Chapter 1
Angin sore sejuk berhembus semilir, berhubung masih suasana musim semi, tapi Rune tidak bisa menikmati kesejukan tersebut karena dadanya seperti tertusuk-tusuk pisau, Zeal terus saja melantur panjang lebar bahwa dia merindukan suasana sore yang cerah.
"Kau tidak apa-apa Rune?" tanya Hana khawatir. Hari ini Hana mengajak Rune berjalan-jalan sejenak. Sudah hampir setahun sejak dia tiba di Markas Pertahanan, tapi dia tidak pernah diijinkan keluar dari bangunan utama. Akhirnya setelah merengek selama seminggu sebelumnya, dia akhirnya diijinkan keluar Markas Pertahanan untuk pergi ke taman yang berada di sebelah Markas dibawah pengawasan Rune. Tapi semenjak mereka tiba di taman, Rune benar-benar harus menahan rasa sakit.
"Aku tidak apa-apa," jelas sekali Rune berbohong, rasa sakit di dadanya semakin menusuk. Kau tidak boleh keluar sekarang! ini tubuhku! seru Rune dalam hati. Dia menutup mata sejenak untuk berkonsentrasi pada nafasnya, beberapa kali menarik nafas panjang, secara perlahan rasa sakit di dadanya menurun.
Hana semakin khawatir melihat tingkah laku Rune, "Mungkin sebaiknya kita kembali ke markas,"
"Aku tidak apa-apa, Hana." jawab Rune. "Mungkin karena udara sore ini semakin terasa t, aku menjadi susah bernafas sedikit. Lagi pula, ini pertama kalinya kau keluar dari maskas, aku tidak ingin merusaknya."
"Kita sudah keluar selama setengah jam, aku juga sudah puas berjalan-jalan di taman, kita kembali saja," pinta Hana. Dia bisa melihat keringat bercucuran di dahi Rune.
"Baiklah," kali ini Rune menurut. Jika dia ingin jujur, dia sudah hampir tidak bisa menjaga wajah tenangnya jika Zeal terus saja mengoceh di dalam dirinya.
"Hah... aku ingin keluar..." gerutu Zeal.
Rune dan Hana, segera keluar dari taman. Berhubung jarak taman dan markas dekat. Mereka hanya perlu berjalan kaki untuk kembali. Taman LovingSky, diambil dari nama belakang ratu kerajaan langit ribuan tahun yang lalu. Taman kesayangan sang ratu berbentuk segi melingkar dengan danau kecil di tengahnya. Di tengah danau tersebut terdapat gazebo kecil dengan empat tiang penyangga. Hanya ada satu jalan masuk untuk kesana. Di sekeliling taman terdapat berbagai macam petak bunga yang terus dijaga secara turun temurun oleh para gardener taman tersebut demi menghormati ratu mereka, dari bunga mawar, anyelir, tulip, carnation, lily dan sebagainya.
Setelah menunjukkan id pass, penjaga markas segera membuka gerbang untuk membiarkan Rune dan Hana masuk. Begitu gerbang dibuka, terdapat jalan setapak yang luas dan panjang. Di kanan kiri terdapat hutan kecil, di tengah area tersebut barulah berdiri bangunan berbentuk segi lima dengan gedung kembar menjulang tinggi di tengahnya. Terdapat lima jalan untuk mengakses gedung tinggi tersebut. Untuk sementara, Hana tinggal di puncak salah satu gedung tersebut. Selama perjalanan menuju gedung, para siswa akademi markas pertahanan terkesima karena tidak pernah melihat Hana dan Rune berjalan berdua.
Rune Ichinosuke merupakan Ace dari tim Alpha S, tim elite yang dikhususkan membasmi monster level 10 dan prajurit khusus kerajaan langit. Sebagai tambahan dia memiliki kepribadian lain yaitu Zeal, roh sihir yang bertugas sebagai guardian keturunan mahkota kerajaan langit.
Begitu sampai di lantai tertinggi, Rune segera memencet beberapa kombinasi nomor di panel angka di depan sebuah lift. Lift ini juga berfungsi juga sebagai pintu masuk ke ruangan khusus, yaitu ruang tinggal Hana. Pintu lift terbuka, mereka berdua segera masuk. Ketika pintu di belakang mereka tertutup, dinding lift di depan mereka terbuka. Hanya tim Alpha S dan beberapa petinggi markas yang mengetahui nomor akses ke ruangan ini.
Ruangan pertama yang mereka masuki lebih mirip sebuah perpustakaan dengan rak buku dibuat mengelilingi dinding, sementara di tengah ruangan terdapat sofa dan meja untuk mereka membaca, di ujung ruangan, terdapat tangga melingkar menuju ke atas. Ruangan di atas perpustakaan lebih terasa seperti apartemen mewah dengan televisi plasma bertengger di dinding, tak lupa sofa empuk untuk menonton. di seberang area menonton terdapat sederet sofa empuk lainnya, di area inilah Hana akan menjamu tamu yang terkadang datang berkunjung. Sebuah tempat tidur besar di tempatkan di salah satu sisi, tempat Rune tidur, tempat ini hanya dibatasi dinding setinggi pinggang. Meja makan dengan empat kursi tertata rapi di dekat dapur, lalu kamar mandi dan toilet di sebelahnya. Terdapat tangga melingkar di sebelah area televisi, area ini lebih kecil karena dikhususkan untuk tempat tidur Hana.
"Kalian lama sekali!" di sofa tamu, terdapat laki-laki dengan tampilan casual tapi terlihat rapi karena memakai jas. Kaca mata tipisnya menggantung di hidung menutupi kerut di mata yang menunjukkan bahwa dia seorang professor meskipun hampir memasuki usia empat puluh tahun tapi menolak untuk menganggap dirinya tua.
"Maaf professor Kai, aku sudah lama tidak keluar dari ruangan ini sehingga aku meminta Rune untuk pergi lebih lama," Hana meminta maaf dengan sopan.
"Kau seharusya lebih tahu apa yang terjadi jika sampai orang-orang melihat kalian berdua," tuntut Professor Kai tegas sambil menatap Rune.
"Maaf, saya akan lebih berhati-hati lain kali," jawab Rune dingin. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Rune tidak terlalu menyukai Professor Kai tapi Professor adalah wali yang ditunjuk pimpinan markas untuk mengurus segala kebutuhan dan keamanan Hana di markas.
"A aku akan buat teh dulu," Hana segera menyingkir dengan gugup menuju dapur.
"Aku tahu kau bisa diandalkan," seru Professor Kai. "Tapi kau tidak perlu memaksakan diri seperti itu," dia memperhatikan keringat yang mengalir di wajah Rune dan sedikit terengah-engah.
"Aku bisa menjaga diriku sendiri tanpa harus memanggilnya," Rune melupakan sopan santun di ucapannya, "Aku paling genius dan mahir dalam bertarung. Ace dalam tim Alpha S tanpa perlu menggunakannya. Tidak ada yang bisa mengalahkanku di markas ini,"
"Dan kau melupakan satu hal yang penting," gumam Zeal. "Kau itu sombong dan kekanak-kanakkan,"
"Ahk!!" rasa sakit di dada Rune tak bisa lagi dia tahan. Setiap Zeal berbicara, hal tersebut akan menyebabkan rasa sakit yang menusuk di dada Rune.
"Rune!!" Hana langsung menghampiri Rune dengan panik. "Apa yang terjadi?"
"Ti tidak apa-apa... hah... hah.. dia hanya marah..." Rune berusaha menarik nafas panjang, berharap rasa sakit di dadanya menghilang seiring dia menarik nafas.
"Kenapa dia marah?" tanya professor penasaran.
"Hah..." Rune bisa merasakan rasa sakit di dadanya mulai mereda. "Yah... dia tidak pernah keluar semenjak 'hari itu'." Dia menatap Hana sekilas. "Hari ini tepat satu tahun dia tidak keluar dari tubuhku,"
"Ah! Aku mengerti, mungkin aku bisa membantu sedikit," tawar professor.
"Bagaimana caranya?" tanya Hana.
Professor Kai memperhatikan Hana sejenak sebelum berpaling menatap Rune. "Hmm... ini akan sedikit menyakitkan, tapi kurasa akan membuat Zeal senang untuk sementara waktu. Kau tidak perlu menjadi juru bicaranya untuk sementara. Bagaimana? Kau mau mencobanya? Bagaimana dengan dia?"
"Menarik," gumam Zeal. "Bukankah kau senang jika aku bisa berhenti menyiksamu untuk sementara waktu?"
"Ahk!!" Dada Rune kembali seperti ditusuk-tusuk pisau. "Ma masih banyak cara untuk menyiksaku, bukan?"
"Kau tahu dia tidak bisa dipercaya, kan? Apa yang kau pikirkan?" tuntut Zeal.
"A aku tahu... Ahk!!" Rune memegang dadanya dengan erat, berharap rasa sakitnya berkurang. "Ce cepat jawab pertanyaannya... ukh..."
"Apa kalian bertengkar?" tanya Professor Kai. Melihat Rune kesakitan seperti sudah menjadi pemandangan biasa untuknya. "Tidak apa-apa jika kau tidak mau Rune, aku tidak akan memaksa,"
"Aku tidak akan bertanggung jawab jika sesuatu menimpamu," kata Zeal.
"Ka kami tidak... Ahk!!" Rune hanya berharap rasa sakitnya hilang untuk sementara waktu. "Dua hari... ukh... biarkan dia keluar... hah...hah... dua hari..."
Professor Kai beranjak dari kursi dan menuju area dekat sofa yang lebih luas dan kosong. "Padahal aku berharap dia bisa keluar lebih lama, tapi dua hari juga lumayan. Berdirilah di hadapanku Rune,"
Rune menurut, dia segera memposisikan di hadapan professor Kai. Tinggi mereka hampir sepadan meskipun umur mereka terpaut jauh. Sebuah formasi sihir muncul di bawah kaki mereka.
"Kau siap?" tanya professor.
"Aku siap," jawab Rune mantap.
Formasi sihir di bawah mereka bersinar. Formasi berbentuk lingkaran dengan gambar sayap sebagai ornament dan banyak simbol kuno menghiasi.
Rune mulai merasakan rasa panas di dada, kekuatannya seperti tersedot ke tanah, dia jatuh terduduk karena tak bisa menjaga keseimbangannya. Di belakangnya muncul sekumpulan cahaya yang secara perlahan berubah menjadi sesosok pria dengan rambut berwarna putih dan diikat ke samping. Matanya terbuka perlahan memperlihatkan bola mata sebiru dan sebening lautan. Setelah itu, formasi di bawah kaki mereka menghilang perlahan.
"Halo... aku kira," sapa Zeal, "Kau bisa berdiri Rune?" Dia mengulurkan tangan kanannya tapi di tepis kasar oleh Rune yang bersikeras untuk berdiri dengan kekuatan sendiri.
"Aku tak butuh bantuanmu," balas Rune ketus, dia segera duduk di sofa. Tenaganya hampir habis karena memaksa Zeal keluar dari tubuhnya.
"Terserah kau saja kalau begitu," kata Zeal cuek, dia duduk sebelahnya dan mengambil teh yang sudah diseduhkan Hana di meja, mencium bau harum wangi teh sejenak sebelum meminumnya beberapa teguk. "Wangi dan enak sekali, terima kasih Hana, ini dua kalinya kita bertemu, kan?"
"Sa sama-sama Zeal," Hana gugup melihat sosok Zeal. Dia berusaha menghilangkan rasa gugupnya dengan menyibukkan diri di dapur.
Professor Kai berjalan santai dan duduk di sofa menghadap Zeal. "Nah, bukankah dengan begini kita bisa mengobrol dengan santai Zeal? Kau juga bisa bergerak bebas dengan tubuhmu sendiri,"
"Betul, rasanya menyenangkan," kata Zeal setuju. "Terima kasih professor,"
Hana datang kembali dengan membawa sepiring kue kering. Dia melihat raut wajah Rune, terlihat kelelahan. "Kau baik-baik saja Rune?"
"Aku baik-baik saja," jawab Rune dingin sambil mengambil tehnya dan meminumnya dengan cepat.
"Kau tidak boleh dingin seperti itu kepada Hana, dia kan mengkhawatirkanmu," protes Zeal.
"Ini bukan urusanmu," balas Rune.
"Hah... aku mengeluarkan Zeal agar kalian bisa mengobrol dengan santai bukan malah bertengkar seperti ini," keluh professor.
"Kami tidak berteng-" ucapan Rune terpotong karena alarm markas tiba-tiba berbunyi kencang.
"Tet! Tet! Tet!"
Professor mengaktifkan monitor hologram di ruangan, muncul seorang pria dengan seragam serba putih memberi hormat, "Apa yang terjadi?"
"Monster level 10 menyerang gerbang markas, tim Alpha dan Beta sudah terjun untuk membasmi," lapor pria tersebut.
"Baiklah, segera laporkan kepadaku jika ada perkembangan lagi, terjunkan Alpha S jika Alpha dan Beta tidak cukup untuk menghentikkan monster tersebut," perintah professor.
"Siap!!" layar monitor segera menghilang.
Rune berdiri tiba-tiba, "Aku akan membantu mereka, kau tetap disini Zeal," dia tidak menunggu jawaban dari Zeal dan langsung keluar dari ruangan.
"Baiklah," kata Zeal patuh, dia kembali menuang teh untuk dirinya sendiri dengan santai.
"Kalau begitu aku akan pergi melihat kondisi di luar, Hana kau disini saja dengan Zeal," perintah professor, dia mengikuti Rune keluar ruangan.
Hana tiba-tiba merasakan suasana canggung karena baru kali ini ditinggal berdua dengan Zeal. Dia berusaha mengurangi rasa gugup yang tiba-tiba muncul dengan meminum tehnya dengan cepat, menghindari kontak mata dengan Zeal.
"Tinggal kita berdua," ucap Zeal memecah kebisuan.
"I iya," jawab Hana gugup. "Kau tidak menyusul Rune?"
"Tidak," Zeal meletakkan cangkir tehnya. "Dia menyuruhku untuk tetap disini, kan?"
"Sepertinya hubungan kalian berdua sedang buruk," gumam Hana.
"Hmmm... tidak juga, memang seperti inilah hubunganku dengannya. dia memang tidak terlalu menyukaiku. Kalau kau ingin tahu itu," jelas Zeal.
"Kenapa?" Hana tiba-tiba menjadi penasaran. Selama mengenal Rune, dia memang tidak pernah melihat Rune membicarakan Zeal. Bahkan ketika Rune kesakitan, dia hanya bisa mendengar Rune bergumam tak jelas, lebih seperti berbisik agar Hana tak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. "Kau adalah Zeal, salah satu guardian terkuat di bumi selain enam guardian element kerajaan langit. Bagaimana dia tidak menyukaimu?"
"Yah... karena aku salah satu guardian terkuat di bumi selain enam guardian element kerajaan langit," Zeal menirukan kata-kata Hana dengan nada malas.
"Eh?" Hana tak mengerti apa maksud Zeal mengulang perkataanya.
"Kuberitahu sebuah rahasia," Zeal mencondongkan tubuh menatap Hana," Aku ini tidak memiliki bentuk fisik, tapi jiwaku selalu muncul pada setiap keturunan guardian. Setiap keturunan laki-laki pertama di keluarga mereka memiliki potensi aku akan muncul di salah satunya. Hanya yang memenuhi syarat kontrak sihirku sajalah aku akan muncul di tubuh mereka. Aku muncul di tubuh Rune, dia tampan, tinggi dan cerdas. Dia rangking teratas di ilmu bela diri dan terkuat di tim. Strategi perangnya di atas rata-rata. Stamina dan kemampuan sihirnya juga hebat. Tapi," Zeal menyenderkan punggungnya," Pesona dirinya tertutup olehku. Orang-orang selalu beranggapan bahwa Rune beruntung karena ada aku di tubuhnya. Rune membenci fakta itu. Dia benci karena orang hanya menganggap dia sebagai wadahku. Dia selalu berusaha membuktikan kepada orang-orang bahwa tanpa aku, dia sendiri adalah seseorang yang kuat. Tapi sebenarnya hubungan kami cukup baik, kecuali jika dia sedang marah dan bersikap kekanak-kanakan seperti tadi."
"Kenapa dia marah? Apakah karena kau setuju untuk keluar dari tubuhnya?" tanya Hana bingung.
"Bukan," jawab Zeal cepat. "Dan aku tidak pernah menyetujui untuk keluar dari tubuhnya. Itu keinginan dari dia sendiri."
"Lalu kenapa?" Hana semakin bingung.
"Karena kau," Zeal menunjuk wajah Hana.
"A aku?!" Shock langsung menyerang Hana. Bagaiman bisa Rune marah karena aku? Gumam Hana dalam hati.
Zeal mengangguk untuk lebih meyakinkan.
"Kenapa?" Hana masih tidak percaya.
"Satu rahasia lagi," ucap Zeal. "Aku bisa membaca pikiran Rune. Seluruh emosi dan pikirannya. Tapi dia tidak bisa membaca pikiranku. Lalu hari ini, dia merasa cemburu karenamu,"
"Cemburu karena aku? Kenapa?" Hana semakin tidak mengerti apa maksud perkataan Zeal.
"Entahlah, mungkin karena seharian ini kau ingin pergi keluar dan terus membicarakan kejadian setahun lalu ketika aku menyelamatkanmu, aku memberi kode kepadanya bahwa kau ingin bertemu denganku lagi, kan?" tebak Zeal seraya mengedipkan sebelah mata dengan genit.
Wajah Hana berubah merah padam karena malu, "A aku memang ingin bertemu denganmu untuk berterima kasih karena telah menyelamatkanku setahun lalu. Berkat kau aku masih hidup dan tinggal disini, tapi aku terlalu malu untuk meminta sehingga aku malah terus berbicara tentangmu, maafkan aku."
"Tidak apa-apa, ini bukan salahmu. Sudah kewajibanku untuk melindungimu, putri," Zeal kembali mengedipkan rayuan matanya. "Sebentar lagi aku harus menjemput Rune. Kau tidak apa-apa aku tinggal sendirian, kan?"
"Apa yang terjadi dengan Rune?" Hana berubah khawatir.
"Rahasia terakhir untukmu," Zeal berdiri sambil masih menatap Hana, "Aku ini hidup dengan menyerap energi Rune, itu terjadi dengan sendirinya. Meskipun dia itu kuat, tapi jika aku keluar dari tubuhnya seperti ini, energi yang terserap akan menjadi lebih besar dari biasanya. Ditambah sekarang dia sedang bertarung dengan monster level 10. Dia akan membahayakan dirinya dan aku jika tidak segera memanggilku,"
"Ka kalau begitu, kenapa sejak awal kau tidak segera menyusulnya!" seru Hana panik.
"Aku ingin menyiksanya," jawab Zeal.
"Zeal!!"
"Ahahahaha... bercanda Hana," tawa Zeal. "Aku ingin memberinya sedikit pelajaran karena menyetujui usul professor dengan seenaknya." Zeal mengusap kepala Hana sejenak. "Sampai nanti," dia langsung menghilang meninggalkan Hana sendirian.
Sementara itu di depan markas, Rune sudah mulai kelelahan meskipun baru beberapa menit bertarung. Monster yang menyerang markas ini lebih mirip monster bulu dengan tinggi sepuluh meter. seluruh tubuhnya tertutup bulu-bulu cokelat dengan lumut hijau di beberapa tempat, seperti kulit kungkang. Menjijikan dan setiap tetes lumut tersebut mampu melelehkan logam, tanah yang terkena tetesan tersebut akan runtuh dan mengeluarkan asap beracun.
"Sial... ini karena Zeal keluar dari tubuhku," gerutu Rune kesal. Dia mengamati monster tersebut selama beberapa detik sebelum menyerang. Meskipun senjata di tubuhnya mematikan, tapi sebenarnya monster tersebut cukup lambat. Cipratan lumut dari tubuhnya yang sangat merepotkan apabila sampai terkena tubuh. Rune harus memperkuat barrier di tubuhnya jika tidak lumut tersebut akan melelehkan tulang belulangnya. "Tinggal sedikit lagi... monster itu sudah sepenuhnya tak bisa bergerak," dia melihat tim beta hampir selesai menggambar formasi sihir pembeku.
Tim Alpha S dan tim Alpha bertugas untuk mengalihkan perhatian monster tersebut, tapi tiba-tiba monster tersebut menyadari kehadiran tim Beta dan mulai menyerang mereka. Formasi sihir menghilang dengan cepat. "Sial! Awas kau monster jelek! Aku akan... Akh!!" Rasa sakit tiba-tiba menyerang dadanya. Dia limbung dan merosot bertumpu pada lutut kakinya. "Ke kenapa disaat seperti ini... ugh..."
[to be continued]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro