TG-PTR Ch. 09 : Mereka Lagi
Semua mata tertuju pada sekumpulan siswi yang berjalan masuk ke dalam kelas. Siswi dengan surai sepinggang berwarna merah itu terduduk di salah satu kursi seraya mengunyah permen karet. Rahangnya terlihat mengeras, begitu pun wajahnya yang sedikit memerah menahan emosi.
"Di mana dia?" tanyanya bernada tinggi. Gadis berambut merah itu terlihat marah. Suasana kelas yang semula ramai seketika hening. Tak ada satu pun di antara mereka yang berani untuk berbicara. Berurusan dengan geng Queen adalah malapetaka. Sungguh pilihan terburuk jika terlibat di dalamnya.
"Mui sialan itu ... ternyata sudah berani tidak menampakkan diri," gumam siswi yang merupakan ketua dari geng tersebut.
"Oneesan[2], sepertinya dia enggak datang karena enggak kuat jalan," bisik siswi lain dengan dalaman kaos berwarna hitam yang ditindih seragam kemeja tak terkancing. Surai hitam sebahunya terlihat lurus tertata rapi.
"Ah ... kau benar, atau ... mungkin saja sekarang dia sudah mati?" Netra hitam milik gadis bersurai merah yang dipanggil oneesan itu tertuju lurus ke arah luar jendela, menatap langit yang begitu cerah di pagi hari. Kau mati ataupun hidup aku takkan peduli, Katsumi Mui. Gadis bodoh itu hanyalah sebuah mainan, batin gadis tersebut.
"Biarkan saja. Paling dia sedang berdo'a untuk pemakamannya sendiri," ucapnya lagi dengan sarkas yang langsung disambut gelak tawa beberapa anggota lain.
"Sungguh lucu sekali, Oneesan."
"Jika besok ia datang berarti itu adalah hantunya."
"Mungkin saja kita bisa bermain juga dengan hantunya itu. Sepertinya seru juga, 'kan?" Lagi, tak hanya itu saja, kalimat-kalimat yang berharap Mui mati terus saja terdengar. Kumpulan gadis itu terlihat begitu bahagia di atas penderitaan orang lain.
Ruang kelas yang kini hanya di isi suara gelak tawa mereka membuat siswa ataupun siswi lainnya tak ada yang berani untuk berbicara. Hingga tiba-tiba saja gadis bersurai cokelat terang hampir seperti blonde sepinggang datang dari arah pintu belakang kelas. Netra cokelatnya yang terlihat indah menatap seisi kelas malas. Ia mencoba mencari ingatan pemilik asli tubuh tersebut seraya berajalan pelan.
Sebisa mungkin aku harus menghindar untuk bertatapan dengan mereka semua, tapi ... sial itu mustahil, pikir gadis tersebut sesaat melihat ada sekelompok siswi yang tengah menatap tajam ke arahnya. Muncul masalah lagi, batinnya.
"Hantunya bahkan datang lebih cepat dari yang kuduga. Sudah mulai memberontak, Mui-chan?" Gadis bersurai merah itu menatap Mui dengan malas seraya membuka kemasan lolipop berwarna putih.
Beberapa bisik-bisik pun mulai terdengar, ada yang terlihat tidak peduli dengan apa yang terjadi, ada pula yang tengah menatap dengan tatapan tak suka ke arah Len Xiu. Meskipun begitu, Len Xiu yang telah merasuki tubuh Mui pun lebih bersikap tidak peduli dengan sekitar yang amat menentang kehadirannya tersebut.
Dengan santainya Len Xiu melangkah ke tempat yang biasa Mui duduki. Meskipun berada di tengah-tengah geng tersebut, tetapi Len Xiu bersikap biasa saja seakan tak pernah mendengar ucapan barusan. Di sisi lain, melihat sikap Len Xiu yang diam saja dan tak mengatakan apapun membuat semua mata mulai terfokus padanya. Kejadian langka yang membuat semuanya tercengang.
Tepat ketika Len Xiu sampai di sebelah kursi dan ingin mendudukinya, Ketua geng Queen yang bernama Karen Tsukasa sengaja menendang kursi yang ingin diduduki Len Xiu hingga ditangkap oleh salah satu anggota geng Queen yang duduk di sebelah kiri Len Xiu.
Kedua tangannya memegang pinggiran meja dengan tatapan tertuju lurus pada meja berwarna cokelat muda tersebut. "Aku bahkan sudah menghiraukannya, tapi masih tetap saja ya ...," gumam Len Xiu seraya berdiri kembali karena belum sempat menaruh bokongnya di kursi tersebut. Kepalanya tertunduk merasa malas dengan kejadian barusan.
"Tak suka?" tanya Karen dengan ekspresi mengejek dari sebelah kanan Len Xiu. Begitupun dengan beberapa anggota lain yang duduk mengelilingi. Suasana disekitarnya pun mulai terasa tak nyaman untuk Len Xiu.
"Aku memang tak bisa berakting lemah seperti Mui, tetapi ... jika kau suruh aku untuk menghindar atau menyerang, itu adalah keahlianku," gumam Len Xiu lagi seraya menampilkan sebuah senyum miring di balik wajahnya yang tertunduk. Seketika itu juga kaca jendela yang berada di ruang kelas itu pecah semua bersamaan dengan Len Xiu yang mengangkat wajahnya. Salah satu sudut bibirnya terangkat pelan, menampilkan senyum miring yang terlihat puas.
Kejadian tersebut berlalu begitu saja, dan kini hari telah berganti. Saat itu adalah hari ke dua Len Xiu berangkat ke sekolah, tetapi pada bagian tertentu ditubuhnya masih terbalut perban seperti di bagian leher, kedua lengan, pergelangan kaki kiri, juga plester di pipi atas sebelah kiri. Walaupun begitu, Len Xiu tetap tak patah semangat. Ia malah terlihat sangat antusias untuk bersekolah.
Meskipun manusia sialan itu sangat mengganggu, tapi aku suka dengan pelajaran yang ada di sini, batin Len Xiu seraya terus melangkahkan kakinya.
"Benar, aku tak akan tersasar lagi ... 'kan?" tanya Len Xiu sedikit ragu. Gadis itu berdiri mematung seraya menatap papan besar di atas batu yang berada 2 meter di hadapannya. Di sana terdapat tulisan timbul.
"Hiraishe ," gumam Len Xiu yang tanpa sadar langsung tertawa membayangkan betapa bodohnya ia kemarin. Berdiri di depan batu tersebut dengan tampang bingung serta kepala yang menengok ke kanan dan kiri untuk melihat keadaan sekitar. "Kenapa aku bodoh sekali? Tidak ada yang lucu, untuk apa di tertawakan," ucapnya ketika menyadari apa yang sedang dilakukannya saat itu.
Len Xiu terdiam sesaat kemudian melangkahkan kakinya menuju pintu utama gedung sekolah. Entah sudah berapa kali ia mendapatkan tatapan yang mebuatnya merasa tak nyaman. Kasihan? Tak suka? Merendahkan? Marah? Semua itu tertuju padanya. Oh, lebih tepatnya pada pemilik tubuh sebelumnya, Katsumi Mui. gadis itu hanya menggelengkan kepalanya pelan merasa hal tersebut terlalu kekanakan.
Tepat ketika Len Xiu ingin melangkah masuk ke dalam gedung tiba-tiba saja seorang siswi menghadangnya dan hal tersebut terjadi begitu cepat tanpa Len Xiu sadari.
Plak!
Rasa panas membara menyelimuti pipi kanan Len Xiu. Matanya bahkan tak berkedip sedikitpun dan hanya terdiam menatap lantai marmer berwarna abu-abu. Ia paham bahwa ia memiliki tingkatan kultivasi yang sangat tinggi, tetapi apa? Dia tertampar oleh murid yang bahkan tak memiliki kultivasi sama sekali? Bukankah ini sesuatu yang luar biasa?
Len Xiu memejamkan matanya sejenak menahan rasa panas yang masih menjalar di pipinya. Ia membuka matanya seraya membenarkan posisi tubuh. Netra cokelat itu menatap lurus pada seorang siswi yang tengah menatapnya mengejek. Oh, kewaspadaanku bahkan menurun drastis? Sialan, aku ingin langsung membinasakannya dengan sedikit gerakan saja. Dia terlalu menyebalkan, batin Len Xiu.
"Ohayou Gozaimasu*. Baaaakka**!" Suara lantang itu terdengar begitu ceria dengan gelak tawa yang menyusul.
Len Xiu menatap malas gadis tersebut dalam diam. Ah, dia lagi, pikir Len Xiu. Gadis itu adalah ketua geng yang selalu menganiaya Mui, salah seorang yang tidak bisa Len Xiu anggap remeh begitu saja karena pengikutnya yang terbilang banyak. Lebih dari yang sekarang terlihat. Dia bekerja sama dengan ketua geng laki-laki di sekolah ini kan? batin Len Xiu dongkol.
"Menyusahkan saja," gumam Len Xiu yang kemudian melangkahkan kakinya menyingkir dari pintu masuk gedung supaya ia tak menghalangi jalan.
Pandangannya tertuju lurus pada tangga yang berada di ujung ruangan, banyak murid yang tertarik untuk melihat kejadian tersebut. SIALAN. Aku jadi teringat kejadian kemarin, batin Len Xiu
"Lihat, seperti biasanya dia hanyalah sampah masyarakat yang tak berguna." Lagi-lagi gelak tawa yang menyebalkan terdengar di telinga Len Xiu. Sepertinya untuk sekarang lebih baik aku menjauh saja. Len Xiu memejamkan matanya sejenak untuk menahan kesal.
Matanya terbuka, ia langsung mengalihkan pandangan ke arah lain, kemudian melangkahkan kakinya untuk pergi. Namun, baru dua kali kakinya melangkah Len Xiu terhenti. Ingatan demi ingatan milik Mui terlintas dalam otaknya begitu cepat hingga membuatnya sedikit limbung.
Ia menggelengkan kepalanya berberapa kali hingga kini telah tersadar, pandangannya tertuju lurus. Perasaan kesal yang sudah muncul pun semakin membesar. Len Xiu yang pada awalnya terlihat ingin pergi dari sana sesegera mungkin kini terlihat enggan untuk beranjak.
"Kenangannya sungguh tak bagus ya," dengkus gadis tersebut. Teknik pendeteksi, batin Len Xiu. Setelahnya lingkaran energi spiritual berwarna ungu muncul setinggi dada dengan Len Xiu sebagai pusatnya, itu terlihat mulai menyebar secara cepat seperti hempasan energi ke seluruh titik yang diinginkan oleh Len Xiu. Embusan angin yang tiba-tiba pun muncul sesaat energi tersebut menyebar dengan kecepatan luar biasa.
Len Xiu mulai terfokus untuk merasakan apakah di sekitar lingkungan sekolahnya ada seorang kultivator sepertinya juga atau tidak. Gadis tersebut diam beberapa saat, hingga ia mendongak menatap beberapa orang yang tengah menghadangnya. Aku tidak merasakan apa pun dari mereka. Jika teknik pendeteksiku tidak ada masalah, Karen serta keempat orang lainnya tidak memiliki energi spiritual sama sekali, batin Len Xiu.
.
.
Bersambung
Glosarium :
* Ohayou Gozaimasu (Jpn) : Selamat pagi
** Baka (Jpn) : Bodoh.
.
.
Naskah :
Jakarta, 28 Juli 2020.
Publish :
Jakarta, 15 Agustus 2020.
Tangerang Selatan, 12 Oktober 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro