itu.
Setelah tertegun cukup lama, Zach merasakan ketika mobil yang mereka tumpangi bergerak semakin menjauh dari bangunan angka delapan itu. Mobil itu melewati bangunan baru berlantai dua yang panjangnya belum dapat dia perkiraan.
Tepat saat Zach berpikir berapa kira-kira luas sekolah ini yang sebenarnya, mobil mereka berbelok ke kanan melewati deretan cemara pensil yang tidak terlalu tinggi dan menuju bangunan tunggal berbentuk rumah bergaya klasik di depan mereka.
Max membawa mobil yang mereka naiki memasuki garasi yang berada di sisi kanan, membuat mereka langsung menghadap pintu samping bangunan.
Untungnya rumah itu dikelilingi pohon-pohon tinggi membuat mereka tidak khawatir ada yang melihat mereka masuk ke rumah pribadi kepala sekolah di tengah malam begini. Lagipula, siapa juga yang masih membuka mata di tengah malam begini, pikir Zach.
Sesaat setelah mobil itu berhenti, Max keluar dari pintu kemudi dan berganti membuka pintu Zach. Zach yang mendapat perlakuan seperti itu mengucapkan Terima kasih.
Namun, dia masih enggan untuk beranjak. Separuh dirinya bahkan berharap dia masih berada di ruang santainya di Owlsville Court bersama buku-buku novelnya dan setoples cookies buatan Bibi Ann.
"Kita hanya butuh setengah hari berkendara lagi jika kau rindu kamarmu dan berubah pikiran, " ucap William saat melihat Zach sama sekali tidak beranjak. Cucunya gugup, dia tahu. Helaan napas yang dia denger beberapa menit sekali yang membuatnya semakin yakin.
"Nope, " ucap Zach akhirnya setelah sebelumnya menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.
Zach melangkah pelan mengikuti kakeknya yang mulai bergerak menuju pintu samping. Jika sebelumnya dia memikirkan bagaimana nanti berinteraksi dengan siapapun yang ada di dalam sana, kini pikirannya bertambah tentang apakah sopan bertamu pada jam seperti ini.
"Wah, wah, wah... kau masih suka melamun seperti dulu ya. "
Zach yang sedari memasuki ruangan hanya menunduk dan memperhatikan belakang sepatu kakeknya seketika mengangkat kepalanya saat mendengar suara seseorang yang dia kenal.
Matanya membulat lucu melihat pemandangan di depannya yang kelewat mengejutkan. Bahkan, rasa kantuknya benar-benar sudah hilang sempurna saat ini.
"Hi, Little Prince, long time no see. " ucap salah satu dari tiga orang yang saat ini duduk di sofa berbentuk U di depannya.
"Oh, shit!" umpat Zach tanpa sadar.
*******
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro