Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Extra - Part 4

Pindah ya. Judul baru Drive Me Crazy.

***

Ketika Lidya bangun pagi keesokan hari, kakinya yang terkilir sudah dibebat rapih. Desmon. Dia tersenyum mengingat akhirnya semalam mereka melakukan gencatan senjata tanpa diduga. Ya, untuk pertama kali mereka mengobrol seperti layaknya orang biasa. Juga berebut makan mie instant rasa kari seperti anak kecil sambil tertawa. Kuah mie bahkan terlalu banyak hingga terasa sedikit hambar. Tapi tetap saja satu-satunya makanan itu jadi rebutan. Dua kamar di lantai dua bisa ditempati. Jadi Lidya sudah bangun dan berjalan sedikit terpincang ingin menuju ke kamar yang lain untuk membangunkan Desmon. Dia tidak tahu ini pukul berapa.

Di depan pintu kamar Lidya berdiri meragu. Setelah semua galak dan judesnya apa dia mau meneruskan sikap anehnya ini. Kalau tiba-tiba dia mulai baik dan berubah pasti Desmon akan salah sangka. Atau dirinya sendiri sudah salah sangka atas perasaannya? Sukakah dia pada Desmon? Karena dia tidak bisa melupakan Desmon begitu saja. Pertemuan mereka, pertengkaran mereka, lalu kedekatan mereka semalam. Oh, bukan hanya semalam mereka dekat. Sudah lama. Sejak Desmon ditugaskan untuk melindungi Alexandra. Sejak saat itu mereka dekat sekalipun tidak satu pun mau maju dan mengaku.

"Laki-laki, bukan untuk dipelihara, Lid," bisiknya sambil menatap pintu itu saja.

"Kami memang bukan binatang peliharaan." Desmon sudah berdiri di belakang tubuh Lidya dan berbisik di telinganya.

Lidya berjengit kaget dan terlalu cepat membalik tubuh hingga ingin jatuh. Satu tangan Desmon menahan tubuhnya. Nafas Desmon dekat sekali dengan wajah Lidya.

"Selamat pagi," sapa Desmon.

Cepat-cepat Lidya melepaskan diri dengan wajah merah. "Pagi."

Tubuh Desmon berkeringat setelah berolahraga. "Siap-siap sana. Sebentar lagi orang desain interior, arsitek dan yang antar makanan datang. Pakai baju yang benar."

"Gue nggak ada baju lagi, cuma yang kemarin doang," jawab Lidya.

Kamar Desmon buka dan masuk untuk mengambil jas nya. Kemudian dia memberikan jas itu pada Lidya. "Jangan salah sangka, pakai ini. Setelah sampai Jakarta lo bisa pakai apapun yang lo mau lagi."

Kepala Lidya mengangguk perlahan, berbalik dengan jantungnya yang berdebar kencang. Desmon ingin menutup pintu kamar saat Lidya berujar lagi.

"Des..."

"Ya?"

Lidya berdehem sejenak. "Ini bebat di kaki boleh basah nggak?"

Mata Desmon mengarah pada kaki Lidya. "Hmmm, nggak boleh harusnya." Desmon menimbang beberapa saat lalu memutuskan sesuatu. "Sini."

"Kemana?"

Desmon sudah berjalan ke arah sofa. "Gue lepas dulu bebatnya."

Perlahan Lidya berjalan, kakinya terasa nyeri. Karena tidak sabar Desmon mendekati Lidya dan menggendong tubuhnya lalu diturunkan di sofa. Wajah Lidya memerah dan tiba-tiba berekspresi galak.

"Gue bisa jalan sendiri. Nggak usah gendong-gendong," dengkus LIdya.

Dengan hati-hati Desmon mulai membuka bebat kaki Lidya dan memilih untuk abai pada protes Lidya.

"Lo keringetan lagi. Bau tahu," lanjut Lidya. Tahu Desmon cuek saja, dia makin gusar. "Jangan diem aja dong. Nggak seru deh."

Desmon masih diam dan perlahan terus melepas bebat pada kaki Lidya.

"Desmoon..."

Kepala Desmon mendongak setelah berhenti sejenak. Mata Lidya dia tatap. "Saya lebih seneng kita ramai karena ketawa atau rebutan mie kayak semalam. Bukan berantem. Jadi sekarang kalau kamu mulai menyulut pertengkaran, saya akan diam."

Saliva Lidya loloskan, tidak menyangka balasan sikap Desmon.

"I will respect you, the way that you should be respected." Tangan Desmon menggulung bebat yang sudah lepas. 

Jantung Lidya berdetak berlarian.

Desmon sudah berdiri dan mengulurkan tangan. "Mau saya bantu ke kamar mandi?"

Lidya diam saja ketika Desmon lagi-lagi menggendongnya dan mengantarkannya ke depan pintu kamar mandi. Dia suka seluruh sikap Desmon padanya saat ini. Tidak ada lagi pandangan kesal dan marah, atau mata yang menilai, atau dengkusan sinis dan penghinaan. Desmon bersikap wajar saja. Sekalipun reaksinya sangat tidak wajar.

"Makasih," pintu kamar mandi Lidya tutup perlahan.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro