TG-PTR Ch. 06 : Pertarungan Antar Saudara II
"Sharnon!" teriakan dari pasangan suami istri yang berada di sana sama sekali tak mengusik Len Xiu. Bahkan ia tidak menghiraukannya begitu saja.
Len Xiu menatap tubuh Sharnon yang telah tergeletak jauh di belakang sana. Sungguh tak dapat dipercaya, Sharnon bahkan tidak terpental sama sekali, melainkan hanya jatuh terduduk kebelakang di tempatnya saat itu.
Padahal Len Xiu sengaja tidak menggunakan kultivasi di atas tingkat kelahiran tahap 3. Jika itu Len Xiu lakukan ... kemungkinannya bisa saja Sharnon mati seketika. Ini baru perkiraanku saja karena belum melihatnya secara jelas menggunakan kekuatan, lagipula aku juga enggak bisa mengeluarkan kekuatanku secara maksimal, batin Len Xiu.
Teknik penglihatan Dewa.
"Eh?" Len Xiu menatap tak percaya ke arah tubuh gadis yang tergeletak di sana. Ia memiliki Meridian, meskipun aliran energi spiritualnya sedikit redup, tapi Sharnon memilikinya. Sebenarnya Len Xiu sedikit bimbang apakah itu memang benar energi spiritual atau bukan, karena terasa lebih ringan dari yang diketahuinya, belum lagi itu hanya dalam jumlah yang sangat sedikit.
Rasa dari energi spiritual yang kurasakan ini enggak sekuat para Kultivator di kehidupanku sebelumnya, meskipun berada di dasar tahap kelahiran. Akan tetapi, kalau Sharnon enggak terpental jauh kemungkinan besar kultivasi yang dimilikinya setingkat dengan tingkat kelahiran tahap pertam, dan kalaupun memang Sharnon berada di tahap 2, seharusnya ia bisa menghindar dari seranganku tadi, 'kan? pikir Len Xiu. Pandangannya terus tertuju pada meridian yang berada di tubuh Sharnon, ia juga memperhatikan dantian yang merupakan tempat berkumpulnya energi spiritual.
Teknik petir ungu yang barusan digunakan oleh Len Xiu pun merupakan salah satu teknik tembakan dengan energi spiritual yang padat. Bentuknya dapat gadis itu buat sesuka hati, entah hanya sambaran petir, tombak kecil, jarum, ataupun berbentuk sebuah pedang.
"Bagaimana?" tanya Len Xiu pelan ke arah mereka semua. Untuk sekarang ini yang terpenting dia enggak mati dan akan terbangun dalam 3 hari mulai sekarang dengan tubuh yang penuh luka lebam berwarna hitam di setiap titik peredaran energi spiritualnya. Ini bukanlah salahku, kan? Tadi itu aku hanya membela diri saja, pikirnya lagi.
"Katsumi Mui!" teriak Katsumi Kirei dengan suara lantang yang menggema di pekarangan luas rumahnya. Gadis berbalut seragam yang sudah koyak itu menatap nanar kearah wanita paruh baya yang meneriaki namanya. "Sungguh mengenaskan sekali kau Mui ...," lirihnya seraya tersenyum getir saat melihat bahwa itu sungguh tidaklah sesederhana yang dipikirkannya.
Tidak hanya ditonton oleh keempat orang tersebut, bahkan seluruh para pekerja rumah itu juga turut menonton dari pinggiran rumah secara sembunyi-sembunyi. Sama sekali tak ada yang berniat untuk menolongnya.
Len Xiu bahkan dapat dengan jelas melihat ekspresi dan tatapan terkejut mereka. Sangat berbeda dengan ketiga orang yang berada di hadapannya saat itu—mereka menindas Mui dengan rasa senang. Bahkan tiada hentinya meneriaki Mui dengan kata 'sampah', 'gadis tak berguna', atau 'gadis lemah' dan masih banyak lainnya.
"Hey, brengsek! Apa yang kau lakukan padanya?" Saat itu juga Len Xiu beralih kepada pria tua yang berusia sekitar 45-an. Ia adalah Katsumi Gekkou yang kini tengah dilanda emosi. Tangannya mengambil sebuah pedang, menariknya dari pelindung kayu secara tergesa. Bilah pedang tersebut sedikit melengkung dibagian tengah. Ini sangat berbeda dengan bilah pedang Jian Meng atau pedang lainnya yang berbentuk lurus di kehidupan Len Xiu sebelumnya.
"Baiklah, kau ingin aku bermain serius?" ucap Len Xiu dengan suara bergetar pada pria itu secara hati-hati. Ia berusaha untuk tidak terlalu memprovokasinya karena Len Xiu tidak dapat melakukan serangan fisik dan akan sangat berbahaya jika Gekkou berlari kemudian menghunuskan pedangnya pada Len Xiu secara langsung.
Berhubung fisik Mui sangatlah lemah, untuk teknik bayangan aku sama sekali enggak bisa menggunakannya. Lalu, mungkin hanya—argh sialan! Kenapa bisa aku baru menyadarinya sekarang, kalau teknik yang selama ini aku kuasai hampir seluruhnya memerlukan kekuatan fisik sebagai dasar. ARGH! Bodohnya kau Jian Len Xiu, rutuk Len Xiu dalam hatinya.
Sungguh, ia merasa seakan tak berdaya meskipun semua kultivasinya tak hilang. Gekkou yang tiba-tiba saja sudah berada di hadapannya tengah mengangkat pedang itu tinggi-tinggi, bersiap untuk menebas. Refleks yang bagus dari Len Xiu, gadis itu bergegas mengangkat kedua tangannya di udara, tepat lurus ke arah di mana mata pedang tersebut akan mengenainya.
"Teknik ... perisai amarah," gumamnya. Setelah itu sebuah perisai berbentuk membran tipis berwarna ungu, tetapi 3x lipat lebih kuat dari teknik lingkaran pertahanan muncul di atas kepala Len Xiu, bersamaan dengan itu mata pedang yang diayunkan oleh Gekkou mendarat kencang di sana. Menimbulkan percikan api merah dan ungu yang terlihat begitu menyilaukan. Sekuat tenaga Len Xiu menahannya meskipun seluruh tubuh rapuh itu bergetar hebat.
Kakinya mulai menekuk sedikit menahan beban yang cukup berat. "Sialan ...," maki Len Xiu sesaat ia merasakan sudah tidak kuat menahan serangan Gekkou. Giginya saling bergemeletuk dengan keras seraya memberikan tambahan energi untuk memantulkan pedang tersebut, hingga Katsumi Gekkou terpental lumayan jauh dan tergeletak tak berdaya di atas tanah, bahkan tak ada tanda-tanda jika pria itu akan bangkit.
Sedangkan gadis berbalut seragam koyak itu mulai terhuyung, kakinya melangkah ke belakang sampai tubuhnya menyentuh dinding dan bersandar di sana. Kedua tangan yang sudah tidak kuat menahan posisi di udara, segera ia turunkan dengan cepat.
Untuk sekarang, aku harus bagaimana? Katsumi Gekkou dan Sharnon sudah tumbang, sisanya hanya Bibi Kirei. Kalau dia enggak melawan, maka aku juga enggak akan melayaninya untuk bertarung, tapi lain cerita kalau dia memang maju untuk melakukan sesuatu terhadapku. Mau enggak mau aku akan melayaninya, batin Len Xiu. Matanya terus memperhatikan sekitarnya dengan waspada.
Beberapa detik berlalu, Len xiu langsung beralih pada Katsumi Kirei yang sedang belari ke arah tubuh suaminya. Namun, sesampainya di sana wanita itu menengok secepat kilat ke arah Len Xiu. Sepasang mata itu menyiratkan kebencian, juga rasa terkejut secara bersamaan. "K—kau ... dasar gadis sialan ... apa yang k—kau lakukan pada suamiku, Hah!" serunya yang kemudian berbalik kembali melihat keadaan suaminya.
Sedangkan Len Xiu yang melihat reaksi dari Kirei membuatnya hanya membalas dengan tatapan datar. Gadis itu tak ada minat sama sekali untuk menyahutinya. "Ugh ...," ringis Len Xiu sesaat tak sengaja menggerakkan sedikit kakinya. Ia bahkan baru menggerakkannya sedikit, tetapi rasanya bahkan seperti tulangnya akan patah semua.
"Sial," umpatnya kesal. Secara perlahan ia memaksakan tubuh ringkih itu untuk berjalan tertatih seraya berpegangan sepanjang dinding pembatas menuju ke dalam rumah. Berhubung ini adalah pekarangan di belakang rumah paman dan bibinya, sehingga Len Xiu harus berjalan masuk ke dalam terlebih dahulu.
Tanpa diduga beberapa pelayan mulai menghampiri, tetapi Len Xiu segera menolaknya dengan mengangkat tangan kiri cepat ke arah mereka. Memberikan isyarat supaya mereka tidak mendekat. Walaupun menyiksa, tapi lebih baik begini saja, batin Len Xiu.
Seraya berjalan dengan tertatih Len Xiu terus menahan sakit yang mendera di setiap langkahnya. "Berhenti di sana!" perintah Katsumi Kirei dari arah belakang, tapi Len Xiu menghiraukannya begitu saja dan terus melangkah seraya berpegangan pada dinding.
"Aargh," ringis Len Xiu, ia terlihat menggigit bibir bawahnya sekuat tenaga untuk menahan rasa sakit yang seketika muncul di kaki kanannya karena benda keras tiba-tiba saja membentur kakinya, "kau benar-benar memancingku untuk bertindak kejam, Katsumi Kirei," desis Len Xiu dengan mata terpejam.
"Gadis terkutuk ... pantas saja sifatnya sangat buruk, ternyata menurun dari Ibumu! Tak berguna, dan menyusahkan saja," ucap Katsumi Kirei dari arah belakang Len Xiu.
Sekilas ingatan tentang kedua orang tua Mui tiba-tiba saja terlintas di dalam kepala Len Xiu hingga langkahnya terhenti. Netra cokelat itu tertuju lurus ke arah lantai. "Kirei obasan, tolong tarik ucapanmu barusan," kata Len Xiu penuh emosi yang tertahan seraya berbalik ke arah wanita itu.
.
.
Bersambung
Naskah :
Jakarta, 16 - 25 Juli 2020.
Revisi:
Jakarta, 19 September 2021
Publish :
Jakarta, 30 Oktober 2021.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro