Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 49

Aaaahhh...dunia nyata gue lagi zuper crazzzyyy...terimakasih sudah nungguin yaa.

***

Sore itu rumah Arsyad lengang. Niko berjalan menuju basement untuk datang karena Arsyad memanggil. Sebagian aktifitas Arsyad berpindah ke tempat ini, karena memang ADS belum selesai di bangun. Rumah Arsyad sendiri letaknya tidak jauh dari ADS dan safe house. Niko masuk ke dalam black room dan sudah ada Ram dan Arsyad di sana. Dahinya mengernyit.

"Assalamualaikum," sapa Arsyad.

"Wa'alaikum salam," jawabnya sambil mendengar Angel juga mengucapkan selamat datang.

"Duduk, Nik," ujar Arsyad.

Mereka duduk area meeting dalam ruangan. Arsyad menatap mereka berdua.

"Gue mau cuti, berlibur panjang."

Niko tersenyum lega karena sebelumnya dia pikir bahwa ada hal buruk lainnya. "Hah, gue pikir apa."

Arsyad tertawa. "Sorry, gue bikin panik?"

Kepala Niko menggeleng. "Jadi, mau kemana?"

"Tuan, adik-adik anda sudah pada sambungan. Anda ingin mulai rapatnya?" ujar Angel.

"Yes, please," jawab Arsyad.

Layar-layar menyala dan memperlihatkan ketiga adik Arsyad yang lain. Mahendra sedang berada di safe house. Hanif Daud sedang berada di MG Hospital, mungkin periksa rutin kehamilan Faya. Lalu Mareno yang berkendara.

"Halo Abaaaang. Tumben kangen sama kita. Disangkain lagi berduaan sama Sabiya," kekeh Mareno konyol.

"Hey dengarkan gue. Gue mau bahas rencana gue untuk cuti panjang, ajak Sabiya ke luar, setelah pernikahan Mahendra. Gue udah pernah bilang ini ke kalian," Arsyad memulai lagi.

"Ternyata beneran. Alhamdulillaaah," Mareno dan Mahendra berujar bersamaan dan itu membuat Hanif, Niko dan Ram tertawa.

"Mau kemana?" tanya Niko.

"Swiss mungkin. Di sana tenang dan sudah disiapkan," jawab Arsyad.

"Curang lo, Bang. Gue nggak boleh babymoon kemarin. Sekarang Tania perutnya makin buncit gue jadi nggak tega," protes Mareno.

"Ya, nanti setelah gue pulang kalian silahkan ambil giliran," timpal Arsyad.

"Telat udahan. Lo pikir mahluk kecil itu mau ditaruh di koper?" Mareno masih kesal.

"Itu namanya rejeki anak soleh, kayak gue. Gue langsung jalan sama Alexa abis gue married," Mahendra tertawa gembira. "Bye-bye, Mareno."

"Tuh kaaan...aaah. Kalian menyebalkan," ekspresi kesal Mareno membuat semua tertawa. "Kalian semua harus pulang waktu Tania melahirkan, awas kalau enggak. Gue nggak mau tegang sendirian."

"Kan ada Bang Hanif," sahut Mahendra.

"Bang Hanif akan repot sama Faya. Pokoknya kalian pulang," Mareno mulai merajuk. "Hen, shelby gue gimana?"

"Heh, dulu gue bilang kalau Bang Arsyad masih hidup hutang gue lunas. Terus lo bilang lo bisa beli sendiri. Mareno Daud, laki-laki dibalik kesuksesan ID Tech dan project chip pintar. Kan situ udah sukses," ledek Mahendra.

"Enak aja lo," balas Mareno.

"Boys, dengarkan dulu," Arsyad menengahi dan duo konyol itu diam.

Niko tambah tertawa melihat tingkah polah adik-adik Arsyad. Sudah lama suasana tidak sesantai ini dan mereka semua ada. Hidup dan sehat.

"Seperti yang gue bilang, selama gue pergi tampuk kepemimpinan ada di tangan Niko dan Ram. Niko akan bertanggung jawab untuk urusan dengan aparat dan kenegaraan. Pastinya dibantu Black Command. Sebentar lagi KTT akan diselenggarakan. Sementara Ram akan pegang divisi umum. Urus client kita yang lain. Bisnis perlindungan untuk para selebriti dan pejabat sedang naik. Ram dan Leo akan urus itu," Arysad menjelaskan.

"Hey, itu karena Alexandra. Pemberitaan penjagaan Alexa dan popularitasnya benar-benar membantu," ujar Mahendra sambil tersenyum bangga.

"Dasar norak," dengkus Mareno.

"Niko dan Ram kalian harus pilih satu orang untuk jadi tangan kanan kalian. Latih dengan baik, jadi kalian nanti juga bisa cuti sejenak," Arsyad melanjutkan. "Kalau kalian sudah punya nama, kita diskusi setelah ini."

Kepala Niko mengangguk setuju, begitu juga Ram. Sebenarnya mereka berdua sudah tahu siapa dari tim mereka yang akan terpilih.

"Hanif..." Arsyad menatap Hanif yang sedari tadi hanya diam, tersenyum dan memperhatikan saja. "Tolong jaga seluruh keluarga. Mama, ayah dan dua begundal nakal ini. Jangan sampai mereka berulah dan bertindak di luar kendali."

"Heey, heeey. We are adult, Bang. Nggak perlu dijaga kayak bayi," Mareno lagi.

"Heh, nggak usah tersinggung kalau emang 'adult'. Abang cuma titip pesan kok. Kenapa jadi sewot? Nggak dapet jatah dari Tania ya?" ledek Mahendra.

"Hhhh...tugas gue paling berat kayaknya. Nik, bantuin gue ngurus dua bocah ini," Hanif menghela nafas sambil memijit kepala mendengar adiknya bertengkar lagi.

"Bagaimana dengan Janice? Apa Janice sudah kembali?" tanya Niko.

"Wah lo ketinggalan berita, Bung. Sibuk kangen-kangenan sih sama Sissy," Mareno mulai meledek.

"Janice sedang urus Edward dan sudah kembali bekerja. Edward sepertinya sudah berdamai dengan Aryo Kusuma," jawab Arsyad.

"Gue dengar lo membiarkan Aryo membeli saham ADS, Syad?" sambung Niko.

"Ya, memang. Nilai saham tidak besar, sebenarnya sama seperti saham lo dan Ram di ADS. Aryo dan kawanannya akan mulai bergabung, Nik. Gue lebih merasa aman kalau Aryo bekerja dekat dengan kita, bukan di luar sana," jelas Arsyad.

"Akan ada divisi baru? Karena gue yakin Aryo nggak akan mau diminta untuk melapor ke gue atau Ram," Niko lagi.

"Ya, gue belum pikirkan tepatnya apa. Tapi divisi itu akan menangani bagian yang terkait dengan kasus-kasus narkoba untuk membantu kepolisian jika mereka butuh informasi, dan juga sebagai penghubung dengan Manggala di luar sana," ujar Arsyad,

"Wow, anak itu punya nyali. Manggala sudah resmi menjabat menggantikan Bapak Besar, Bang?" tanya Mareno.

"Ya, dalam pengawasan Brayuda dan Rajata. Di bawah masih banyak yang menentang, karena itu divisi yang Aryo pegang akan turun tangan ketika Bapak Besar memanggil. Ayah sedang pikirkan agar Aryo dijadikan penghubung para tetua, menggantikan Edward."

"Hah, manusia konyol begitu? Apa ayah yakin, Bang?" Mahendra kali ini.

"Sedang dipertimbangkan. Karena bagaimanapun Janus menetap di luar negeri, terlalu jauh. Bidang yang ayah sabiya kuasai adalah akunting dan seluruh laporan resmi. Bukan di lapangan seperti yang Edward lakukan sebelumnya. Aryo akan dapat dukungan penuh dari Bapak Besar ketika itu diputuskan," jelas Arsyad.

"Ini confidential, tolong jaga kerahasiaannya. Aryo masih belum aktif di ADS tapi gue akan aktifkan menjelang gue pergi," lanjut Arsyad.

"Dan lo meninggalkan satu begundal lagi untuk gue urus, Syad. Ya, Tuhan. Dosa apa kita, Ram?" Niko berkelakar.

"Hah, gue nggak senang soal itu. Aryo terlalu abu-abu buat gue," nada Mareno serius. "Gue masih nggak yakin."

"Bang Arsyad dan Janice yang menjamin Aryo. Kita lihat saja nanti. Entah kenapa feeling gue Aryo nggak akan macam-macam. Bagaimanapun ada darah Daud di dalam tubuhnya," Hanif berkata dan semua orang langsung menatap Hanif heran.

"Bang, ini elo kan?" Mareno berdecak sambil tersenyum konyol. "Gila, ini udah mau end of the world atau gimana. Bang Arsyad tiba-tiba berlibur, seumur hidup gue Arsyad yang gue kenal nggak pernah libur. Inget nggak dulu kita bikin pingsan Abang biar dia mau kita ajak liburan," kekeh Mareno. "Terus sekarang, Bang Hanif yang bawaannya mau nembak mati Aryo, tiba-tiba berdamai begini sama musuh bebuyutannya. Belum lagi Mahendra Daud udah go public. Oh, oh, ditambah lagi Sissy kita yang paling galak mau kawin," tawa Mareno meledak.

Itu membuat mereka tertawa juga.

"Emang kampreet mulut lo, Reen. Reen..." Mahendra tertawa lebar.

"Anyway, kita party gila-gilaan dulu sebelum kembali kerja. Mahendra kita bikinin bachelor party apa? Kerjain Mahen abis-abisan," usul Mareno dengan nada konyol.

"Eh, nggak ada, nggak ada. Nggak mau gue. Nanti lo panggil stripper lagi. Dosa, Ren. Mau punya anak juga, bukannya insyaf lo," timpal Mahendra panik.

"Hey, siapa yang sebut stripper? Naaah yaaa...adik kecil yaaa...pikirannya nakaaal. Alexaaa...kamu dimana Lexaaa. Mahendra mau panggil stripper nih," Mareno berulah lagi.

Ya Tuhan ini tidak akan ada habisnya. Niko tidak membayangkan bagaimana jika Aryo bergabung nanti. Haduh, tobaaat.

"Sudah-sudaaah. Boys, behave," Arsyad menghentikan tawanya. "Pekerjaan kita masih banyak. ADS belum selesai dibangun. Keluarga harus dijaga..."

"...dan istri-istri harus dihamili, Bang. Jangan lupa," potong Mareno dan mereka tertawa lagi.

"Jadi, seluruh jadwal akan dikirimkan. Sekarang kita fokus pada acara Mahendra dan pengamanannya," lanjut Arsyad.

"Oke. Kita pamit ya, Bang," ujar Mahendra.

Kepala Arsyad mengangguk. "Be safe, Boys."

Hanif, Mareno dan Mahendra menyudahi sambungan. Tersisa mereka bertiga di dalam ruangan.

"Nik, apa rencana lo dengan Audra? Apa gue boleh tahu?" tanya Arsyad padanya.

"Menikah sederhana. Hanya keluarga," jawabnya sambil tersenyum.

"Kapan? Gue akan atur jadwal untuk kembali ke sini."

Nafas Niko hirup dalam. "Hmm, biar lo nggak bolak-balik, mendingan lo pergi setelah Tania melahirkan dan gue menikah, Syad. Harusnya bulan depan."

"Oke, gue akan diskusi dengan Sabiya."

"Nik..." Ram tiba-tiba berkata sambil menatapnya.

Oh, Niko tidak suka ini.

"Ram, please. Are you sure? Ini aneh banget, Ram?" Ya, dia sudah tahu tentang hubungan Ram dan adiknya, Nayarana. Tebakannya Ram akan mulai pembicaraan perihal itu padanya sekarang.

Arsyad tertawa. "Hah, sekarang lo paham perasaan gue waktu tahu lo pacaran sama Audra, Nik. Itu aneh kan? Sampai sekarang gue belum biasa bahkan."

"Syad, lo jangan ikutan." Kepalanya menoleh ke Ram lagi.

"Gue serius dengan Naya, Nik," ujar Ram.

"Gue serius ini aneh, Ram."

"Nik, gue benar-benar jatuh cinta..."

"Sh*t, gue bilang ini aneh lo lanjutin lagi." Tubuhnya berdiri lalu berjalan mondar-mandir. Membayangkan betapa bahagia Naya ketika bercerita tentang hubungannya dengan Ram. Ah, sial.

Niko memang mengambil cuti untuk menjauh dari Audra dan beristirahat sejenak beberapa hari lalu. Saat cuti dia memutuskan untuk pulang ke rumah dan memanggil Naya pulang juga. Dia merindukan mama dan adiknya. Saat itu Naya bercerita tentang hubungannya dengan Ram. Hubungan jarak jauh sekalipun Ram terkadang pergi mendatangi Naya dimanapun Naya sedang berada.

"Kalian bahkan sudah satu tahun lebih jalan dan gue nggak tahu. Lo beneran bikin gue marah, Ram," tegasnya pada Ram.

"Karena gue tahu lo akan begini, Nik. Lo panik," Ram juga sudah berdiri dan menatapnya dalam. Jenis tatapan yang seolah bilang bahwa Ram tidak akan mundur lagi.

"Ah, siaaal. Gue tahu apa arti tatapan lo itu. Brengsek lo, Ram," makinya kesal.

Arsyad hanya duduk sambil tersenyum geli melihat kedua sahabatnya bertengkar.

"Lo yakin? Maksud gue, ini Naya, Ram. Adik gue Naya. Lo nggak bisa cari cewek lain?" nadanya mulai tinggi.

"Wow, I don't believe you said that. Hey Nik, apa lo bisa cari cewek lain selain Audra? Are you serious, Nik? You doubt me?" Ram juga mulai emosi.

Mata Niko pejamkan sejenak untuk menahan emosi dan rasa cemas.

"Easy, Nik. Easy," Arsyad sudah berdiri untuk mulai menengahi. "Gimana perasaan Naya, Nik?"

"Itu bagian paling menyebalkannnya, Syad. Naya...hrrghhh."

"She loves me, Nik. Your sister..."

"I know it, Brengsek!" Niko memijit dahi.

Nafas Niko hirup berkali-kali untuk menenangkan diri. "What is your plan, Ram?"

"Apalagi kalau bukan menikah. Tapi hanya setelah Naya siap dan selesai bertugas di luar sana. Gue nggak terburu-buru dan menghargai seluruh keputusannya," jawab Ram yakin.

"Hhhhh..." saliva dia loloskan. "Lo jaga dia dengan hidup lo, Ram. Kalau gue tahu Naya nangis gara-gara lo, lo bukan cuma kehilangan Naya, tapi juga kehilangan sahabat lo," dia menatap mata Ram dalam.

"Saad, kenapa Niko bersikap seolah-olah gue cowok brengsek yang baru dia kenal? Ini benar-benar menyebalkan," dengkus Ram. "Gue nggak mau janji sama lo. Karena gue sudah janji sama Naya."

Ram keluar ruangan dengan ekspresi kesal yang tidak ditutupi. Dia bertolak pinggang juga sama kesal. Satu tangan Arsyad menepuk punggungnya.

"Nik, cuma ada 2 plihan saat situasi seperti ini. Setujui dan percayakan seutuhnya. Karena kita saudara kan, Nik. Saat lo mulai nggak percaya, Ram akan tersinggung dan marah. Mungkin lo juga akan begitu," ujar Arsyad.

"Pilihan ke dua?"

"Jangan setujui dan siap-siap lo akan kehilangan Ram dan Naya." Arsyad menatapnya. "Gue pilih yang pertama untuk Audra dan elo, Nik. Karena anyway, kalau Audra kenapa-kenapa, gue bisa cincang lo nanti."

"Siaaal..." Mereka berdua tertawa saat Arsyad merangkul bahunya.

***

Jalanan ibukota tidak terlalu ramai jadi Audra memilih untuk berkendara sendiri sambil berbincang dengan Abimana dengan headset yang sudah terpasang.

"Bi, we are friend, right?" tanyanya karena Abi sedang sangat gusar perihal kasusnya dengan Rianti yang sudah terbuka.

Abimana terkekeh miris. "Aud, ini benar-benar menyebalkan. Saat kita bareng kamu nggak pernah seperhatian ini. Tiba-tiba setelah semua kacau, kamu manis begini. Hah, it sucks!"

"Ayolah, Bi. Aku dan Mareno hanya mau bantu. Perusahaanmu sedang sulit kondisinya, kami tahu. Tapi kami nggak paham kenapa kamu keras sekali. Aku nggak akan campuri urusanmu dengan Rianti dan Wisnu. Itu urusan internal keluargamu," dia masih membujuk.

"Tapi kamu menawarkan bisnis, right? It is always business. I will need to pay you back later. Always like that. There's no free lunch."

"Hey uang tidak turun dari langit, Bi. For sure you need to payback. With no interest. No good businessman in the world will offer you that. We offered you because we want to help you, sincerely."

Abi tertawa kesal lagi. "That fact makes everything even worse. Your attitude now made me feel like I'm a total looser."

"My God, man with their ego. Hanya kamu yang bisa mengalahkan ego-mu sendiri, Abi. I can't do anything about that. But you can do something. Sebelum semua terlambat," ujarnya hati-hati.

Abimana diam sejenak di sana. "Aku kecewa, Aud." Suara Abi dalam dan berat. "Aku kecewa dengan diriku sendiri."

Nafas dia hela perlahan. Audra paham bahwa situasi Abimana sedang sulit sekali. Kasusnya dengan Rianti yang hamil dan Wisnu adiknya yang mengamuk. Juga perusahaan keluarga mereka yang sedang di ujung tanduk. Belum lagi Tantri Tanadi harus dirawat karena kondisi kesehatannya yang memburuk.

"Arsyad pernah bilang padaku. Yang paling penting bukan kesalahan yang kita buat. Tapi bagaimana cara kita bangun lagi, bangkit berdiri dan memperbaiki segalanya." Audra memberi jeda. "Abi, hubungan pribadi kita memang nggak berhasil. Tapi bukan berarti kalau aku dan kamu nggak bisa saling tolong untuk hal yang lain. Waktu Arsyad kejar Hartono, kalian semua mau ditolong, dibantu. Tolong pikirkan baik-baik, Bi."

Abimana menghela nafas di sana. "Janji padaku satu hal, Aud."

"Apa?"

"Kalau aku setuju dengan penawaranmu, tolong ini hanya diantara kita saja. Aku tidak mau ada berita apapun di luar sana."

"Abi, aku bahkan bisa meminta Mahendra untuk mengalirkan dana menggunakan jalur aman. Anonymous, kalau itu bisa membuatmu lebih tenang. Aku sungguh-sungguh hanya ingin membantu. No hidden agenda," sahutnya.

Mobil dia parkirkan di basement bawah lalu dia ke luar dan berjalan menuju lift.

"Oke, baik. Aku urus semuanya dengan Mahendra kalau begitu."

"Secepatnya oke. Karena pernikahan Mahendra akan berlangsung sebentar lagi," tubuhnya berdiri menunggu lift.

"Aud..."

"Ya?"

"Aku sungguh-sungguh berharap kamu bahagia."

Senyumnya mengembang. "Abi, aku akan berdoa semoga semua masalahmu cepat selesai. This too shall pass, Abi. Stay strong, okey."

"Thank you, Aud. It means a lot."

Sambungan disudahi dan dia sudah berada di dalam lift menuju lantai atas. Ke luar dari lift dia mengangkat ponsel dan menghubungi seseorang lagi. Dalam dua deringan orang itu mengangkat.

"Malam, Aud," suara Niko di sana.

"Bisa bukakan aku pintu?" dia mengetuk dua kali.

"Pintu apa?" Niko balik bertanya.

"Aku di depan pintu apartemenmu. Kamu di sedang di sini kan?" tanyanya.

Diam sejenak dan Audra bisa mendengar suara Niko yang sedang berjalan. Kemudian pintu di hadapannya terbuka. Mempertontonkan tubuh Niko yang hanya dibalut handuk saja dengan rambut setengah basah dan wajah bingung menatapnya. Laki-lakinya baru selesai mandi.

Ponsel dia turunkan lalu dia tersenyum lebar. "Surprise?"

Kepala Niko menggeleng tidak percaya saat dia tanpa basa-basi memeluk tubuh Niko dan mencium pipinya.

"Aud, kenapa ke sini?" erang Niko sambil tertawa kecil berusaha menjauhkan diri.

Mereka sudah berada di dalam apartemen Niko dengan dia yang masih tidak mau melepaskan tubuh liat Niko.

"Kamu nggak ada kabar seharian, aku kan jadi khawatir," tubuhnya menjauh perlahan sekalipun masih membuntuti Niko masuk ke dalam kamar.

"My Lady, tunggu di depan sebentar. Aku mau berpakaian," senyum Niko.

"Kayak aku nggak pernah lihat aja. Kenapa kamu jadi malu-malu?" dia malah duduk di pinggir tempat tidur dan menatap Niko berani. Bagaimana tidak, Niko terlihat sangat...hhhh, seksi.

Nafas Niko tarik panjang masih sambil tersenyum dan menggelengkan kepala. Laki-laki itu mengambil pakaian dari lemari dan masuk lagi ke dalam kamar mandi. Dia tertawa lebar melihat tingkah Niko.

"Are we eighteen, Nik? Jadi begini gaya pacaran kamu?" ledeknya.

Tawa Niko masih ada saat laki-laki itu ke luar dari kamar mandi. "Aku sudah janji pada orangtuamu, Ayyara, dan juga Arsyad untuk menjagamu dengan benar kali ini. Itu yang akan aku lakukan sampai kita resmi nanti."

Tubuh Audra berdiri dan dia melepas blazer yang dia kenakan. Menyisakan blouse tanpa lengan yang berwarna putih tulang dan rok A-line biru.

"Aud, ayolah. Bantu aku."

Sepatu heels Louis Vuitton sudah dia lepas lalu dia berjalan menuju sosok Niko Pratama. Laki-lakinya itu terlihat serba salah, berdiri diam di ujung ruangan. Itu semua membuat dia semakin gemas dan ingin menggoda.

"Please?" ujar Niko benar-benar gugup.

Kedua tangannya sudah melingkar di leher Niko lalu dia berjinjit dan mencium pipi Niko perlahan. Menghidu wangi tubuh yang dia suka. Kemudian dia berpindah ke leher dengan Niko yang masih diam saja. Bibirnya tiba di telinga Niko.

"Kamu lapar?" bisiknya.

Niko terkekeh sambil menggelengkan kepala. "Kamu luar biasa, Aud." Niko merengkuhnya sesaat lalu balas berbisik di telinganya. "Kamu selalu begitu. Do you want me to cook for you?" suara Niko dalam dan berat.

Satu tangan dia turunkan ke dada bidang Niko. Matanya menatap Niko berani saat dia mendekatkan bibirnya ke bibir Niko sendiri. Membiarkan jarak tetap ada satu senti.

Lalu dia berujar, "Yes, please. I'm very hungry. If you know what I mean."

Niko membalas dengan menyentuhkan ujung hidung mereka. "I will cook something hot for you. If you know what I mean."

Senyumnya mengembang lebar saat Niko menggendong tubuhnya lalu membawanya menuju dapur apartemen. Dia duduk di meja peninsula. Niko mulai memasak sambil sesekali mencium pipinya.

***

Ciyeee.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro