Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 27

Audra bangun terengah-engah karena mimpi buruk. Dia bisa merasakan keringat dingin membasahi pakaian tidur satinnya. Sinar matahari masuk dari jendela yang terbuka setengah. Ingatan atas apa yang terjadi semalam di dalam kamarnya ini membuat dia memejamkan mata erat dan memeluk tubuhnya sendiri. Dia tidak pernah merasa begitu takut seperti semalam.

Pintu kamarnya diketuk dua kali lalu sosok itu masuk begitu saja.

"Aud, aku baru dengar. Kamu nggak apa-apa?"

Dia menatap Abimana yang bersetelan jas rapih menatapnya penuh rasa khawatir. Posisi duduk dia perbaiki sambil berdehem untuk menahan air matanya sendiri.

"Aku nggak apa-a..."

Abimana sudah berlutut dan memeluk tubuhnya kuat. "Aku brengsek banget semalam. Maafin aku. Aku benar-benar khawatir."

Entah kenapa dia bisa merasakan ketulusan pada nada dan sikap Abimana. Mungkin karena akhirnya dia tahu bahwa sesungguhnya Abimana hanya laki-laki yang sama terlukanya seperti dia sendiri. Dikhianati oleh wanita yang Abi percaya bertahun-tahun lamanya. Mereka sama-sama terluka dalam. Hingga sikapnya menjadi kaku dan dingin, atau sikap Abimana yang berubah dan selalu bermain-main dengan wanita. Atau mungkin, ini hanya karena dirinya yang sedang rapuh dan takut sekali.

Tangannya melingkar kuat pada pundak Abimana seperti mencari perlindungan yang dia tidak tahu harus kemana. Niko tidak mau bersamanya, para sepupunya sudah memiliki pasangan masing-masing untuk mereka jaga. Air matanya jatuh satu-satu. Ini tidak ada di dalam rencana. Besikap lemah pada laki-laki yang akan dia tinggalkan nanti.

"Kita adalah manusia-manusia yang menyedihkan. Dunia seolah kita genggam, tapi hanya ingin tidur tenang saja sulit sekali," bisiknya disela tangis.

Abimana terkekeh miris lalu mengangguk setuju. Mereka masih berpelukan.

"I feel you," bisik Abimana. "The idea of us getting married is not bad, right?"

"Let's just not discuss that right now, Bi." Dia melonggarkan pelukan.

Abi masih berlutut dekat dengannya dengan dia yang duduk di pinggir tempat tidur. Jari-jari Abimana menghapus air matanya perlahan.

"This is the first time I see you cry. Damn, you're so beautiful," senyum Abimana padanya. "Aku bisa benar-benar jatuh cinta, Od."

Kepala dia miringkan lalu dia berekspresi kesal. "Aku langsung menyesal karena membuat kamu merasa menang."

"Aaah, ada apa dengan kamu dan menang dan kompetisi. Aku bukan Jodi, Od."

"Really?" senyumnya.

Abimana tertawa. "Ya, sedikit. Oke. Siapa yang nggak suka kompetisi. Kita sarapan aja daripada nanti kita mulai saling sindir dan bertengkar lagi."

Abimana menggandeng tangannya lalu keluar kamar yang pintunya masih terbuka lebar. Matanya memandang genggaman tangan itu lalu gambaran tangan Niko yang menggenggam tangannya ada di sana. Kepala dia gelengkan kuat.

"Gimana kondisi Ayyara, Od?" tanya Abi saat mereka berjalan menuju dapur.

"Ayyara dalam perlindungan Arsyad."

"Kenapa kamu masih di sini? Jodi bisa masuk ke sini lagi?" tanya Abi kesal dan heran. "Minta Arsyad memindahkanmu, atau aku akan bilang pada ayahmu agar kamu pindah ke tempatku. Di sini tidak aman, dan ayahmu pasti setuju."

Langkahnya berhenti lalu dia menatap sosok Niko sedang berdiri membereskan laptop di area dapur. Selama beberapa saat dia menahan nafas. Sejak kapan Niko ada di sini? Dia pikir setelah semalam Niko akan pergi.

Abi yang tidak mengerti hanya tersenyum santai pada Niko sambil masih menggandeng tangannya. "Pagi, Nik."

"Sudah siang. Jadi saya ingin keluar. Ada beberapa urusan," Niko menatap Abi dengan wajah datar dan kaku.

"Saya senang kamu balik ke sini dan jaga Audra. Tadi saya hubungi Arsyad dan dia bilang begitu. Tapi mungkin saya akan coba bicara pada ayah Audra agar dia bisa tinggal dengan sa..."

"Saya sudah dengar tadi. Saran saya, sebelum kamu bertanya pada ayahnya, tanyakan dulu pada Audra."

Saliva dia loloskan perlahan.

Niko yang meninggalkanmu, Aud. Kamu sudah memintanya untuk tinggal dan Niko memilih untuk pergi. Tidak ada satu orangpun yang bisa menolakmu, Aud. Jangan jadi cengeng dan jangan menoleh ke belakang lagi.

"Kamu mau?" Abi menoleh padanya.

Niko menatapnya lalu dia menoleh dan tersenyum pada Abimana. "Aku pikirkan, tapi itu bukan ide yang buruk."

"Ayolah, Aud. Anyway kita akan menikah pada akhirnya."

"Sarapan dulu, oke. Kita bicara sambil sarapan." Dia membalas genggaman tangan Abimana dan laki-laki mendekat untuk merangkul bahunya.

Kemudian dia menatap mata Niko Pratama dingin dan datar. Does it hurt, Nik? Does it? It is the same way as I feel now, Nik. You must feel it too.

Rahang Niko mengatup marah. "Saya pamit dulu."

***

Kediaman Arsyad Daud.

"Tugaskan Ram, atau yang lain. Gue banyak kerjaan, Syad," dia menatap Arsyad yang berdiri di pinggir kolam renang. Setelah kejadian di rumah Audra tadi dia tidak bisa menahan emosi dan langsung melaju ke rumah Arsyad.

"Gue akan alihkan sebagian perkerjaan lo yang lain ke Ram, tapi lo tetap harus menjaga Audra. Cuma lo yang dari dulu gue percaya, Nik."

"Gue udah lama nggak jaga orang. Lo tahu gue suka nggak sabar," nadanya makin naik.

"Mareno bilang cuma lo yang bisa jaga Audra dan Ayyara dengan baik. Bahkan akhirnya lo bisa tangkap Evan dan Audra setuju untuk tuntut manusia nggak berguna itu. Evan dipenjara sekarang. Lo tahu berapa tahun gue bujuk Audra untuk lakukan itu? Audra itu keras kepala, Nik. Dan lo bisa berinteraksi dengan Audra dan Ayyara baik-baik saja. Gue lihat Ayyara bagaimana sama lo. Gue nggak ngerti apa alasan lo menolak sekarang saat kemarin dulu lo mau. Ada apa, Nik?"

Nafas dia hirup dalam berkali-kali sambil bertolak pinggang. Kejadian semalam saat Audra dilecehkan membuat dia murka. Lalu pagi ini, Abimana sialan itu datang dan... dia sudah bersumpah serapah dalam hati mengingat bagaimana mereka tertawa dan bergandengan tangan. Oh, dia bahkan melihat lebih dari itu karena saat dia ingin memeriksa kondisi Audra, Abimana datang lalu langsung masuk ke dalam kamar wanita itu, dan tubuhnya langsung kaku menatap apa yang mereka lakukan di dalam kamar. Karena itu dia langsung pergi atau dia bisa menghancurkan sesuatu.

"Easy, Nik. Easy. Ada apa?" Arsyad menyentuh bahunya perlahan yang langsung dia tampik kesal.

"Nik, Audra membutuhkan lo untuk lo jaga. Ayyara bangun tadi pagi dan hal pertama yang dia tanyakan adalah mamanya dan elo, Nik. Gue nggak akan meminta lo untuk jaga Audra sebagai atasan lo. Gue minta tolong sebagai teman lo seperti dulu saat lo setuju untuk diam-diam jaga sepupu gue itu. Apa lo bertengkar dengan Audra pagi ini? Dia habis trauma semalam, Nik. Tolong sedikit bersabar."

Bertengkar? Dia harap dia bisa bertengkar. Bukan diam terpaku saat Abimana menyentuh Audra seperti itu. Tangan dia kepalkan karena dia bisa merasakan jarinya sedikit bergetar. Arsyad melihat itu dan segera tahu bahwa dia butuh pelampiasan.

"Ikut gue." Arsyad berjalan di depannya.

Tubuhnya bergerak mengikuti Arsyad yang berjalan menuju basement rumah besar Arsyad. Mereka tiba di sasana dan Arsyad membuka ikat pinggang dan melonggarkan kemeja putihnya. Dia sendiri sudah mengambil posisi di tengah matras saat Arsyad menghampirinya lalu membungkukkan tubuh untuk memberi hormat sejenak. Kuda-kuda mereka sama kuat. Matanya menatap Arsyad murka. Karena tugas dari Arsyad yang dia mau lakukan tapi tidak bisa. Karena apa yang dia rasa dan tidak bisa dia ucapkan begitu saja. Karena dia yang pergi meninggalkan tapi saat ini rasanya dia ingin berlari kembali, menarik dan membawa Audra agar bisa bersamanya saja.

"Jatuhkan gue, dan lo nggak perlu jaga Audra," ujar Arsyad dengan posisi siap.

"Banyakan ngomong lo."

Mereka mulai menghantam seru. Dia meluapkan seluruh emosi di dada. Fokusnya tidak sempurna karena bayang-bayang Audra. Tapi kemarahan dan emosinya benar-benar sempurna.

***

Audra menatap jam di dinding. Pukul sebelas malam dan Niko belum kembali. Setelah sarapan bersama Abi, laki-laki itu dia minta untuk bekerja saja. Bukan membolos untuk dia yang sebenarnya juga tidak terlalu bernafsu melewati waktu bersama. Apa yang terjadi kemarin masih membuatnya ketakutan. Sekalipun dia tahu dua orang dari tim black command berada di sini menjaganya. Arsyad bilang Jodi menyewa professional untuk menjebol pertahanan rumahnya.

Dia sudah menghubungi Ayyara. Gadisnya itu menangis karena masih dihantui mimpi. Oh, dia akan menjatuhkan satu demi satu usaha Hartono. Jodi akan menerima seluruh ganjarannya dan harus tahu bahwa Jodi berurusan dengan keluarga yang salah.

Sudah cukup menjadi lemah, Aud. Bangun dan lawan. Kamu selalu bisa membereskan semua.

Kemampuannya berbisnis di atas rata-rata. Jadi dia akan mencari cara untuk menyelamatkan Sanggara Buana tanpa harus meminta perlindungan keluarga lain. Dia adalah Daud, dan Daud selalu membereskan masalah sendiri.

Ya, kamu bisa sangat luar biasa masalah itu. Tapi soal Niko? Apa yang kamu bisa lakukan, Aud?

Dadanya berdesir nyeri mengingat penolakan Niko malam itu. Seluruh egonya terusik sehingga memercikkan api kemarahan karena penolakan yang baru pertama kali dia alami. Alasan Niko masuk akal, tapi dia tetap tidak bisa terima. Jadi dia akan membuat Niko merasakan apa yang dia rasakan setiap hari. Cemas saat dia tahu dari Martin bahwa Niko sedang ada dalam misi, mimpi-mimpi tentang mereka yang terus datang karena rindu yang mendesak dalam, emosi karena Niko meninggalkannya sendiri. Niko bahkan tidak mau berusaha dulu, mencoba dulu.

Brengseeek. Tapi kamu tetap cinta dia, Aud. Kamu tetap menunggunya begini. Menyedihkan, kamu benar-benar menyedihkan.

Suara motor Niko di pekarangan membuat dia menoleh ke arah jendela. Air mata dia bersihkan lalu dia duduk bersandar tenang di ruang tengah dan menyalakan TV. Dia mau Niko tahu dia menunggu laki-laki itu, dan dia juga mau Niko tahu bahwa dia adalah calon istri Abimana Tanadi.

Kamu akan menyesal atas apa yang kamu tidak mau usahakan, Nik. Aku akan pastikan itu.

Niko masuk dan terkejut menatapnya. Mungkin tidak menyangka bahwa dia masih belum tidur. Matanya lurus menatap TV namun dia bisa melihat sekilas bahwa ada luka-luka dan lebam biru pada wajah Niko. Jantungnya mulai berantakan dengan seluruh rindu dan cemas pada laki-laki menyebalkan ini.

Tubuh Niko berjalan ingin melewatinya.

"Aku menunggumu, Nik. Ada pekerjaan?" ujarnya datar sambil masih memandang TV.

Langkah Niko berhenti. "Ya. Istirahat, Aud." Niko melangkah lagi menuju dapur.

Dia berdiri lalu mengikuti Niko dari belakang. Menatap punggung kuat laki-laki yang dia rindukan setiap hari tapi juga dia maki dalam hati saat ini. Niko mengambil gelas dan mengisinya dengan air mineral. Koper P3K Mahendra dia ambil dari lemari lalu dia berdiri menatap Niko yang sedang menenggak habis minumannya.

"Duduk. Aku obati. Aku bisa..."

"Nggak perlu. Saya bisa sendi..."

"Aku bilang duduk!! Atau aku tarik kupingmu agar duduk di sini seperti Ayyara."

Ekspresi terkejut Niko tidak bisa laki-laki itu tutupi. Dahi Niko mengernyit sambil menatapnya dalam.

"Kita bukan kekasih, aku paham. Aku ditolak pertama kalinya dalam seumur hidupku. Oke." Dia memberi jeda dan penekanan dalam setiap kalimatnya. "Tapi, bukan berarti kita musuh, benar begitu bukan? Menolak bantuan dari wanita yang khawatir dan menunggumu sedari tadi itu sangat tidak sopan."

"Jadi..." Nafas dia hirup panjang. "...kalau kali ini kamu menolak kebaikanku lagi, kamu resmi aku jadikan musuh. Dan tidak ada seorang pun, yang dengan sengaja menjadikan Audra Daud musuh mereka. Kamu tidak akan suka aku jadi musuhmu, Nik. Percaya saja." Matanya menatap Niko datar. "Jadi tolong duduk, Niko. Tubuhmu luka-luka. Biarkan aku membantu."

Gelas Niko letakkan lalu laki-laki itu duduk di salah satu kursi tinggi. Sekuat hati dia menahan detak jantungnya sendiri lalu bergerak dengan tenang membuka koper dari Mahendra dan mulai mengeluarkan cairan pembersih luka. Niko diam saja saat dia mulai memeriksa luka di wajahnya dengan teliti.

"Apa yang terjadi?"

Niko masih diam. Nafas dia hirup lagi. "Aku sungguh senang jika laki-laki yang aku rindukan setiap hari dan yang sudah menolakku kemarin itu, paling tidak mau bicara padaku saat aku bertanya baik-baik."

"Saya nggak apa-apa," wajah Niko kaku sekali dan dia sangat menikmati membuat Niko serba salah begini.

"Oke, definisi nggak apa-apa buat kamu sangat berbeda denganku." Satu demi satu luka dia bersihkan perlahan.

Beberapa saat mereka diam, dengan Niko yang menatapnya dalam.

"Kamu...nggak apa-apa? Maksudnya soal Jodi." tanya Niko perlahan.

"Aku ketakutan, itu harusnya jelas. Ayyara diancam. Siapapun yang berani menyentuh Ayyara, mereka akan menyesal." Botol antiseptic dia semprotkan perlahan.

Rahang Niko mengeras seperti menahan sesuatu.

"Terimakasih, Nik. Karena sudah datang," ujarnya sambil berhenti sejenak lalu menatap mata laki-laki yang dia suka.

Kepala Niko sedikit menunduk tidak mau memandangnya. "Semua orang datang, bukan hanya saya."

"Ya, tapi hanya kamu yang saya tunggu," jawabnya.

Untuk sesaat Niko diam lagi, kehabisan kata-kata.

"Maaf, saya harus membunuh orang di depan kamu."

"Dimaafkan. Kalau bukan kamu, aku yang akan membunuh manusia bejat itu," dia mulai membersihkan luka-luka yang lain.

"Saya merindukan Ayyara," ujar Niko yang mengalihkan tatapannya karena mereka berdiri dekat sekali.

"Sama. Anak itu selalu menanyakanmu pada Martin. Tidak ada yang melarangmu ke sini, Nik. Silahkan..."

"Apa kamu bisa hentikan, Aud?" tiba-tiba Niko menghentikan tangannya.

"Menghentikan apa?"

"Sikapmu sekarang?"

"Sikapku yang mana?"

"Sikapmu yang seolah-olah tidak peduli dan tidak merasakan apapun," nada Niko mulai tinggi.

"Aku tadi bilang aku merasakan banyak hal, Nik. Aku menunggumu karena cemas, aku juga bilang rindu. Aku peduli karena itu aku sekarang membersihkan lukamu. Jadi aku nggak paham siapa yang berpura-pura di sini."

Niko menggeram marah lalu tangannya ditarik hingga tubuhnya mendekat pada Niko yang memiringkan kepala untuk menciumnya. Dia mendorong sekuat tenaga hingga tubuh Niko menjauh.

"Stop! What are you doing?" teriaknya.

"Kissing you."

"Why?"

Saliva Niko loloskan sambil menatapnya bingung.

"Why do you want to kiss me, Nik? You said goodbye, remember?"

Rahang Niko mengeras lagi kemudian laki-laki itu bertolak pinggang. "Wow, ini salah satu permainan kamu?"

"Permainan? Di bagian mana aku main-main denganmu? Bilang!" timpalnya tegas. "Atau kamu aku mau ingatkan."

"Audra!!"

"Apa?? I said I want you to be with me, and you said goodbye. Sekarang, aku sudah bisa terima itu sekalipun aku masih punya seluruh rasa untuk kamu. Aku menuruti saranmu untuk menikahi Abimana dan menyelamatkan Sanggara Buana. Aku calon istri laki-laki lain, Niko. Dan sekarang? Kamu menciumku tanpa alasan hanya karena aku bersikap sopan dan membantumu? Apa yang kamu mau sebenarnya, Nik?"

"Aku tidak tahu!!" Niko berteriak marah dan meninggalkannya di dapur sendiri.

Sosok Niko sudah pergi saat dia memegang pinggiran meja dapur sambil mengatur nafas. Jantungnya bergemuruh seru, otaknya berputar cepat dan merasa dia sudah melakukan hal yang benar. Dia akan membereskan kekacauan di Sanggara Buana, kemudian dia akan membuat Niko kembali padanya.

***

Sikap Audra benar-benar tidak bisa dipercaya. Bisa-bisanya wanita itu bilang cemas dan rindu. Seolah dua rasa itu adalah jenis rasa biasa saja. Berperilaku seperti mereka hanya mantan kekasih yang sudah saling melupakan.

Tapi Audra belum bisa melupakan lo, Nik. Tadi dia bilang begitu. Yang aneh itu elo. Saat Audra berusaha melangkah maju, lo yang mulai bersikap aneh.

Dia memaki dirinya sendiri yang aneh sekali. Audra memintanya untuk bersama, dia yang menolak itu semua dengan alasan yang menurut dia benar. Kemudian Audra melangkah maju. Insiden kemarin membuat dia tidak bisa meninggalkan Audra. Itu membuat mereka tinggal di tempat yang sama lagi dan seluruh siksaan mulai mendera. Karena Audra jujur pada perasaannya, pada dia, pada Abimana. Oh entah laaah. Ini membingungkan karena yang dia inginkan adalah berlari kembali pada Audra saja.

Itu gila, Nik. Itu ide yang sangat konyol.

Tidurnya tidak tenang, paham benar kamar Audra persis berada di sebelahnya. Apa Audra sudah tidur? Apa mimpi buruk Audra masih datang? Apa wanita itu mulai menyukai Abimana? Cemas? Rindu? Apa benar Audra masih merindukannya? Karena tidak ada yang bisa mengalihkan pikirannya sendiri dari Audra setelah moment mereka di kapal pesiar waktu itu.

Tidur, Nik. Atau lo berubah jadi zombie beneran.

Mata dia paksa untuk menutup erat. Kemudian setelah entah berapa lama, akhirnya dia tertidur juga. Memimpikan Audra.

Keesokkan pagi.

Kepalanya sedikit pusing dan dia terlambat bangun. Matanya menatap jam tangan di atas nakas. Enam tiga puluh. Perlahan tubuhnya bangkit dan duduk di pinggir kasur dengan dua tangan mengusap wajah. Dia berada di rumah Audra. Ya, dia tidak bisa lupa.

Masuk ke kamar mandi, dia menatap wajahnya yang penuh dengan luka karena terkadang dia membiarkan Arsyad memukulnya saat mereka fighting combat kemarin. Berharap pikirannya yang sudah hampir gila bisa sedikit membaik. Atau sakit di hatinya bisa pergi jika tubuhnya luka-luka.

Ada beberapa luka yang sudah diplester rapih oleh Audra. Ajaib, tiba-tiba wanita itu bisa merawat luka. Lalu ingatan akan bagaimana jari-jari panjang Audra menyentuh wajahnya datang. Serta bagaimana wajah cantik Audra berada sangat dekat dengannya. Membuatnya tidak tahan dan malahan berusaha mencium Audra kurang ajar.Cepat-cepat dia membersihkan diri dan berganti pakaian untuk mulai lari pagi. Pekerjaannya banyak sekali hari ini.

Dia sudah berada di pekarangan rumah Audra ketika melihat wanita itu sedang berjalan kaki menuju arahnya. Dengan sport bra putih, legging hitam dan wajah yang penuh peluh.

"Pagi, Nik. Tidur enak?" ujar Audra ringan sambil menenggak minum di dalam botol.

"Masuk, Aud. Kamu tahu ada berapa penjaga laki-laki di sini?" Emosinya mulai naik lagi karena melihat pakaian olahraga Audra yang sangat terbuka dan seksi.

Audra menggendikkan bahu santai lalu melangkah menuju dalam rumah. "Nggak tahu. Itu kan tugas kamu."

Matanya mengawasi wanita ini yang sudah masuk ke dalam rumah. Kemudian dia menggelengkan kepala keras. Setelah empat puluh menit berputar, dia menuju pos depan untuk memeriksa kondisi. Hanya ada Emir di sana dan dua penjaga lain di sana.

"Pagi."

"Pagi, Bang. Lo udah bisa tidur?"

"Udah. Gimana kondisi?"

"Aman. Kemarin waktu Abang nggak ada, gue dan Martin sudah membersihkan rumah." Itu istilah untuk memastikan tidak ada penyadap terpasang. Hanya ada satu di ruang tengah, mungkin dipasang Jodi sebelumnya."

"Good."

"Tapi kamar Nona Besar belum. Karena dia nggak keluar sampai malam."

"Aku menunggumu karena cemas, aku juga bilang rindu." Ingatan tentang kalimat Audra semalam datang.

"Itu nanti gue yang periksa." Dia diam sejenak. "Jam berapa Abimana pergi?"

"Mereka hanya sarapan bareng dan Abimana pulang." Emir diam sejenak. "Kemarin Audra tanya lo dimana. Dan gue bilang gue nggak tahu."

Nafas dia hirup panjang. "Dimana Martin?"

"Oh, Audra ingin berenang jadi meminta Martin untuk periksa kolam. Martin di sana sekarang."

Dadanya mulai berdebar seru. "Berenang?"

"Ya, kata Martin dua kali seminggu Audra akan berenang pagi. Terkadang dengan Ayyara, atau sendiri."

"Tunjukkan CCTV kolam renang."

Emir mengetikkan sesuatu di laptop lalu layar menyala. Layar Emir fokuskan pada CCTV di area kolam renang saja, dan...Hrrgggh...Audraaa.

Audra sedang duduk di pinggir kolam dengan dua kaki masuk dan mengobrol dengan Martin yang berada di dalam kolam. Bukan itu masalahnya, tapi Audra mengenakan bikini berwarna hitam yang talinya diikat ke belakang leher. Martiiiin.

"Emir, kamu balik dan cek kondisi Dado. Biar saya dan Martin di sini."

Lalu dia melangkah cepat setengah berlari menuju kolam renang.

***

Bung Nik panik dan bingung. Para wanita Daud memang luar biasa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro