Chapter 6
Demam Hana sudah turun keesokan harinya. Begitu bangun dia langsung menyibukkan diri di dapur membuat sarapan. Meskipun lebih mudah jika dia membeli makan di kantin markas, entah kenapa sayang untuk melewatkan diri untuk tidak memasak jika di kamar ini memiliki fasilitas dapur sendiri.
"Rune! Sarapan sudah siap," panggil Hana, meski jarak dapur dengan tempat tidur Rune hanya sekitar lima meter, Rune tetap tak bergerak dari tempat tidur, matanya masih terlelap dengan nyenyak.
Setelah meletakkan sarapan di meja makan, Hana segera menuju ke tempat tidur bermaksud untuk membangunkan, "Rune bangun..." panggil Hana lirih sambil mengguncang bahu Rune dengan lembut tapi tak berhasil. "Rune..."
Hana memperhatikan Zeal yang masih sibuk membaca, acuh dengan keadaan di sekelilingnya. dia hanya menghela nafas panjang.
"Baiklah kalau begitu," dengus Hana kesal. Dia menyibak selimut Rune dengan kasar, membuangnya asal ke belakang. Setelah itu dia memanipulasi udara di sekitar tempat tidur Rune menjadi dingin, tak lupa dia membekukan tempat tidur.
Secara perlahan raut wajah Rune berubah menjadi tidak nyaman, tubuhnya mulai merasa kedinginan hingga akhirnya dia membuka mata terkejut, "Dingiiinnn!!!!" teriaknya panik.
"Akhirnya bangun juga," ucap Hana sambil mengembalikan suhu menjadi normal. "Cepat bangun dan cuci muka, sarapan sudah siap," tambahnya sambil pergi ke dapur menyiapkan teh panas.
Rune menguap lebar, " Tidak bisakah kau membangunkanku dengan cara yang normal Hana? Bisa-bisa aku tekena hipotermia," dia segera beranjak ke wastafel untuk mencuci muka.
"Sudah kulakukan tapi kau tetap tidur. Salahmu sendiri," balas Hana tak mau kalah.
"Ternyata Hana sadis juga," Zeal terkekeh di sofa, dia menutup buku saat Hana meletakkan cangkir teh baru di meja. "Terima kasih Hana,"
"Kau mau ikut sarapan Zeal?" Tanya Hana. "Aku membuat pancake dengan saus maple,"
"Tidak usah, aku tidak butuh makan Hana, tapi aku suka teh buatanmu," ucap Zeal santai sambil mengambil cangkir teh dan meminumnya perlahan, "Wow, earl grey?"
"Benar sekali," ucap Hana riang.
"Padahal kukira kau akan membangunkannya dengan cara yang lebih manis Hana," celatuk Zeal sambil meletakkan cangkir.
"A-apa yang kau bicarakan Zeal," seru Hana pura-pura tak tahu sambil beranjak ke meja makan. "Ka-kau sudah bangun tapi tidak mau membantuku sama sekali.
"Cara yang lebih manis?" Tanya Rune penasaran. "Memang ada?"
"Ti-tidak ada, cepat kau makan sarapanmu sebelum dingin," ucap Hana gugup sambil memakan sarapnnya sendiri, menyibukkan diri mengiris pancake dan memasukannya ke mulut.
Rune memandang bingung tapi tak kembali bertanya, dia melanjutkan memakan sarapannya dalam diam.
"He-hei Rune! Apa yang kau lakukan?!" seru Zeal memecah kebisuan beberapa menit kemudian.
Hana dengan cepat memandang ke depan tempat Rune duduk. "Rune!!" dengan sigap dia menghampiri Rune yang terlihat kesakitan, tangan kanannya meremas kemeja di dada.
"A-apa yang terjadi?! Zeal?!" Hana memegang kedua bahu Rune, "Rune kau bisa mendengarku? Apa yang terjadi?"
"Ukh... Ha.....na... aku-ukh..." rasa sakit mulai menusuk dadanya, membuat Rune sulit untuk berbicara apalagi membalas ucapan Hana.
Zeal menatap Rune waspada, "Tubuhnya menyerap kekuatanku, tapi kekuatannya sendiri justru berbalik menyerangnya. Dia tidak bisa mengontrolnya sama sekali," dia menghela nafas panjang, "Aku berusaha mengendalikannya tapi hasilnya juga tidak bisa,"
"Ayo Rune, kau harus berbaring," Hana membantu Rune berdiri dan merebahkan ke sofa terdekat, terlalu jauh untuk dibawa ke tempat tidur dan khawatir akan semakin parah jika tidak cepat-cepat dibaringkan.
"Bagaimana caranya menolong Rune? Zeal?" Hana mengecek kening Rune, panas. Dan wajahnya sudah basah karena keringat. Hana menyeka wajahnya dengan perlahan dan hati-hati.
"Aku juga tidak tahu," ucap Zeal terdengar frustasi, "Aku tak pernah melihat kejadian seperti ini sebelumnya dengan wadah-wadahku. Kekuatanku masih terus diserap tapi dia sendiri tidak terlihat membaik sama sekali bahkan semakin parah,"
"Kau sendiri bagaimana Zeal?" Tanya Hana, takut Zeal merasakan hal yang sama tapi menyembunyikan diri.
"Aku baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir," ucap Zeal menenangkan. "Aku sudah membentengi kekuatan murniku," dia menatap Rune yang terbaring dengan raut wajah kesakitan, "Sial! Kenapa jadi begini?"
Rune berusaha membuka mata perlahan menatap Zeal, " Ak-ukh.... Maaf... In-Akh!!!" rasa sakit di dadanya mulai menyebar ke seleuruh tubuh, "Zeal... ukh....barrier... cepat..."
Zeal tak banyak bertanya, meski bingung tapi dia juga mendapat firasat sesuatu yang sangat buruk akan terjadi. Dia langsung membuat barrier pelindung menutupi tubuh Rune.
"A-apa yang terjadi?! " Tanya Hana panik. "Zeal? Apa maksudnya ini?"
"Ha..na... ukh... lari... Akh!! La...ri..." pinta Rune lirih. "Akh!! Ce-pat..."
"Aku tidak mau!" tolak Hana. "Zeal, apa yang terjadi sebenarnya?"
"Kekuatannya semakin besar. Sepertinya dia tidak bisa menahannya lebih lama lagi," jelas Zeal. "Hana sebaiknya kau menjauh, perasaanku semakin tidak enak,"
"Ha-Ahk!!!"Rune tak bisa berkata apa pun, dia ingin menyuruh Hana menjauh tapi yang muncul hanya rintih kesakitan karena sekujur tubuhnya seperti ditusuk-tusuk pisau. Dia menatap Hana meminta pengertian agar menjauh darinya.
"Tidak! Aku akan tetap disini bersamamu," Hana memasuki barrier yang dibuat Zeal dan mengenggam kedua tangan Rune erat. "Aku tidak akan meninggalkanmu apa pun yang terjadi,"
"Ja-Ahk!!!" jantung Rune seperti di remas-remas dan seluruh tubuhnya seperti dicabik-cabik. Dia tidak bisa menahan kekuatanya lebih lama lagi. "AAAAAHHHKKK!!!"
Luapan kekuatan Zeal dan Rune memancar keluar dari dalam tubuh Rune, cahaya biru yang muncul menyayat tubuhnya tanpa kecuali.
"Kyaaaaaa!!!" tubuh Hana tak lupus dari serangan cahaya biru tersebut karena berada di dekat Rune.
Rune tak bisa menjaga suaranya dan hanya bisa mengerang kesakitan selama cahaya biru tersebut menembus tubuhnya, mencabik-cabik kulitnya dan semua yang berada di dekatnya, sofa baju bahkan Hana. Sementara Zeal berusaha keras menjaga barrier tetap utuh sampai luapan energi itu selesai. Dia tidak tahu seberapa besar kerusakan yang akan terjadi apabila barrier ini pecah dan dia tidak ingin mencari tahu itu sekarang.
"Kyaaaa!!!" Hana semakin erat mengenggam tangan Rune, menutup mata dengan erat dan mencoba berkonsentrasi mengalirkan kekuatan murninya untuk membantu meredam luapan energi kekuatan Rune dan berusaha menyembuhkan luka-luka sayatannya.
Secara perlahan, ledakan kekuatan dari tubuh Rune mulai meredup dan dia mulai kehilangan kesadarannya. Berangsur-angsur cahaya biru tersebut padam hingga akhirnya hilang sama sekali dari tubuh Rune.
Hana membuka mata perlahan setelah merasa tidak merasakan ledakan energy tersebur, "Syu-syukurlah...." Gumamnya kelelahan sambil melepas genggaman tangannya. Luka-luka sayatan di tubuhnya juga sudah sembuh dengan sendirinya.
"Terima kasih Hana," gumam Zeal sambil melepas barrier dan menyembuhkan sisa luka Rune yang masih terbuka.
Hana mengembalikan bajunya dan Rune agar kembali utuh beserta dengan sofa yang ditiduri seperti semula. Setelah itu Zeal membawa Rune ke tempat tidur agar berbaring. Hana mengikuti dari belakang.
"Sebenarnya apa yang terjadi Zeal?" Tanya Hana sambil menyelimuti Rune, sekilas mengusap kening Rune dengan lembut. "Apa dia akan baik-baik saja setelah ini?"
Zeal tak langsung menjawab, dia mengaduk-aduk memori di dalam kepalanya, tiba-tiba sebuah kesadaran menghantamnya, "Aku ingat, Naru, guardian kesepuluh yang bersamaku, dia juga pernah mengalami hal seperti ini. Dan di-" ucapannya terhenti karena teringat kembali.
"Kenapa Zeal?" Tanya Hana penasaran
"Tidak, bukan Naru..." gumam Zeal kecewa. "Aku pernah meliihat pintu itu sebelumnya. Pintu dengan ukiran segel tua, lebih tua dari sihir yang dipakai untuk menciptakanku. Ada hawa aneh tapi aku tak tahu apa itu. Aku juga tak menemukan apa pun di dalam ingatan Rune,"
"Apa maksudmu Zeal?" Hana semakin bingung.
"Ada sihir lain di tubuh Rune dan aku tidak tahu apa itu," gumam Zeal. "Tapi aku tidak melihat sesuatu yang berbahaya jadi aku bingung. Kita hanya bisa menunggu Rune bangun dan menjelaskannya kepada kita,"
"Bahkan kau tak tahu?" Tanya Hana tak percaya.
Zeal menggeleng lemah, "Kita tunggu dia saja. Saat ini kondisi tubuhnya sudah mulai stabil. Kita biarkan dia istirahat terlebih dahulu,"
"Baiklah," gumam Hana sambil memandang sendu ke arah Rune.
***
[To Be Continued ]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro