08 - Oh, Ternyata
Hi, um. This chapter would be complicated.
Oke. Ini mungkin bakal bikin ambyar. Lagi bawa tisu, kan? Barangkali perlu.
Saya mewajibkan BANGET BANGET BSNGET kalian puter lagu ini di pemutar musik apa saja asalkan ada.
Plis 🙏🏻🙏🏻 Ini akan lumayan merangsang kerja otak dan emosional kalian pas baca bab ini. Nggak ada liriknya kok, cuma instrumental lembut. Diputar dari sekarang sebelum baca. Mode ulang 1. Plis plis plis. 🙏🏻👼
Di bab ini imajinasi kalian juga akan ditantang kembali. Siap ya? Harus cermat bacanya. Seru 😉
***
Sekuel sudah ada. Silakan kunjungi ceritanya di TheReal_SahlilGe
_____________________________
***
Chapter 08
[Nacita Kelana]
Aku memang anak Nuski. Tapi rasanya tetap asing ketika harus beradaptasi di Nuski yang bukan zamanku. Namun demi memecahkan satu simpul rahasia tentang sejarahku yang sebenarnya, aku rela. Teruntuk siapa pun yang sedang menyimak kisah ini, salam, aku manusia dari 23 tahun yang akan datang. Percayalah, kehidupan zaman kalian lebih indah dari pada apa yang selama ini kalian dengar tentang masa depan. The future is boring.
...
Aku hidup di zaman itu. Zaman ketika beberapa koloni manusia sedang berusaha untuk bisa pergi dan merasakan hidup di Mars; banyak rumah yang sudah memiliki robot asisten atau humanoid; komunikasi tidak terbatas; manusia semakin rakus dan malas bergerak; alam merintih; beberapa binatang langka akhirnya resmi dinyatakan punah di zamanku; gunung-gunung es di dua kutub bumi semakin menipis; volume air laut semakin naik; negara-negara damai pada akhirnya mengalami fase distopia yang sesungguhnya karena beberapa manusianya rakus akan kekuasaan dan rela melakukan cara paling jahanam untuk mendapatkannya. Tetapi, yang aku sebutkan tadi hanya sedikit saja dari apa yang sebenarnya ada. Aku hanya tidak ingin berkesan menakut-nakuti. Ini bukan fiksi. Ini pesan asli dari pengelana waktu yang sudah melihat banyak hal yang membentang dari masa lalu hingga masa depan.
Aku suka namaku sendiri. Nacita Kelana. Artinya pengelana yang selalu berjaya. Well, itu sebuah doa. Meski kenyataannya, setiap kembaraku pada beberapa zaman selalu menemui banyak hal yang bisa meremas sentimentilku.
Di masa depan aku dibesarkan oleh seorang mama yang sangat hebat. Aku sangat mencintainya dengan apa saja yang bisa aku pertaruhkan untuk senyumnya. Mamaku bernama Kikan Sihombing. Di rumahku Mama juga punya seorang suami yang bernama Asbi Maula. Sepertinya Mama sangat mencintai suaminya. Sayangnya aku tidak bisa. Dia hanya suami Mama. Tapi bukan ayah kandungku.
Papaku seorang penulis besar yang sangat tampan dan terkenal. Senyumnya manis. Elit. Karyanya begitu magis. Tutur katanya hangat. Baik hati. Namun dia sangat menutup diri dan benci akan publisitas dirinya. Untuk ukuran manusia dengan jutaan penggemar, Papa memang aneh. Makanya dia sangat membatasi ruang publisitas. Tapi biar aneh pun dia tetap papaku. Aku sayang Papa.
Salah satu artikel bahkan pernah menobatkan Papa sebagai Manusia Tanpa Senyum. Itu bukan satir. Tapi faktanya memang begitu. Namun aku tidak peduli. Yang aku tahu, dia adalah papaku yang setiap detiknya selalu aku rindukan. Aku sayang Papa.
Ketika orang-orang mengenal Estu Herjuno sebagai sosok idola luar biasa yang tak tersentuh. Maka aku lebih dari bangga ketika menjadi satu-satunya manusia di bumi yang dalam bisik rindunya mengenal dia sebagai papaku. Dia adalah manusia yang berbagi DNA denganku. Papa yang tampan. Papa yang penuh kasih sayang. Papa yang tak pernah telat mengucapkan selamat ulang tahun. Dan Papa yang tak pernah ada di sisiku. Apa pun, aku sayang Papa.
Papa dan Mama bercerai ketika aku masih berumur tiga tahun. Aku dulu hanya gadis kecil yang masih menangis meraung-raung saat dibawa Mama naik mobil untuk menjauh dari Papa. Aku dibawa paksa. Perpisahan pertamaku yang luka sayatannya akan terus basah. Sampai sekarang jika aku memejamkan mata, dan membayangkan momen itu meski semu, rasanya lilitan lengan Papa ketika memelukku masih terasa jelas hangatnya. Aroma Papa yang wangi. Suaranya yang hangat. Caranya yang tersenyum dengan tulus. Tuhan, aku suka semua tentangnya. Terimakasih sudah menciptakan sosok sesempurna itu meski pada akhirnya aku harus berpuas diri dengan perpisahan yang menyayat.
Aku benci kisah tentang perpisahan. Aku tidak suka dengan alasan apa saja yang membuat pasangan yang menikah harus bercerai. Kisah Mama dan Papa yang bercerai adalah mimpi buruk bagiku. Kenapa mereka tidak bisa bersama selamanya? Kenapa harus repot-repot membentang jarak jika tetap bersama bahagia bisa tercipta?
Harta pusaka yang aku miliki adalah beberapa fotoku dan Papa yang di laptop saja. Tapi itu foto dulu ketika aku masih bayi dan sedang dipangku olehnya. Sejak aku resmi terpisah dengan Papa dan Mama memulai kisah baru dengan Om Asbi, aku sama sekali tak pernah bertemu lagi dengan Papa. Benar-benar sama sekali. Tapi aku masih bisa berkomunikasi dengannya selama satu hari penuh di setiap hari ulang tahunku dalam setahun. Anak lain mungkin tidak bisa membayangkan itu ketika hanya punya momen satu hari dalam setahun untuk berkomunikasi intens dengan Papanya. Tapi bagiku itu luar biasa berharganya.
Papa lama tinggal di sebuah rumah dekat danau Thun di Swiss. Meski dia di sana, tetapi setiap ada perilisan buku baru, Papa selalu kembali ke Indonesia selama kurang lebih satu bulan. Dan produktifitas Papa dalam berkarya rata-rata dua tahun untuk satu buku. Tapi sekali saja karyanya rilis, pasti di tahun itu langsung menyabet anugerah Writer of The Year atau Book of The Year. Lalu apakah momen perilisan itu bisa memudahkanku bertemu dengan Papa? Sayangnya tetap tidak.
Kesempatan emasku untuk bertemu dengan Papa justru datang bersamaan dengan kabar menggemparkan tentang Papa yang sedang koma. Keluarga besar membawa pulang Papa ke Indonesia agar bisa merasakan kehangatan orang-orang yang mencintainya. Termasuk aku, yang saat itu bahagia sekali dijemput Tante Fe untuk ketemu dengan Papa atas dasar kehendaknya.
Selama ini Papa sendirian. Tidak menikah lagi. He was like the lonely soul inside a great human body. Namun ketika pada akhirnya aku bisa satu ruangan dengan Papa. Dia sedang terbaring tenang dengan berbagai macam alat bantu yang menyokong kehidupannya. Papa koma. Dan jiwanya saat itu entah sedang berkelana ke mana sampai sanggup mengabaikan semua orang yang mencintainya.
Aku lebih memilih keluar dari ruangan itu dari pada berlama-lama menatap sosok yang seperti semakin jauh tiap detiknya. Aku menangis dalam pelukan Tante Fe. Kenapa setelah bertahun-tahun baru kali ini aku merasakan bahwa semua ini sangat tidak adil buatku? Kenapa jarak seolah akan selalu ada antara aku dan Papa? Kenapa baru detik ini aku merasakan seolah tidak memiliki siapa pun?
I need more time with him! Papa harus memberitahuku kenapa perpisahan itu mesti ada?
I need more time with him! Papa harus melunasi semua hutang rindu denganku!
I need more time with him! Papa harus mengajakku bicara dan memeluk. Or maybe another father-daughter stuf!
I need more time with him! Jangan hilang dulu, Pa!
Aku punya cinta tanpa syarat untuknya. Orang-orang akan menganggapku super bodoh setiap kali aku kukuh bisa menerima Papa padahal sejak perpisahan dulu, satu kali pun kami tidak pernah bertemu lagi. Tapi ini aneh. Sejak dulu aku masih tetap merasakan ruang kosong itu. Om Asbi mungkin ada di hidupku lebih lama, tapi ada sebagian lain dalam diriku yang tidak bisa mengiyakan dia untuk jadi pengganti Papa. Papa is irreplaceable. Meski, kutegaskan sekali lagi, aku hanya akan berkomunikasi dengan Papa hanya di hari ulang tahunku saja via media sosial.
***
Sejak lahir aku dianugerahi sinestesia. Itu adalah kondisi neurologis yang menyebabkan otak mampu memproses rangsangan dengan beberapa indera sekaligus. You can call it as a sense blending alias percampuran indera. Misalnya, seseorang mampu mencium aroma tertentu ketika mendengar suara-suara; suara apa saja yang didengar akan termanifestasi dalam bentuk aroma. Atau seseorang yang bisa melihat warna-warna di udara ketika mendengar musik; istilah ilmiahnya disebut music-color synesthesia. Atau seseorang yang bisa merasakan kata-kata yang dilihat atau didengar dengan kecapan lidahnya; istilah ilmiahnya disebut lexical-gustatory synesthesia. Atau seseorang yang bisa merasakan emosi tertentu ketika telapak tangannya menyentuh tekstur; istilah ilmiahnya disebut tactile-emotion synesthesia. Atau seseorang yang bisa melihat warna dalam kepalanya ketika menyentuh luka. Ada juga seseorang yang mampu memahami perbedaan bahasa dengan warna-warna tertentu; ketika orang itu mendengar bahasa yang berbeda maka otaknya akan secara otomatis menyaring bahasa itu dengan warna yang berbeda. Atau seseorang yang bisa merasakan dan melihat waktu sebagai dzat yang memiliki karakter atau bahkan warna secara khusus; istilah ilmiahnya disebut time-space synesthesia. Dan masih banyak lagi macam-macam percabangan sinestesia. Sebab para ilmuwan mencatat ada 60 macam jenis sinestesia yang dilaporkan, dan itu masih akan terus bertambah macamnya tergantung potensi otak manusianya.
Setiap pemilik sinestesia memiliki jenis yang berbeda. Tidak semuanya sama. Pada dasarnya indera manusia ada lima: penglihatan (mata), pendengaran (telinga), peraba (telapak tangan), perasa (lidah), dan penciuman (hidung). Semua indera-indera itu bertanggung jawab menginput pengalaman yang sifatnya inderawi kepada otak. Seseorang bisa mengingat rasa jeruk tanpa harus memakannya sebab dia memiliki pengalaman pernah memakannya. Dan lidah telah menginput pengalaman itu ke dalam otak. Ini pun berlaku untuk indera-indera yang lainnya. Itu wajar. Namun ketidak wajaran tejadi ketika seseorang memiliki sinestesia. Di mana pemilik sinestesi dipastikan memiliki hubungan sel otak yang "meluap-luap" di dalam kepalanya jika dibandingkan dengan manusia biasa yang tanpa sinestesia. Hal ini yang membuat dirinya mampu merasakan percampuran indera terhadap rangsangan di saat yang sama. Dan orang yang memiliki sinestesia umumnya memilik tingkat kecerdasan yang berbeda pula.
Lalu apa sinestesiaku? Aku positif memiliki time-space synesthesia. Salah satu sinestesia yang paling unik karena bisa membuat pemiliknya melihat dan merasakan waktu. Di dalam kepalaku setiap penanda waktu memiki proyeksi yang berbeda. Misal, aku bisa melihat hari dengan warna yang berbeda. Setiap pekan memiliki lekukan. Setiap bulan memiliki bukit. Dan setiap tahun memiliki lembah. Aku bisa tahu sekarang pukul berapa tanpa harus melihat jam. Sebab aku bisa merasakannya. Aku bisa menyentuh waktu. Aku dikelilingi oleh waktu seolah waktu adalah sesuatu yang fisik.
Sebuah anomali mulai terjadi dalam satu abad terakhir. Beberapa orang yang memiliki sinestesia telah mengalami evolusi kemampuan otak secara magis. Seseorang akan mengalami proses seperti halusinasi lalu tiba-tiba ketika kesadarannya dikembalikan dia sudah memiliki semacam tato penanda dan sebuah cincin. Tato-tato itu memiliki gambar yang berbeda-beda sesuai dengan sinestesia pemiliknya. Tampilannya seperti lukisan surealis. Tato itu biasanya memiliki tiga unsur simbol yang mengisyaratkan tentang jenis sinetesianya, cara menggunakannya, dan seberapa luas cakupan kemampuannya. Letak tatonya pun berbeda-beda. Punyaku terletak di betis kanan. Itu semacam cap resmi dari semesta bahwa seseorang telah mengalami evolusi sinestesia dan menjadi bagian dari manusia khusus yang dipilih untuk menjadi perwakilan kekuatan semesta.
Aku mengalami evolusi itu di usia sepuluh tahun. Tatoku memiliki gambar jam pasir, dua mata yang terpejam, dan bumi dengan latar belakang warna oranye seperti senja. Itu membuatku secara magis mampu memilih akan pergi ke waktu "kapan" untuk mengunjunginya hanya dengan memejamkan mata dan membayangkan waktu-waktu. Sebuah kemampuan pengelana waktu tanpa alat apa pun.
Yang aku ketahui evolusi sinestesia waktu memiliki beberapa macam. Pertama, sinestesia waktu yang berorientasi pada musim. Musim adalah penanda waktu. Mantanku, Dennias Lionhart memiliki itu. Tatonya terletak di pundak kanan dan kiri. Tampilannya seperti sebuah tangan yang sedang memegang pola lingkaran Yin-Yang dengan gambar pembagian musim-musim di dunia. Itu membuat dia mampu merasakan, mengundang, dan mengutak-atik musim di mana pun dia berada dengan cara memanipulasi cuaca. Aku pernah datang ke rumahnya ketika dia sedang sedih dan seisi ruangannya sedang beku oleh salju. Atau suatu hari ketika tiba-tiba Jakarta kedatangan musim gugur. Atau hujan yang datang tiba-tiba di panas teriknya bulan Juni. Dan pernah ketika Dennias sedang marah secara menakutkan dia berjalan dengan pusaran ternado yang menutupi dirinya sendiri. Dia sedikit berbahaya.
Kedua, sinestesia waktu yang berevolusi dengan orientasi pada zaman. Memungkinkan pemiliknya untuk bisa menjelajah zaman dan memaju-mundurkan waktu. Itu aku. Lingkup jelajahku hanya di bumi sesuai dengan gambar di tatoku. Hanya saja aku tidak bisa melakukan penjelajahan ruang atau teleportasi. Sehingga perpindahan waktu yang bisa aku lakukan hanya sebatas tempat yang sedang aku pijak.
Ketiga, sinestesia waktu yang berorientasi pada arah rambat waktu. Kita semua setuju bahwa tanpa adanya waktu semuanya akan berhenti. Aku tahu satu orang yang bisa melakukan ini. Dia adalah Bian anak Bukittinggi yang mengaku berpacaran dengan Jam Gadang. Kami pernah bertemu dengannya di sebuah pertemuan rahasia para Sinestesian. Dia bisa memperlambat atau mempercepat waktu dengan cara memanipulasi arah rambatnya. Itu memungkinkan dia untuk bisa bergerak secepat cahaya ketika memperlambat waktu.
Dan keempat, sinestesia waktu yang berorientasi pada dimensi alam semesta. Ini jenis evoulusi sinestesia yang paling tinggi, berat, dan bahkan bisa menyiksa pemiliknya kalau tidak kuat memilikinya. Namun jika orang itu kuat, maka dia adalah yang terkuat dari semua jenis sinestesia waktu.
Konon pemilik sinestesia yang telah berevolusi sebenarnya sedang dipinjami kekuatan malaikat. Malaikat-malaikat yang tak boleh diberi nama. Itu kenapa pengalaman proses evolusi kami juga melibatkan sosok asing yang berfisik seperti cahaya masuk ke dalam tubuh kami. Meski cara kami berevolusi berbeda-beda pengalamannya. Dan cincin yang kami terima adalah semacam ikatan yang akan menghubungkan antara pemilik sinestesia dengan malaikat tersebut. Aku sudah berteman baik dengan malaikatku.
"Lo yakin, Nu?" tanyaku pada Anugerah.
Aku, Dennias, dan Anu sedang duduk di kafetaria Nuski pada zamanku.
"Seratus persen yakin. Karena ketika gue menyentuh lengan beliau, gue bisa merasakan semuanya sebelum kesadaran dan ingatannya gue buramkan," jawab Anu. Dia memiliki sinestesia pada indera perabanya. Evolusinya membuat Anu bisa merasakan, membaca, dan mempengaruhi pikiran seseorang yang dia sentuh. Termasuk menghapus ingatan atau mengembalikannya. Aku tidak pernah mau disentuh olehnya, atau dia akan tahu perasaan tertipisku tentangnya.
Dennias hanya diam di meja. Masih marah karena aku tetap nekat berkelana ke zamannya Papa yang masih remaja. Itu alasan kenapa aku mutusin dia. Alasan lain kenapa Dennias sangat sensi karena yang duduk di sebelahnya adalah Anu. Cowok yang juga perlakuannya sangat spesial kepadaku.
"Kalian lihat ekspresi gue begitu menyentuh lengannya, kan? Karena saat itu gue terkejut melihat bayangan galaksi yang besar sekali pas bersentuhan. Fakta lainnya adalah cincin itu. Kita semua punya. Dan saat Dennias membuka baju papamu..." Anu memandangku dengan jeda, "Apa kita masih perlu ragu dengan tato sebesar dan semajestik itu?"
Aku terkesiap sesaat.
"Mungkin nggak gue punya sinestesia karena dari gennya?" tanyaku.
"Presentasenya besar untuk itu."
Aku melirik ke Dennias. "Den," panggilku.
"Hm," jawabnya dingin. Dia sedang agak ngambek sambil main-main es batu di gelasnya. Rahangnya mengetat. Selalu seperti itu. Dia seolah selalu ingin melempar Anugerah dengan tornado buatannya.
"Masih ingat nggak tatonya ada gambar apa aja?"
Dennias mengembuskan napas kesalnya. Lalu dia menegakkan posisi duduknya sampai urat-urat di lehernya kelihatan. "Galaksi. Jam yang isinya langit dan bumi. Sayap malaikat."
"Lo tahu artinya?"
Dennias menatap gue kemudian. "Lo bisa nggak untuk stop pergi ke masa lalu?" dia malah berkata seperti itu dengan tegas. "Lo wara-wiri ke sana itu bahaya! Dengan maksud apa pun lo kembali ke masa lalu, kematian beliau itu sudah diatur takdir yang nggak akan pernah bisa lo ubah," dia untuk kesekian kalinya memperingatkanku. "Yang ada malah lo bisa terjebak dalam kecelakaan paradoks, Lan."
"Lo masih sensi banget sama itu?" tanyaku heran.
"Gimana gue nggak sensi? Sekarang beliau udah naksir sama lo, karena beliau nggak tahu bahwa lo adalah keturunannya. Itu kecelakaan pertama yang lo dapat. Asal lo tahu."
"Terus lo mikirnya gue bakal jatuh cinta juga?"
"Bisa saja setelah lo deket sama dia, perlahan-lahan lo bakal melihat beliau sebagai seorang cowok dan bukan sebagai seorang ayah lagi. Beliau seusia kita saat itu. Gue lihat semuanya saat lo sama beliau berteduh. Udah kayak orang yang lagi saling naksir aja kalian," kata Dennias kesal. Aku memang sempat membawa Dennias saat itu.
"Lana cuma sedang mendekatkan diri," Anu berkata. "Masa gitu aja nggak bisa bedain."
Dennias membuang muka saat Anu membelaku.
"Lagian gue bisa menghapus memorinya kalau segalanya sudah nggak terkendali," ujar Anugerah lagi.
Kemudian Dennias menoleh tanpa memandang Anu, "Itu ungkapan paling goblok yang pernah gue denger."
"Lah, yang bisa kita lakukan untuk menanggulangi cuma itu kok."
Rahang Dennias semakin mengetat. Dia menatapku. Namun ketika Dennias hendak meluap-luap, Anu segera menyentuh lengan Dennias dan dalam hitungan sepersekian detik Dennias langsung seperti tertidur di atas meja. Itu sedikit membuatku terkejut.
"Sori, gue terpaksa ngelakuin itu karena dia udah berisik banget dari tadi," kata Anu.
Gue mengerjap sambil menarik napas dalam-dalam. Kami saling terdiam untuk beberapa saat.
"Lan," ucap Anu kemudian.
"Nu, harusnya lo nunggu dia jelasin arti gambar di tato itu sebelum bikin Dennias nggak sadar," gue berujar lesu.
"Gue tahu kok arti dari tato itu kalau yang disebutkan Dennias tadi akurat. Dan seingatku memang seperti itu."
"Apa artinya?"
"Beliau memang punya pemberian itu dari semesta. Dan sepertinya beliau belum tahu cara memakainya gimana. Gue juga nggak yakin beliau sudah berinteraksi dengan malaikatnya atau belum. Karena malaikatnya bisa membimbing kalau mereka sudah saling berinteraksi."
Aku mengangguk-angguk. Anu memang pikirannya bisa terbuka dan daya nalarnya bagus.
"Yang aku baca pas menyentuh tato beliau, kemampuannya memang sangat besar dan bisa mempengaruhi fisiknya juga. Galaksi di dadanya melambangkan ruang lingkup atau cakupan kemampuannya. Jam yang berisi bumi dan lukisan langit itu adalah simbol dari bentangan dimensi waktu antara bumi dan langit. Gue rasa beliau mendapat keistimewaan untuk bisa merasakan waktu dan melihat pergerakannya pada berbagai macam dimensi yang ada di semesta ini. Sayangnya gue nggak bisa meraba-raba apa kemampuan khususnya yang paling kuat. Tapi ada yang spesial lagi."
"Apa?" tanyaku setelah menahan napas.
"Gambar sayap cahaya itu."
Aku belum mengerti.
"Itu alat yang bisa digunakan beliau ketika ingin-."
"Bisa terbang?" aku memotong cepat-cepat.
Anu mengangguk pelan. "Gue lihat sayap itu di punggung beliau. Sayapnya bagus banget. Sayap semu. Seperti terbuat dari sinar. Tapi sayap itu masih melipat. Mungkin karena belum pernah dipakai. Beliau nggak tahu, kan?"
"Jadi seperti Dennias yang bisa memakai sinestesia waktunya dengan tangan, aku dengan kerjapan mata, lalu Papa dengan sayap?"
"Seseorang harus bisa terbang untuk bisa pergi ke atas melihat galaksi dan dimensi waktu tertinggi, kan?"
Aku mengusap wajah karena tidak habis pikir.
Anu mendorong gelas minumanku lebih dekat, "Minum dulu."
Aku menuruti.
"Gue khawatir banget sama Papa. Padahal saat itu dia lagi banyak proyek dengan teman-temannya. Dia bikin konten buat YouTube, lomba masak-masakan bareng dua temen cowoknya bernama Alan dan Naga. Video itu mlempem. Terus konten yang kedua berhasil. Tapi Papa sampai tercebur ke kolam kodok untuk itu. Padahal masih harus buka casting."
Anu tersenyum. "Gue sih nggak masalah kalau lo masih pengin ke masa lalu. Tapi peringatan dari Dennias perlu lo dengerin juga. Peringatan dia ada benernya kok. Gue juga khawatir."
Mereka berdua sama saja.
"Kan aneh aja kalau sampai beliau naksir sama lo. Beliau punya perasaan yang sangat sensitif. Gampang baper. Dan lo jangan sampai bikin beliau baper."
"Nggak akan lah."
"Bikin baper gue aja."
"Plis!" gue memutar bola mata.
Anu lalu terkekeh sebelum menyesap minumannya lagi.
"Itu Dennias bangunin," kataku.
"Biarin."
"Kecuali lo pengin digulung tornado sama dia."
Anu masih terkekeh. Lalu menyentuh Dennias.
Perlahan-lahan Dennias bergerak dan duduk tegak seperti orang baru bangun tidur. Ekspresi wajahnya yang biasa dingin sekarang malah gemesin.
"Orang lagi ngobrol malah tidur," kata Anu tanpa menoleh ke Dennias.
"Hah?" Dennias seperti orang bingung.
Bel tanda jam istirahat usai berbunyi.
Aku sama Anu berdiri dari bangku kafetaria.
"Nanti malam lo mau ke sana lagi?" tanya Anu.
"Iya." Jawabku.
Dennias masih kebingungan di bangku. Karena aku nggak tega meski pengin ketawa, lalu aku membantu dia berdiri. "Balik ke kelas," kataku.
Saat kami berjalan cukup jauh Dennias berbisik. "Plis, balikan sama gue, Lan."
***
_____________________________
Bagaimana rasanya bab ini? 😨
Ada yang sambil dengerin musik yang saya sarankan? Bagaimana emosi yang kalian rasakan?
Plis jangan bikin kesimpulan apapun. Saya masih nyiapin banyak plot-twist di cerita ini. Bertaburan. Banyak. Banyak banget.
_____________________________
Mampus deh kalian, mampusss! Cerita ini bakal gerhana ambyar total sampai tamat sejak bab ini. Semoga siap ya Sob 😭
Yang belum paham sama istilah sinestesia nanti malam akan saya up bab ekstra. Oke?
Di sini ada yang punya sinestesia?
Kebetulan saya memang punya time-space synesthesia seperti neng Lana. Akan saya ceritakan nanti malam di ekstra bab. 🌌
Oke bye.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro