TG-PTR Ch. 12 : Rooftop
"Oke. Kita lihat apakah kau bisa melakukannya." Seketika Karen berlari dengan pedang yang siap menghunus ke arah Len Xiu. Melihat hal tersebut sekuat tenaga gadis bersurai cokelat terang itu menghindarinya dengan cara berguling ke arah kanan--di mana sarung pedang tersebut berada.
Bagaimanapun caranya aku tak boleh menggunakan kekuatan fisik yang berlebih. Tubuh Mui masih cukup lemah, batin Len Xiu di sela-sela tangannya yang meraih sarung pedang.
"Kau ...," desis Karen tertahan. Wajahnya memerah, rahangnya mengeras, terlihat sekali bahwa gadis tersebut sedang menahan emosi saat ia melihat Len Xiu yang berhasil menghindar. Tanpa jeda sama sekali Karen mulai maju menghunuskan pedangnya pada Len Xiu yang masih dalam posisi setengah jongkok.
Jarak yang terlalu dekat membuat Len Xiu tak dapat menghindar dari ujung pedang Karen, hingga tanpa sadar mengeluarkan satu teknik perlindungan. "Teknik perisai amarah." Sebuah barier tipis muncul seketika di depan tangan kanan Len Xiu yang tengah memegang sarung pedang.
"Sialan!" dengkus Len Xiu. Percikan energi spiritual berwarna ungu yang digunakan Len Xiu terlihat dengan jelas oleh kedua matanya, meskipun sebaliknya untuk manusia biasa. Len Xiu yang tersadar segera menarik kembail energi spiritualnya, kemudian memberi tekanan untuk mendorong pedang Karen supaya menjauh.
Sejujurnya, menyebalkan bila mengulur waktu hanya untuk melawan manusia biasa. Padahal, bisa saja aku membunuhnya dengan sekali jentikan jari, tetapi ... bukankah itu tidak akan menyenangkan? batin Len Xiu. Lagi-lagi gadis tersebut tersenyum senang dengan apa yang sedang terjadi. Hal itu sukses membuat para siswi yang berada di sana heran. Ada juga yang merinding ketakutan saat melihat sesuatu yang tak pernah mereka lihat sebelumnya.
Mui si gadis yang selalu ditindas itu tersenyum senang? Oh, itu terlalu menyeramkan. Pasalnya gadis tersebut sekalipun tak pernah tersenyum aneh seperti beberapa menit yang lalu. "Haah ...," embusan napas kasar terdengar dari arah Len Xiu. "Lupakan saja, setelah dipikir lagi ternyata tidak seru. Gedung sekolahnya juga bisa saja hancur," gumam Len Xiu.
Ia membenarkan posisi berdirinya seraya merapikan sedikit seragam yang terlipat. "Kau benar-benar ingin membunuhku, ya?" tanya Len Xiu dengan langkah santai ke arah Karen yang tengah bersiap.
Tangan kanan Karen yang memegang pedang dikibaskan seakan pedang tersebut telah berlumur darah, kemudian diayunkan ke arah Len Xiu sekuat tenaga. Len Xiu memutar bola matanya dengan malas seraya menangkis menggunakan sarung pedang yang telah disalurkan sedikit energi spiritual ke dalamnya.
Kaki kiri yang tidak menjadi tumpuan utamanya segera menendang kuat perut Karen hingga mundur terpental ke belakang cukup jauh. Setelahnya Len Xiu meringis pelan merasakan sedikit nyeri di kaki kirinya. Apa ini terlalu kencang ya? batinnya seraya menurunkan kakinya kembali ke lantai.
"Hoaak!" Semburan darah segar keluar dari mulut Karen. Satu pembalasan untuk penindasan Mui kemarin pagi, pikir Len Xiu. Dalam diam Len Xiu berjalan mendekat ke arah Karen.
"Brengsek kau Mui!" geram Karen, matanya menatap Len Xiu penuh kebencian.
Gadis bersuari cokelat terang itu terdiam dan hanya memperhatikan setiap gerak-gerik Karen yang terasa membosankan. Cara bertarung yang sama seperti sebelumnya. Menerjang dengan begitu banyak celah.
"Kau ingin bertarung melawanku dengan teknik seperti itu?" tanya Len Xiu malas. Ia segera merunduk untuk menghindari ayunan pedang Karen, kemudian dengan gerakan cepat memukul bagian perut gadis tersebut cukup keras. Namun, tetap saja hanya sebatas kekuatan dasar Len Xiu.
"Ini untuk perutku yang lebam," ucap Len Xiu tanpa ekspresi apapun. Cukup menyenangkan juga, pikirnya.
"ARGH!" erang Karen penuh kesakitan, hingga ia membungkukkan tubuh. Melihat adanya celah terbuka, Len Xiu tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Secepat kilat tubuhnya berpindah posisi, kemudian memukul keras bagian punggung Karen. "Ini untuk tulang punggungku yang hampir patah," ucap Len Xiu.
Pedang yang berada digenggaman Karen langsung terpental. Saat Karen menaikkan sedikit posisi tubuhnya untuk menahan sakit, tiba-tiba saja Len Xiu kembali berpindah tempat. Dalam posisi setengah jongkok, Len Xiu memukul betis Karen dengan santainya. "Dan ini ... untuk betisku yang kau injak kemarin." Lagi Len Xiu berhasil membalaskan dendam Mui satu-persatu.
"Ugh!" Karen jatuh berlutut di tempatnya, sedangkan Len Xiu segera melompat mundur untuk tetap menjaga jarak dari Karen. Tepat berada beberapa meter di belakangnya, bawahan Karen dan geng Dragon terlihat mematung dengan ekspresi terkejut.
"Hoaak!" Entah sudah berapa kali Karen memuntahkan darah segar hingga bercucuran terkena bajunya dan lantai rooftop. Haru yang melihat bahwa ketua mereka mengalami kondisi yang cukup serius segera berlari mendekat seraya berteriak kencang, "Karen!"
Namun, Len Xiu tak menggubris apa yang Haru teriakkan itu walaupun sejujurnya amat mengganggu pendengaran. Kini Len Xiu terlihat serius berbicara pada lawannya. "Di awal pertarungan, kau bilang mengizinkanku untuk melakukan tiga hal tersebut jika aku mampu, 'kan?" Netra cokelat itu menatap tajam pada Karen yang tengah menunduk dengan darah yang berceceran, "maka aku akan berbaik hari membunuhmu dengan cara yang tak akan merasakan sakit sama sekali," lanjut Len Xiu, wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun.
Len Xiu yang tahu bahwa Haru tengah mendekat ke arahnya segera mengangkat tangan kanan yang sedang menggenggam sarung pedang ke udara. Lurus ke arah kanan membentang untuk menghalau mereka yang terdengar berlari dari arah kanan di belakang sana. Seakan Len Xiu tengah memberikan isyarat bahwa mereka tak akan dapat membantunya.
Walaupun Len Xiu telah memberikan isyarat, tetapi Haru menghiraukannya begitu saja dan memilih terus mendekat. "Karen! Kau baik-baik saja?" Suara Haru yang terdengar dari arah belakang sana begitu kencang hingga membuat Len Xiu mengernyit tak suka. "Bocah sialan!" murka Len Xiu.
"Cepat tolong Karen!" lanjut Haru tanpa takut. Len Xiu yang merasa tak digubris sama sekali pada akhirnya mulai bertindak. Dengan posisi membelakangi mereka semua Len Xiu mengayunkan pedangnya ke arah belakang tubuh, setelahnya sebuah barier tak kasatmata berwarna ungu muncul dengan cepat.
Haru yang tak dapat melihat barier tersebut menabraknya dengan keras hingga jatuh kebelakang. Ringisan kesakitanpun terdengar cukup kencang membuat Len Xiu kembali mengernyit menahan suara yang masuk ke dalam pendengarannya. Setelah urusanku dengan Karen selesai, aku juga akan membunuhmu, batin Len Xiu.
Len Xiu kembali terfokus pada apa yang tadi dilakukannya. Merusak fisik dan psikologis milik Mui itu bukanlah sesuatu yang bisa dikatakan sepele. Bahkan Mui sudah beberapa kali mencoba untuk bunuh diri. Ini masalah serius. Pembalasan pada Sharnon dan keluarga paman Gekkou juga belum kulakukan dengan sempurna, yang semalam itu hanya sebagai peringatan saja, pikir Len Xiu lagi.
Haru yang tadi sempat terjatuh kini sudah berdiri dengan sempurna, ia meraba-raba udara kosong yang ada di hadapannya. Barier tak kasatmata itu masih ada di sana dan Haru bisa merasakan seperti adanya dinding keras di depan. "Apa ini?" tanya Haru bingung, ia terus meraba-raba barier tersebut hingga berjalan ke kanan dan kiri berharap ada celah yang bisa dilewatinya.
"KAREN!" teriak Haru, "KAREN! Ada yang aneh di sini!" lanjutnya berteriak memberitahu ketua gengnya bahwa ia menemukan sesuatu yang janggal, "aku tak bisa lewat!" Lagi, entah itu sudah yang keberapa kalinya Haru berteriak-teriak hingga membuat Len Xiu geram. Pendengaran Len Xiu yang terlalu sensitif membuatnya dapat mendengar suara sekecil apapun, maka dari itu ketika ada suara kencang tentu saja akan sangat mengganggunya.
Ini menyebalkan. Sungguh, tapi ... kalau mereka kubunuh nanti aku jadi tak punya mainan lagi, 'kan? Sangat disayangkan kalau mereka mati semua ditanganku, batin Len Xiu. Setelah berpikir beberapa waktu akhirnya Len Xiu mengabil keputusan. "Baiklah," gumamnya dengan sebelah sudut bibir terangkat, menampilkan senyum miring yang begitu asing.
"Tutup mulut kalian dan diam di sana! Maju selangkah kau akan menerima konsekuensinya," ucap Len Xiu memberikan peringatan singkat yang sangat jelas dengan nada rendah. Wajahnya kini kembali datar tanpa ekspresi. Sepasang netra cokelatnya menatap lurus pada Karen yang terengah-engah seraya menahan sakit.
Ayo kita lakukan! batin Len Xiu.
.
.
Bersambung.
Naskah :
Jakarta, 01 Agustus 2020.
Publish :
Jakarta, 02 September 2020.
Edit:
Tangerang Selatan, 09 September 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro