Chapter 5
"Life Timer," jawab Zeal. "Itu adalah yang terjadi jika memakai kekuatanku dan tak bisa mengendalikannya. Perlahan-lahan jarum jamnya akan bergerak menuju angka selanjutnya setiap kali dia kehilangan kendali."
Hana menatap tak percaya, "Rune... itu..." tanganya terarah ke tato di dada Rune, berusaha untuk menyentuhnya.
"Onigiri datang!!" Akari tiba-tiba membuka pintu dan masuk membawa nampan berisi dua porsi onigiri dan dua gelas teh panas. "Ada apa dengan kalian?" dia memperhatikan Hana segera berdiri dengan gerakan cepat yang dipaksakan. Rune menutup kembali kancing bajunya dengan cepat, berusaha menahan wajah tenangnya.
"Ti tidak ada apa-apa kok, ayo makan, aku jadi merasa lapar karena menunggumu kembali," Hana berbicara dengan gugup untuk menutupi rasa malunya.
"Ahahaha... akhirnya kau kelaparan juga," tawa Akari senang. "Ayo makan, aku bawa banyak untuk kita bertiga."
Setelah makan siang, dokter jaga akhirnya muncul dan memeriksa Rune. Karena tidak ditemukan adanya penyakit atau penurunan kondisi tubuh, dia diijinkan untuk keluar dari klinik tapi tetap diharuskan untuk istirahat hingga tenaganya kembali pulih.
Akari segera kembali ke rapat evaluasi setelah mengantar Rune dan Hana kembali ke ruangan mereka di lantai teratas.
Menuruti perintah dokter, Rune segera merebahkan dirinya ke tempat tidur, Hana duduk di sampingnya.
"Bo boleh aku tetap disini untuk menjagamu?" tanya Hana malu, "Aku tidak akan berisik."
"Te tentu saja," Rune menjawab dengan gugup. "A aku juga bisa lebih mudah untuk mengawasimu."
"Bukan itu maksudku," gerutu Hana, "Ijinkan aku juga untuk menjagamu. Kau selalu menjagaku semenjak aku tiba disini setiap hari selama dua puluh empat jam. Tidak pernah meninggalkanku sendirian. Karena itu, aku juga ingin melakukan hal yang sama."
Wajah Rune berubah merah padam karena ucapan Hana, "A... em... eh.... Aku..."
"Dia senang sekali Hana," gumam Zeal tiba-tiba.
"Diam kau Zeal!!" teriak Rune tapi wajahnya kembali merah karena tatapannya bertemu Hana. Dengan cepat dia langsung memalingkan wajah.
"Hihihihi... terima kasih Rune..." gumam Hana. "Aku senang sekali mendengarnya."
"Aku tidur saja," Rune segera merebahkan diri dan memilih posisi memunggungi Hana. Dia segera menutup mata dan berusaha tidur dengan cepat agar tidak perlu mendengar ocehan Zeal ataupun melihat Hana.
"Selamat tidur," bisik Hana lirih, dia membetulkan posisi selimut di tubuh Rune terlebih dahulu sebelum larut dalam buku bacaannya.
Keheningan memenuhi ruangan tersebut. hanya terdengar dengkur tenang dari Rune yang tertidur lelap serta suara halaman berganti dari novel yang dibaca Hana. Angin sore sepoi-sepoi memasuki ruangan membuat penghuninya menjadi lebih nyaman.
"Zeal," panggil Hana lirih.
"Aku mendengarmu putri," jawab Zeal.
"Apakah Rune sudah tertidur lelap?" tanya Hana.
"Tenang saja, dia sudah bermimpi indah sekarang." jawab Zeal. " Ada yang ingin kau tanyakan putri?"
"Aku masih penasaran tentang Life Timer. Maukah kau menjelaskannya kepadaku?" pinta Hana.
"Jika aku memberitahumu, apakah kau akan menjauhi kami saat kau tahu apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Zeal.
"Tidak, bukan itu maksudku," Hana terlihat gusar. "Aku hanya khawatir terhadap kalian, terhadap Rune. Sudah satu tahun kalian menjagaku, tapi aku tak tahu apa-apa tentang kalian."
Zeal mendesah perlahan, "Baiklah.... Aku akan menceritakannya kepadamu."
"Terima kasih," Hana tersenyum lega mendengar jawaban Zeal.
"Orang yang menjadi wadaku, bisa menggunakan kekuatan murniku. Kekuatanku terbagi atas kekuatan murni dan gabungan. Hingga pada tahap tertentu, aku mengijinkan mereka menggunakan kekuatan murniku, terutama keadaan genting dan kekuatan kita berdua saja tidak sanggup mengatasinya. Tapi, jika mereka tidak bisa mengendalikan kekuatan murniku dan hilang kendali, kekuatan tersebut akan menyerang balik ke tubuh mereka. Saat itulah jarum jam Life Timer akan bergerak. Kekuatan murniku akan secara perlahan menghancurkan jiwa mereka dan jika Life Timer sudah tergambar sempurna di dalamnya, jiwa mereka tak akan bisa ditolong. Dan Rune, dia sudah enam kali kehilangan kendali atas kekuatan murniku. Sekarang dia merasakan efeknya, yaitu setiap aku berbicara dadanya akan terasa nyeri dan kesakitan." Jelas Zeal.
"Kenapa dia bisa sampai kehilangan kendali sebanyak itu? Apakah dia tidak menyadari konsekuensinya?" Hana tak percaya.
"Dia sudah tahu sejak awal segala konsekuensi menjadi wadahku," jelas Zeal. "Tapi ada saat ketika emosi manusia mengambil alih akal sehatnya. Aku tak bisa mencegahnya jika hal tersebut sudah terjadi."
"Apa yang terjadi dengannya?" gambar tato Life Timer di dada Rune kembali terlintas di pikiran Hana.
"Untuk masalah itu lebih baik jika kau bertanya sendiri langsung. Dia tidak akan pernah memaafkanku jika aku menceritakannya kepadamu tanpa sepengetahuannya," kata Zeal.
"Maafkan aku..." Hana menatap sendu ke wajah Rune yang tertidur dengan nyenyak.
"Tidak apa-apa putri, lambat laun dia pasti akan menceritakannya kepadamu," Zeal berusaha memberi semangat. " Lebih baik kau juga istirahat putri, aku akan memberitahumu jika ada apa-apa dengan Rune."
"Terima kasih, aku akan membaca buku saja di sofa sekaligus meluruskan kaki," Hana segera beranjak menuju sofa terdekat, dia membaca sambil tiduran di sofa.
***
Hari sudah malam ketika Hana terbangun, dia berada di tempat tidur Rune, dengan bingung dia mencari Rune, " Rune?"
"Aku di dapur Hana," jawab Rune
Saat itulah Hana mulai mencium bau wangi nasi goreng dari arah dapur.
"Maaf memindahkanmu ke tempat tidur," seru Rune dari arah dapur. "Kau lapar? Sudah jam makan malam jadi aku pikir aku ingin membuatkanmu makan malam. Kau suka nasi goreng?"
"Aku suka," Hana turun dari tempat tidur dan menghampiri Rune di dapur. "Wangi sekali, aku baru tahu kalau kau bisa memasak."
"Tidak sepintar dirimu," Rune tersipu malu. "Aku malas memasak karena lebih cepat makan di kantin. Nah, sudah jadi." Dia mematikkan api.
Hana segera menata piring dan sendok di meja makan. Rune segera membagi nasi goreng untuk dua porsi makan. Mereka makan dalam diam. Setelah suapan kelima, Hana meletakkan sendoknya dan beralih memandangi Rune makan.
"A ada apa?" Rune berubah gugup saat menyadari Hana memperhatikan dia makan sedari tadi. "Masakanku tidak enak ya?"
"Bu bukan," jawab Hana cepat. " Aku hanya sedang tidak nafsu makan saja."
"Apa kau sakit?" Rune segera berdiri dan mencondongkan diri ke depan, mengecek dahi Hana dengan tangan kanannya. "Memang sedikit panas. Kau mau aku buatkan sesuatu yang lain?"
"A aku baik-baik saja kok," wajah Hana kembali bersemu merah.
"O oh... baiklah," Rune segera kembali duduk dengan gugup, dia segera menghabiskan makanannya dengan cepat.
Selesai makan malam, Hana mengajukan diri untuk membantu mencuci piring dan menyuruh Rune untuk istirahat saja. Karena belum mengantuk, Rune memutuskan untuk menonton televisi.
"Prang!!!"
"Ada apa!!" Rune segera ke dapur dengan panik. Dia mendapati Hana tengah memegang tangan kanannya, gemetaran. "Apa yang terjadi?" dia memeriksa tangan dan tubuh Hana, tidak terdapat luka tapi badannya panas.
"Ta tanganku tiba-tiba lemah," jawab Hana.
"Sebaiknya kau istirahat Hana," Rune memapah Hana agar berbaring di tempat tidurnya, terlalu merepotkan jika harus membawa Hana ke tempat tidurnya sendiri di atas. Dia meraba kening Hana, panas segera menyengat tangannya. "Astaga! Kau demam tinggi Hana!"
"Maafkan aku... seharusnya aku lebih kuat..." nafas Hana menjadi berat dan tidak teratur.
"Zeal, apa kau mengetahui sesuatu?" Rune membetulkan selimut dan membuat kompres dingin untuk demam Hana.
"Aku tidak mengerti," gumam Zeal. "Kekuatan murninya setelah dia bangun tadi berkurang dengan cepat, padahal saat terakhir dia menyembuhkanmu masih banyak,"
"Apa karena dia memberikan energi murninya kepadaku?" tebak Rune, dia membawa segelas air dan obat penurun panas.
"Aku tidak tahu, ada yang aneh di tubuhnya, sepertinya ada segel kuat tapi aku tak bisa melacaknya," Zeal putus asa menggunakan kekuatannya untuk mengecek kondisi Hana.
Rune menawarkan obat penurun panas tapi Hana menolaknya, "A aku tidak sakit... ini hanya efek yang terjadi... setiap aku mengeluarkan kekuatan murniku... aku hanya perlu tidur saja... setelah itu akan kembali normal," jelas Hana.
"Hanya terjadi setiap kau mengeluarkan kekuatan murnimu?" Rune tak percaya.
"Putri, ijinkan aku dan Rune masuk ke dalam ingatanmu," pinta Zeal. "Dari semua keturunan kerajaan langit, tidak ada yang pernah mengalami hal sepertimu. Aku khawatir terjadi sesuatu denganmu."
"Tapi itu berbahaya Zeal," tolak Rune. "Jika kita berdua masuk terlalu dalam, mentalnya akan terluka. Ada kemungkinan kita justru akan mengacaukan memorinya."
"Aku tidak keberatan... hah... hah... aku ijinkan kalian berdua masuk ke dalam ingatanku," Hana bisa merasakan pusing mulai menyerang kepalanya.
"Ini akan sedikit atau mungkin sangat menyakitkan. Apa kau siap?" Rune khawatir melihat raut wajah pucat Hana.
"Aku siap..." jawab Hana lirih.
"Bagus," gumam Zeal. "Sekarang kau bisa membuka segel eye of the heart milikmu Rune,"
"Hana, jika kau mulai merasa kesakitan, kau bisa langsung memintaku untuk berhenti," Rune mulai menggambar sebuah diagram sihir di udara dengan jarinya, meninggalkan jejak pendar cahaya putih.
"Aku mengerti," ucap Hana.
"Aku mulai, tutup matamu Hana," perintah Rune.
Hana segera menutup mata, diagram sihir yang sudah dibuat Rune dia arahkan ke tengah kening Han. Saat menyentuh kulit dahi, diagram tersebut berpender, Rune tersedot ke dalamnya. Di dalam pikiran Hana berubah seperti sebuah bioskop yang diputar mundur dengan berbagai kenangan berputar. Rune berusaha mencari mendalami memori Hana secara menyeluruh.
Hana masih tinggal bersama kedua orangtua angkatnya setahun sebelum Rune menemukannya. Hana dan kedua orangtua angkatnya sering berpindah-pindah tempat dari satu kota ke kota lain. Mereka lebih memilih ke daerah pedesaan yang sepi dan jauh dari keramaian.
Saat umur empat belas tahun, Hana baru menyadari bahwa dia bisa mengendalikan enam element dan sihir penyembuh. Baru setelah Hana menceritakan tentang kekuatannya, orangtua angkatnya menceritakan siapa diri mereka sebenarnya. Mereka berdua sebenarnya adalah pengawal pribadi kerajaan yang berhasil menyelamatkan Hana ketika masih bayi dari markas Shinro. Tapi kedua orangtuanya tidak menjelaskan dengan detail siapa itu kelompok Shinro.
"Ugh...." Tekanan akibat Rune memasuki ingatannya mulai dirasakan Hana, keringat mulai bercucuran tapi dia masih berusaha untuk menahannya.
Hana menghabiskan masa kecilnya dalam damai dan keceriaan. Orang tua angkatnya selalu menjaga Hana dari segala macam bahaya. Keluarga kecil penuh dengan kehangatan. Hana kecil penuh rasa ingin tahu, dia senang menghabiskan hari dengan menjelajah ke pinggir hutan dekat dari tempat tinggal.
Pada salah satu kenangan, terlihat Hana kecil menangis di area hutan, tersesat tidak tahu jalan kembali, tak berapa lama seorang kakek penebang kayu melintas, menolongnya melewati hutan menuju ke jalanan desa. Sebelum pergi, si kakek tersebut menaruh telapak tangannya di dada Hana, ada cahaya samar-samar yang keluar dari sana.
"Tadi itu apa kek?" Tanya Hana bingung setelah sang kakek melepaskan tangannya dan mengusap lembut kepala Hana.
"Jimat agar kau tidak tersesat lagi," gumam kakek ramah.
"Huwaaa~~" Hana merasa takjub. "Terima kasih kek," dia memeluk kakek tersebut erat lalu berpamitan dengan riang.
"Ru..ne..." Hana mulai merasa sakit kepala dan pusing secara bersamaan. Dengan cepat Rune segera memutuskan kontak memasuki pikiran Hana.
"Ma-maaf, aku masuk terlalu lama," ucap Rune, keringat dingin mulai keluar dari dahinya. "Kau tidak apa-apa Hana?"
"Ti-tidak apa-apa," ucap Hana berusaha tersenyum meski masih ada sedikit rasa nyeri di kepalanya. "Apa kalian menemukan sesuatu?"
"Yah, kami menemukannya," jawab Zeal sambil duduk di sofa, "Ada segel ditubuhmu Hana, tapi aku tidak tahu segel seperti apa. Terasa kuno dan gelap, lebih tua dari saat aku dibuat,"
"Eh? Ada dimana? Kapan aku mendapat segel itu? Kenapa aku tidak ingat?" Tanya Hana bingung sambil mengecek dirinya tapi merasa tidak ada yang aneh selain sisa rasa pusing karena Rune baru saja mengecek isi kepalanya.
"Saat kau masih balita, kau pernah tersesat di hutan dan seorang kakek menolongmu," jawab Rune. "Kakek itu yang memberikan segel di tubuhmu disini," dia menunjuk dadanya.
"Tapi tidak ada tanda-tanda segel disana, bersih," tolak Hana tak percaya.
"Mungkin segel itu hanya muncul jika sedang aktif saja. Jika tidak maka segel itu tidak akan terlihat. Hanya sihir rumit dan kuno yang bisa membuat segel seperti itu," jelas Zeal merasa tak senang.
"Tapi jika begitu-" seketika wajah Hana berubah pucat, "Mu-mungkinkan Shinro yang melakukannya? Mereka tahu aku hidup jadi mereka meletakkan segel itu agar aku tidak bisa menggunakan kekuatan murniku? Tapi kenapa?" dia menatap Rune dan Zeal bergantian. "Jika mereka memang ingin menghabisi seluruh kerajaan kenapa mereka membiarkan aku hidup? Lalu kedua orang tua angkatku, kematian mereka juga terasa aneh. Semuanya terasa tidak masuk akal sama sekali, hari itu-ugh..."
"Sebaiknya kau istirahat Hana," ucap Zeal khawatir. "Aku akan mencari tahu tentang segel di dalam tubuhmu. Itu sihir kuno dan sedikit rumit tapi tidak menutup kemungkinan bisa dilepas,"
"Kami akan menjagamu, kau tak perlu khawatir," tambah Rune, "Ayo," dia membimbing Hana ke tempat tidurnya. Hanya beberapa menit setelah kepala Hana menyentuh bantal, dia langsung terlelap dengan nyaman.
Kau juga sebaiknya tidur Rune, kau memaksakan diri memakai kekuatan murnimu," ucap Zeal saat melihat Rune menuruni tangga. "Kenapa kau tidak memakai kekuatanku saja? Kau takut akan hilang kendali lagi?"
Rune tidak langsung menjawab melainkan membuka kulkas untuk mengambil air. Setelah meminum segelas air putih, dia segera merebahkan diri ke tempat tidur.
"Kau tahu apa yang ada dipikiranku dan kau sudah tahu jawabannya," ucap Rune cuek lalu dia membalik badan memunggungi Zeal sambil memejamkan mata.
Zeal menghela nafas panjang melihat tingkah kekanak-kanakan Rune apabila menyangkut Hana. Padahal hal itu sungguh tidak perlu tapi dia tetap diam, memilih untuk bersantai di sofa sambil membaca buku untuk menghabiskan waktu.
[To Be Continued]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro