Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 1

"Hei, Ravel. Apa kau mengingatku? Haha, tentu saja tidak. Apa memorimu benar-benar hilang? Itu berarti, kau melupakanku, ya? Padahal, kau sudah berjanji akan terus mengingatku. Dasar, usotsuki."

***

Aku mengayuh sepedaku dengan santai menuju sekolah. Sepanjang perjalanan, tampak dedaunan berguguran ditiup semilir angin yang menyejukkan.

Hari ini adalah musim gugur pertamaku di Jepang. Tak buruk jika dibandingkan dengan musim gugur di Inggris. Sepertinya aku akan menikmati musim daun berguguran ini dengan tenang. Semoga.

Tak lama kemudian, aku sampai di SMA Nadokawa. Tempatku menimba ilmu selama kurang lebih lima bulan di Jepang. Aku melangkah menuju kelas 2-1. Namun, baru saja aku melangkah memasuki kelas, suara melengking dan cempreng yang tidak asing lagi menyambut pendengaranku.

"Ravel-kun!" teriak gadis berambut bob sembari menghampiriku dengan senyum merekah.

Aku menutup telinga. "Urusai yo!"

Mori-sangadis yang berteriak tadi—mencebikkan bibir. "Hidoii," ucapnya, "ne, Ravel-kun, bagaimana lombanya?"

"Lancar," jawabku singkat kemudian berlalu dari hadapannya dan duduk di kursiku.

Mori-san menghampiri dan duduk di sebelahku. Gadis yang hari ini mengenakan pita biru di rambutnya bertopang dagu. Seperrinya masih berniat untuk menggangguku. Aku memalingkan wajah ke jendela. Tak berniat meladeninya.

"Ayolah, Ravel-kun! Kau tidak mau cerita tentang lomba itu pada teman sebangkumu ini~?" Mori-san berkata dengan nada merajuk

Aku menghela napas. Yang dimaksud Mori-san adalah lomba fotografi. Minggu lalu aku dipilih mewakili sekolah untuk mengikuti lomba fotografi tingkat nasional. Aku memang suka memotret, dan entah sejak kapan kesukaanku itu menjadi hobi dan bakatku.

Sedangkan gadis berisik yang sedari tadi terus menggangguku adalah Mori Mizuki. Teman sebangkuku sejak aku memasuki kelas 2-1.

Aku benci gadis berisik dan merepotkan seperti Mori-san, tetapi aku tak pernah menunjukkan kebencianku padanya.

Mori-san adalah ketua klub aikido, dan dia bisa membanting siapa pun dengan mudah. Aku tidak mau berakhir masuk UGD dan patah tulang seperti temanku yang terang-terangan membencinya.

"Tidak ada yang menarik. Kalau kau mau tahu hasilnya, tunggu saja pengumumannya. Mungkin besok atau lusa sudah keluar," jawabku acuh tak acuh.

"E-eh, baiklah."

Setelah itu, Mori-san tidak mengatakan apa pun lagi.

***

Aku mengayuh sepedaku dengan sedikit berat. Sembari mencoba merilekskan beban pikiranku, kuamati pepohonan rindang dengan daun-daun berwarna jingga yang berserakan di sepanjang jalan di sekitar taman.

Aku mendesah pelan. Kegiatan sekolah memang melelahkan. Apalagi sebentar lagi akan ada festival musim gugur di sekolahku. Seluruh murid dan guru disibukkan oleh persiapan festival. Semua kelas menyiapkan pertunjukkan yang terbaik. Tentu perwakilan dari klub-klub yang ada di sekolah juga ikut menampilkan sesuatu pada festival nanti.

Seharusnya sore ini aku ada klub. Namun, karena hari ini seluruh klub diliburkan, aku jadi bisa pulang lebih cepat dari biasanya. Aku juga tidak ingin berlama-lama di sekolah. Terlebih, klub yang kuikuti hanya dua: fotografi dan jurnalistik. Selebihnya tidak ada yang membuatku tertarik. Tidak banyak kegiatan yang bisa kulakukan di sekolah, selain berdiam diri di perpustakaan dan tempat klub.

Tunggu, ikut mempersiapkan untuk festival nanti? Tidak-tidak, itu terlalu merepotkan. Aku selalu kabur saat diminta untuk membantu. Apa? Ini tidak baik? Ya sudah, jangan ditiru.

Setelah mengayuh sepedaku cukup lama, aku menyetop sepeda di atas sebuah jembatan beton yang cukup luas dan memarkirkannya di dekat pembatas jembatan. Jembatan ini adalah jalur yang biasa kulewati setiap pulang sekolah. Jalan yang kulewati saat pergi dan pulang sekolah memang berbeda.

Aku menatap sekeliling. Jembatan ini cukup lebar untuk bisa dilalui sebuah mobil. Panjangn kira-kira lima meter. Pembatasnya terbuat dari kayu bercat merah yang tidak terlalu tinggi. Di bawahnya terdapat sungai yang mengalir dengan arus sedang. Jarak antara jembatan dan sungai cukup tinggi. Orang yang nekat melompat dari sini pasti akan mati.

Ini pertama kalinya aku melihat pemandangan jembatan ini saat musim gugur. Padahal ini jembatan yang biasa kulewati saat pulang sekolah, tapi entah kenapa rasanya agak berbeda. Aku merasa sedikit bernostalgia dengan pemandangan ini.

Tanganku bergerak mengambil kamera dari tas kemudian mulai memotret pemandangan di atas jembatan.

"Eh?"

Mataku menyipit saat melihat siluet sosok seseorang di dalam tangkapan fotoku. Agak samar, tetapi aku yakin sosok itu adalah seorang gadis berambut cokelat yang sedang membawa payung.

Aku mengangkat kameraku, dan benar saja, sosok yang ada di dalam fotoku ada di sana, sedang mendongak menatap pepohonan.

Aneh. Rasanya tadi tidak ada siapa-siapa di sini selain diriku. Kapan dan dari mana gadis ini muncul?

Seperti menyadari hawa keberadaanku, gadis itu tiba-tiba saja menoleh ke arahku. Sekarang aku bisa melihat wajahnya lebih jelas. Dia seorang gadis berambut cokelat panjang dengan iris biru yang indah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro