Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 46 - Perpustakaan (2)

Di lantai bawah Gustavo berlarian melewati tiga anak tangga sekaligus, di setiap lantai yang ia temui orang-orang yang berada di lantai tersebut mengikuti Gustavo ke lantai dasar. Tak hanya Gustavo saja yang mendengar lengkingan makhluk yang datang karena suara keras alarm yang menggema ke sepenjuru kota yang sepi. Mereka berlari begitu cepat, barisan pria mengangkat senjata masing-masing rapi turun ke bawah.

Di lantai bawah Julius yang mendengar lengkingan teriakan terdiam bersama yang lainnya, tangan kanannya terangkat memberi kode tuk diam di tempat dan tak bergerak. Kening Julius mengerut bersamaan dengan semua pria yang perlahan mengangkat senjata mereka masing-masing. Azzura hanya dapat menutupi mulutnya sendiri menahan isakan tangis dan tubuh bergetarnya, matanya sudah dibanjiri genangan air mata dan isakannya ia tahan terus menerus. Suara pergerakan Gemirix yang perlahan mengendap-endap terdengar jelas dari bawah, makhluk itu sudah masuk ke dalam gedung.

"Mereka datang bersamaan," bisik Julius pada semuanya.

Kokangan senjata pun terdengar dan Julius melangkah perlahan-lahan menuju tangganya bermaksud tuk melirik sedikit, apakah Gemirix akan turun dan menghabisi semua pendiam di bawah sana. Getaran langit-langit menjatuhkan pasir dan debu ke semua rambut, pergerakan Gemirix itu bersamaan dan mengincar dari bau dan getaran bumi.

Di lain sisi Gustavo perlahan-lahan mulai turun ke satu lantai di atas empat Gemirix yang masih bergerak pelan di lantai dasar. Gustavo melambaikan tangan pada pengikutnya dan mengarahkannya masuk ke lantai untuk mengintip dari atas.

Lantai dua memiliki lantai yang memiliki lubang di lantainya, bagaikan teropong yang memperlihatkan sosok Gemirix yang langka, tubuhnya hitam dan memiliki sinar atau cairan di tubuhnya yang menjalar. Ia memiliki wajah seperti Dommed, berbeda dari Ghroan lainnya yang tak memiliki wajah. Di bawah ada empat buah Gemirix yang masih berjalan ke mana-mana.

Dari atas Gustavo masih mengamati dengan dengki yang membuncah, ambisi membunuhnya terus ada dan ingin segera membunuhnya cepat dengan tragis, sama seperti yang mereka lakukan dahulu pada istri dan anak perempuannya. Berusaha tak mengeluarkan sedikitnya suara dari atas, mencoba untuk bergerak seperti di atas awan.

"Gemirix memiliki kelemahan di inti tubuhnya, ada empat Gemirix di bawah. Aku ingin sisa dari kalian tetap berada di lantai tiga, di lantai empat dan sisanya di lantai lima, masing-masing lantai memancing satu Gemirix. Sisanya menghabisi di bagian dasar, dan ketika aku mengecoh perhatiannya aku ingin kau Dan, menuju ke lantai dasar dan menemui Julius. Bilang padanya untuk mengaktifkan generatornya dengan cepat," perintah Gustavo berbisik pada semua orang.

"Gemirix itu makhluk bodoh, ketika kau bertemu dengannya aku ingin kalian menembaki dengan bersamaan di titik terlemahnya sampai sinar di tubuhnya habis. Jika kalian tidak menghabisinya, gunakan otakmu," desis Gustavo, matanya menjadi merah dan tajam.

"Ingat! Kau berkorban demi masa depan," tambah Gustavo penuh penyemangatan.

Para pria itu semakin bersemangat, 20 orang yang lain menaiki lantai dengan perlahan-lahan tanpa terlihat. Sedangkan 20 yang lain akan berada di lantai ke tiga. Sisanya yang lumayan banyak akan turun ke bawah menghadapi dua Gemirix sekaligus atau sama dengan satu Dommed.

Gustavo masih mengamati dari lubangnya sembari yang lain masih menaiki tiga lantai ke atas, walau pun gelap namun pantulan cahaya dari dalam tubuh Gemirix masih dapat terawang sampai iris abu-abunya.
Pria berambut kusut itu mengambil sebuah serum di saku celananya dengan cairan berwarna hijau pekat dan terbungkus alumunium tebal.

Gustavo menunggu sejenak, hingga seseorang dari atas sana turun di tangga dan memancing Gemirix tuk naik ke lantai lima sesuai rencananya.

Ia menghantamkan senjatanya ke besi pinggir tangga bagai sebuah bel, dan berhasil memancing dua Gemirix yang berada di dekat sana tuk naik. Tatkala dua Gemirix itu berhasil naik, satu mengikuti orang yang berlarian ke lantai lima lagi dan satu lagi menengok mendapati sekumpulan orang yang berada di lantai duanya.

"Ke pinggir semua!" desis Gustavo. Mereka langsung berdempet pada dinding lalu Gustavo melempar dengan sekuat tenaga dari atas melewati lubang tersebut. Serum itu pecah di belakang Gemirix yang baru saja lewat di lantai bawahnya dan asap pekat hijau melambung tinggi, di saat itu juga Gustavo menembakkan satu peluru ke tengah-tengah kabut asapnya.

Hingga sebuah kobaran api di sertai ledakan besar muncul karena reaksinya, getaran hebat menggoyangkan semua orang juga Gustavo yang celakanya terjatuh dan tehantam lantai keras. Langit-langit lantai mereka pun goyang dan berjatuhan hampir melukai beberapa organ.

"Sekarang!" jerit Gustavo masih mengintip dari lubang lantai.

Semua bersamaan menembaki Gemirix yang tertutup kabut pekat hijau di bawah. Gustavo dengan berani melompat dari ketinggian menuju lantai dasar dari lubang atap tersebut. Ia menggulingkan tubuh sekali saat jatuh di bawah dan diikuti lagi dengan beberapa yang lain turun dengan melompat.

Dengan serentak mereka menembaki Gemirix dan keduanya melengking mengerikan. Akibat dari ledakan itu cahaya di tubuhnya menjadi berkurang sedikit. Satu per satu orang turun dan berlarian ke pinggir untuk menghindari Gemirix.

Makhluk itu menyadari dari mana datangnya pembunuh dirinya, hingga tiga orang yang melompat bersamaan menjadi santapan ketika Gemirix itu bergeser menuju ke bawah lubang. Melebarkan mulutnya dan melahap menjadi satu kunyahan.

Teriakan sadis dari ke tiga pria itu memilukan semua orang, belum lagi Gustavo masih mencoba menembaki tubuh Gemirix melihat simbah darah mengalir ke lantai keramik, makhluk itu terus membelakangi Gustavo dan menghalangi bagian sensitifnya. Makhluk itu menoleh pada serangan bertubi-tubi dari jauh di belakangnya, membuat semua orang bergetar lemas ketakutan ketika lengkingan monster itu datang mendekat.

Berbagai serangan dan kejaran Gemirix pun mereka hindari dengan bersembunyi di berbagai tipe perlindungan. Bersembunyi di bawah meja, di belakang dinding, atau berlari, bahkan kewalahan mencari tempat persembunyian yang lain.

"Lari!" teriak seorang pria mencari tempat perlindungan, Gustavo dan beberapa yang lainnya masih berdiam di tempat. Semua orang mulai berhamburan ke sana-sini bagaikan semut angkrang.

Tubuh Gemirix penuh duri panjang yang lentur itu mulai bergerak dan mendatangi sisi mereka. "Dia akan menyerang!" jerit seorang pria.

Gustavo bertindak cepat dengan mengangkat sebuah beton setebal lima cm yang masih kuat ia angkat. "Angkat bersamaan! Cepat!!" pekiknya.

Empat orang pria yang secara kebetulan berada sama di sampingnya dan sama-sama terancam mulai mengangkat cepat betonnya, erangan besar khas pria keluar dari tenggorokan mengangkat papan tebal sebagai perisai. Hingga Gemirix datang dan duri tajamnya menghantam papan tebal tersebut. Akibat kuatnya hantaman Gemirix Gustavo dan empat pria lainnya terambung jauh dan terseret.

"Ahhhhgghh," jerit mereka bersamaan. Sakitnya begitu mengerikan di bagian tulang rusuk dan membuat mereka berlima mengerang kesakitan.

Namun rasa sakit itu mungkin sepadan dari pada terkena cucukan duri tebal dan elastisnya yang langsung membunuh saat itu juga tanpa dapat memanjatkan doa terakhir sebelumnya. Di saat Gemirix itu mendatangi lagi ke lima pria terbaring jauh itu dari belakang hujan senjata melukai belakang tubuh Gemirix, dan makhluk itu menoleh dan menuju tempat mereka.

Rupanya kelompok yang lari mencincing tadi sudahlah berhasil membunuh satu Gemirix yang tergeletak di depan. Melihat jasad makhluk sejenisnya, Gemirix itu sangatlah marah dan berteriak melengking berat merusak gendang telinga.

Gustavo mencoba menegakkan tubuhnya, rasanya ia baru saja tak sadarkan diri dalam beberapa detik. Kepalanya begitu sakit terbentur lantai keras dan tulang punggungnya terhantup keras ketika berlandas dari momen terbangnya pertama kali.

Gemirix itu masih mengejar yang lain mencoba mencari tempat persembunyian, namun setiap kali mereka berlari bagaikan melihat semut yang sangat mudah dikenali. Ia hanya meremukkan sedikit saja maka semut itu akan mati, itulah yang dilakukan Gemirix yang marah.

Ia menggiling semuanya yang tak lolos dari kejarannya, teriakan kesakitan di mana-mana dicampuradukan dengan suara genderang senjata. Darah yang menetes di setiap tubuh mati berceceran dan menyiprat ke berbagai dinding dan kulit wajah semua orang yang memiliki luka-luka. Pertempuran melalahkan untuk satu serum yang masih ditunggu oleh Aleena, Skylar, Cadance, dan Donny di atas.

"Di mana Dan!!" teriak Gustavo memecahkan suasana tegang, menjadi lebih horor.

Tak ada yang menjawab soal termudah tersebut. "DAN!!!" teriak Gustavo berulang kali. "DAN WHERE THE HELL ARE YOU!!" pekik Gustavo lagi marah.

Aleena mendengarkan dengan berat genderang senjata di bawah dengan teriakan sahut-menyahut, terkadang ia juga mendengar teriakan kesakitan yang membuat hatinya semakin berat kembali. Donny masih fokus mengarahkan senjatanya ke tangga, keberadaan mereka di lantai paling atas sangat jauh dari serangan.

Mereka hanya menunggu waktu yang tepat untuk listrik yang menyala, di saat itu juga Skylar menuju arah tangga dan memperhatikan kondisi sekitar.

"Dengarkan seksama, mereka mungkin akan bilang apapun dari bawah bila meminta pertolongan," tukas Skylar berat pada Donny.

"Yah," balas Donny terdengar seperti orang yang baru lepas dari cekikan.

Dan yang masih ingin turun ke bawah terhalangi oleh Gemirix yang masih menutupi jalan keluar, Gemirix itu tak mau berpindah tempat atau pun masuk sekali pun. Walau pun ia sudah terlihat lemas karena cahaya di tubuhnya mulai menghilang perlahan akibat koordinasi yang baik dari kelompok satu ini. Dari pojok pintu itu pun duri elastis panjangnya mampu terbang terhuyung-huyung di dalam ruangan lantai dua tersebut. Setiap kali beberapa duri terbang di atas, mereka haruslah menunduk atau melompat untuk menghindari cambukan duri beracun Gemirix. Korban satu per satu berjatuhan, namun tak membiarkan mereka menghentikan tembakan sebelum Gemirix mati mencium keramik dingin.

Dan mendengar berulang kali namanya dsebut dan membuatnya semakin ditempar keras, ia sangat gelisah ketika namanya disebutkan berulang kali dengan tinggi. Konsentrasinya hancur, dan semakin panik ia rasakan semakin sulit juga ia berkonsentrasi. Dan tak ingin menjawab sekecil apa pun suara yang lebih mengerikan dari pada lengkingan Gemirix itu.

Dan masih menembaki tubuh Gemirix, mendengarkan teriakan para pria yang ketakutan semuanya terkumpul menjadi satu kebisingan yang menggetarkan tubuh. Hingga ia mendapatkan sebuah ide yang gila di benaknya. Namun kembali lagi, ia begitu panik hingga tak tahu bagaimana berkonsentrasi. Ide-idenya gila dan tak rasional, sangat tak bermutu dan dapat membahayakan dirinya sendiri.

Ia mengarahkan senjatanya ke duri yang menghalangi sebuah sisi di pinggir dindingnya, di saat yang lain menembaki tubuh Gemirix hanya di tengah saja, ia yang menembaki duri hitam Gemirix. Membutuhkan ketepatan yang handal untuk menembak titik peghujung durinya.

Hingga saat ia menembakinya tiba-tiba duri itu lepas dan di saat itu juga sebuah celah ruangan terlihat di pinggir. Melihat kesempatan itu Dan dengan cepat berlari dan melompat melewati sela itu bagaikan lumba-lumba sirkus yang melewati lingkaran hula hop.

Ia terguling satu meter di tangga dan tanpa basa-basi mengerang dan segala macam ia turun ke bawah dan mengangkat senjatanya. Ia bersembunyi di balik dinding ketika melihat satu Gemirix di lantai dasar sedang melahap banyak korban. Rupanya kondisi untuk rekannya di lantai dua lebih baik dari pada di lantai dasar yang bersama Gustavo, hampir tersisa setengah dari mereka.

Gemirix itu menghadap ke arah yang lain dan di saat itu juga Dan berlari menuju tangga menuju bawah tanah. Ia turun dengan cepat dan menuju sebuah pintu yang tertutup, ia mendobraknya dan sudah mendapati sembilan senjata mengacung pada tubuhnya serentak.

"Woow woow ini aku!" balasnya takut.

"Apa yang terjadi di atas?" tanya Julius hanya memastikan perkiraannya benar saja, alarm yang keras mengundang makhluk-makhluk di luar.

"Empat Gemirix," sahut Dan singkat.

"Sial," desah Julius.

"Ada apa dengan listriknya?" tanya Dan turun ke bawah.

"Konslet, pemakaian tenaganya terlalu banyak. Akan bekerja saat pemakaian lampu dan beberapa tenaga lainnya dimatikan, maka listrinya akan bertahan lama," jelas Julius dengan raut kelelahannya menangani listrik.

"Kita tak punya banyak waktu, lebih baik sekarang dari pada tidak sama sekali! Mereka tahu harus bagaimana! Cepat!" pekik Dan.

Julius menyerah dan ia menuju tempat semula, ia menoleh pada Dan. "Kurang dari 60 detik, di luar ini bukan merupakan kesalahanku," ingatnya lagi parau.

Julius langsung menarik sebuah gagang merah dan dengan cepat lagi alarm berbunyi nyaring bersamaan lampu yang menyala terang di berbagai lantai.[]

Aleena yang berada di atas dikejutkan dengan alarm yang terdengar berulang kali dan lampu terang yang menyinari. Cadance yang berada di dekat pintu mendengar bunyi pintu yang tersorong dan matanya terang-menderang melihat isi ruangan tersebut masihlah rapi.

"Aleena!! Pintunya terbuka!! Ayo!!" jeritnya.

Aleena menoleh dan langsung berlari menuju masuk ke dalam dan disusul Skylar yang menjaga pintu, 60 detik kurang itu adalah waktu yang tak dapat diterka. Bisa saja empat detik lagi maka listrik akan mati dan Cadance beserta Aleena akan terjebak selamanya di dalam sana.[]

Dari lantai bawah Gustavo masih mengurusi Gemirix yang berulang kali membunuh kawannya, iris matanya merah dan bayangan kematian istri dan anaknya seperti proyektor di kepalanya. Ia ingat istrinya berkorban demi dirinya, dan anaknya menjadi korban. Semuanya akan menjadi korban suatu saat, korban dari dunia atau berkorban demi dunia.

Nafasnya berat ia keluarkan, rahangnya tegas menggigit giginya sendiri geram. Gustavo mengambil satu serum di kantungnya lagi, ini adalah persediaan terakhir yang ia miliki. Serum yang lain masing-masing ada di tangan Julius, Dan, Wolf, Aslan, dan Zedd. Hanya ada satu kesempatan, bila ia tak berhasil maka tubuhnya akan tertelan hidup-hidup di depan mata semua orang. Semua tahu tanpa Gustavo mereka hilang arah dan tak tahu harus bagaimana selanjutnya.

"Pergi dari sini," gumamnya pada empat pria di sampingnya.

Ke empatnya tak bergeming dan menciut bingung. "A- ada apa Gus?" tanya mereka bersambungan.

"Aku ingin kalian naik ke atas bersamaan, tinggalkan aku di sini bersama Gemirixnya," desisnya.

Tak tahu ingin berbicara apalagi ke empat pria itu, mereka hanya diam dan menatap Gustavo. Keputusan yang dibuat Gustavo pasti bukan main-main dan harus segera mereka kerjakan, atau sesuatu yang buruk akan terjadi pada tubuh masing-masing akibat kekejaman dan ketegasan pria bengis itu.

Mereka berlarian ke tangga dan saat di perjalanan mereka mendengar teriakan Gustavo. "Semuanya! Keluar dan pergi ke lantai atas cepat!" jeritnya dan di saat itu juga Gustavo sendiri yang menembaki Gemirix mengalihkan pandangannya.

Gemirix itu merasakan panas peluru di tubuhnya yang mulai melemas, ketika Gemirix berbalik dan menuju Gustavo sekumpulan pria yang terpojok tadi mulai berlarian ke tangga dan naik. Sembari Gustavo mundur dengan cepat dan berlari.

Gustavo menarik tutup tabung serum lain dengan cairan bening dengan giginya di saat Gemirix itu berada di depannya. Serum tersebut ia lempar di depan Gemirix dan pecah, melambungkan asap yang tebal dan menyebar. Semua pandangan menjadi hilang dan hanya ditutupi kepulan asap putih sangat pekat, tak dapat melihat apa pun di sekeliling dan penglihatan sangat lumpuh.

Termasuk apa yang terjadi dengan makhluk tersebut, ia bingung dengan kepulan asap yang datang tiba-tiba. Hingga beberapa detik kemudian asap itu perlahan hilang dan menjernihkan lagi pemandangannya, namun ia terlihat bingung.

Ia mencari sosok mangsa yang akan ia terkam barusan dan sudah menghilang, kini makhluk itu semakin jeli mencari ke mana-mana. Mengelilingi lantai tersebut dengan jeli mencari Gustavo bagaikan ninja yang menghilang di balik sebuah asap.

Gemirix itu mulai berjalan lagi dengan cepat ke sisi lainnya, hingga ketika ia berada tepat di bawah lubang besar di langit-langit, sebuah tembakan senjata mengenai wajahnya. Gemirix itu berteriak melengking dan menoleh ke atas ketika melihat Gustavo sudah menembakinya dari atas dan berdiri tegak di sana.

Gemirix itu tiba-tiba saja melompat bagai seekor paus pembunuh dan membuka mulutnya lebar, di momen itu juga Gustavo mengambil serum hijau miliknya dan melemparkan ke dalam mulut Gemirix. Gustavo menembaknya tepat di tabungnya dengan cepat dan tepat target, kepulan asap hijaunya terkumpul penuh di dalam mulut Gemirix.

"Mati kau keparat," salam hangat versi Gustavo terakhir kali.
Dan di saat itu pula ia menembak lagi satu kali ke asap tersebut. Reaksi kimia yang sama membuat Gemirix itu meledak dan terbakar oleh api, ledakan dahsyatnya membuat tubuh Gemirix pecah dan mengeluarkan lendir hitam dan organ tubuh dalamnya terburai berterbangan. Gustavo yang berada di atas terkena ledakan dan membuatnya terbang terambung dan menghantam dinding belakangnya.

Ledakan itu terasakan sampai lima lantai di atasnya, dan membuat semua orang tercengang dengan suara ledakan dan getaran di bawah. Perasaan dan fikiran yang bermacam-macam hal terus bergentayangan.

Julius yang sudah meninggalkan ruangannya menaiki tangga secepat mungkin dengan tergopoh-gopoh dan diikuti 10 rekannya di belakang. Ketika mereka sampai di lantai atas, begitu tercengangnya mereka semua, mulut terbuka besar dan mata membelalak tak mengedip, udara sekitar berubah aroma menjadi busuk yang menyengat.

Tepat di depan mereka adalah ladang pembantaian, luasnya lobi yang sebelumnya masih bersih dengan reruntuhan bangunan, kini dilumuri lendir hitam pekat dan organ tubuh Gemirix yang berserakan ke berbagai tempat.

Sebagian organ termasuk jantung dan otaknya yang melikuk-likuk menempel rekat di dinding seberang dan bagaikan pajangan yang memikat pandangan banyak orang. Entah apa yang baru terjadi di bawah, tidak ada seorang pun muncul dalam beberapa saat.

Hingga sebuah langkah kaki banyak terdengar dari atas menuruni tangga, mereka menatap bingung dan tercengang sekaligus dengan sejenis kehancuran Gemirix di lantai bawah. Berbeda dari mereka yang berhasil melumpuhkan Gemirix hanya dengan modal berlari dan menembak.

Hembusan nafas terus keluar dari setiap bibir, namun tidak ada yang berani mengambil nafas sedikit pun. Partikel virus dari Gemirix berterbangan dan tak ingin sedikit pun mereka mau terjangkit virus Mepis lagi. Gustavo dari entah-berantah datang dari tengah kerumunan orang.

Terdapat darah di sudut bibir kanan dan goresan luka panjang di bibir bagian kanan sepanjang 4 cm ke tulang pipinya. Sudut mata abu-abunya berkobar api dendam yang terpenuhi, semuanya cukup sepadan dengan apa yang dilakukan makhluk itu padanya, pada hidupnya.

Di saat alarm tiba-tiba berhenti sebuah dentuman suara terdengar dari arah luar. Semua orang mulai menengok ke asal, berlarian mencari tahu asal suara tersebut dan menatap jauh ke arah luar. Tanpa mereka terka-terka makhluk di luar berdatangan kembali dan menimbulkan suara riuh di senja yang menggelap tersebut.

"Ghroan! Mereka tahu kita di sini! Kita harus ke luar dari sini, cepat!" jerit Julius menggelegar membelalakkan setiap mata. Semua orang mulai berlarian ke arah luar mengikuti Gustavo.

"Gus!" panggil Julius. "Aleena dan yang lain," ingatnya.

"Panggil dia cepat!! Cepat!! Kita tak punya satu detik pun menunggunya!" pekik Gustavo.

Julius kembali masuk ke dalam dan menaiki satu tangga, tak sanggup ia menaiki ribuan tangga lagi untuk menjemput Aleena dan tiga orang di atas sana. Entah bagaimana nasibnya mereka nanti bila ia tak memperingatinya tentang serangan yang datang kembali, sampai Julius memutuskan untuk menggunakan kekuatan tenggorokannya.

"ALEENA!! TURUN!! GHROAN DATANG!!" jeritnya super, dan suaranya menggema sahut-menyahut setiap lantai dan sampai di paling atas.[]

Cadance mengobrak-abrik di atas meja, mencari secara acak apa pun yang berkaitan dengan serum tersebut dan informasi-informasi lainnya. Berbagai jenis benda dan kertas ia hamburkan ke lantai, sudut mata hijaunya mencari ke laci-laci meja modern berwarna putih tersebut.

"Cadance! Periksa di lemari-lemari itu!" pekik Aleena yang menuju sebuah tabung besar di tengahnya.

Cadance berlarian menuju lemari bunker yang dimaksud dan mengeluarkan banyak berkas. "Skylar jaga pintunya!" teriak Cadance melempar beberapa berkas ke luar pintu agar sempat diselamatkan nantinya. Sembari Skylar ikut mengambil beberapa kertas berhamburan dengan kecepatan tangan supernya.

Satu per satu Cadance melemparkan berkas pada Skylar sembari Aleena mencari bahan bagaimana membuka tabung yang melindungi serum tersebut. Ia mengobrak-abrik untaian puluhan kabel di bawah meja-meja yang berderet, mencari sebuah tombol atau apa pun untuk membuka tabung seperti akurium itu begitu cepat dan bergetar hebat sangking paniknya.

Ia putus asa karena kepanikan dirinya, ia mengambil sebuah kursi dan menghantamnya ke kaca. Namun kaca itu malah memantulkan kembali kursi di tangan Aleena tanpa sedikit retakan.

"Aarg! Arrgh! Arggh!!" erangnya berulang kali sambil memukulkan kursi dengan kuat ke tabung besar dengan air hijau di dalamnya.

Keringatnya bercucuran ke setiap jengkal kulit, semua tubuhnya sudah begitu lemas 900%. Kaki dan tangan adalah organ terbesar yang sering ia gunakan satu harian ini tanpa istirahat. Mata hijaunya menyala dan dengan cepat ia berlari keluar dari ruangan. Mata Skylar hanya mengikuti ke mana tubuh Aleena pergi hingga ia mengangkat sebuah batu besar berpuluh-puluh kilogram beratnya daripada dia sendiri di tangannya.

Ia membawa dengan sekuat tenaga dengan cepat ke arah tabung kaca, hingga ia melemparkan dengan keras ke arah tabung kaca. Kaca itu retak dan pecah membeberkan air hijau yang dingin di ke lantai dan membasahi sepatu Aleena sampai lututnya.

Skylar yang berada di pintu tiba-tiba merasakan pergerakan pintu yang bergeser. "Sial, pintunya menutup bergegaslah!!" pekiknya panik, karena sekuat tenaga pun ia tak dapat menahan bobot tubuhnya tuk menghentikan pergerakan pintu yang begitu cepat tertutup.

"Arrrggghhhhhhhhhh," erangnya tak sanggup lagi menahan.

"Aleena keluar!!" jerit Skylar emosi.

"Cadance keluar!!!" teriaknya panik.

Cadance berhasil membawa satu lagi berkas dan keluar dari pintu yang masih lebar terbuka dan buru-buru mengambili semua kertas yang berhamburan di luar ruangan tersebut.

"Aleena!!! aku- errgh tak bisa menahannya...arhg lagi! keluar!!!" jerit Skylar hingga mengeluarkan urat di sekujur tubuhnya, wajahnya merah dan panas.

"Skylar keluar dari pintu!" Cadance menarik Skylar cepat ketika tubuhnya hampir tergencet pintu tersebut dan membuatnya terjatuh, ia membiarkan Aleena masih di dalam.

"Aleena!!!" jerit Skylar marah.

Itu adalah momen-momen mendebarkan penuh ketakutan bagi mereka melihat Aleena masih di dalam mencoba meraih serum berbentuk bola softball itu. Aleena yang memecahkan kaca tersebut langsung mengambil serum yang di sangga sebuah logam dengan cepat, ia berlari cepat menyeimbangkan tubuhnya dari licinnya lantai penuh air. Pintu sangat mustahil dilewati dengan Aleena yang masih berlari menuju pintu, dan ketika ia berlari ia memiringkan tubuhnya akhirnya ia melompat keluar.

Suara pintu tertutup tadi terdengar dentumannya dan mendadak lampu dan alarm mati bersamaan, Cadance yang membelalak kaget Aleena mampu keluar, tatkala teringat kejadian saat ia mengejar Aleena dan ia hampir terjepit gerbang Sega dahulu. Ia menggunakan cara yang sama untuk lolos dari sempitnya ruangan, dengan pintu yang dalam detik-detik terakhir nyaris hampir tertutup.

Donny yang sudah membantu Cadance mengambili harta karunnya berdiri tegak dan melirik arah sebuah kaca jendela di lantai tersebut. Matanya tersentak ketika melihat puluhan koloni Ghroan datang. "Cepat! Cepat! Ghroan datang!" pekik dia tak karuan panik.

Cadance memasukkan semua berkasnya ke dalam ransel Skylar dan langsung ia pakai, mereka langsung berdirian kalang kabut dan mencari tangga. Sedangkan Aleena yang baru saja selamat dari maut lagi, ia langsung bangkit dan berlari menuju tangga.

Namun matanya mendapati sebuah objek di samping kanannya, lift yang tertutup.

"Lewat sini!" pekiknya sambil menaruh serum di sakunya.

Skylar, Cadance dan Donny yang sudah berlari menuju tangga terpaksa mengerem kaki mereka dan tergelincir maju ke lantai sedikit. Mereka melihat bagaimana Aleena dengan kuat membuka sendiri pintu lift yang perlahan terbuka dengan isi yang kosong.

Ruangan tersebut begitu gelap dan mendengung akibat deruan angin yang masuk dari ventilasi udara, dua buah tali besar yang menggantung adalah satu hal yang mereka temui di dalam sana, sedangkan ruangan liftnya berada di lantai dasar.

Aleena mengaitkan busurnya di tubuh, sedangkan Skylar mengikatkan ranselnya ke tubuhnya lebih rekat. Cadance hanya dapat menatap takut ketinggian di depannya. Terdengar sebuah robekan yang berasil dari baju dalaman Aleena yang ia sobek dan ia lilitkan di kedua tangannya sebagai sebuah sarung tangan. Skylar, Donny, dan Cadance mengikuti apa yang mereka lihat.

"Lompat saja, jangan berfikir kematian," kata wanita yang rambutnya berhamburan kacau. Suaranya menggema di dalam sana.

Belum mereka bertanya apa pun, mereka melihat Aleena sudah melompat ke satu tali bagian kanan dan meluncur jatuh ke bawah. Kakinya terseret di tali dan menahan untuk tak terlalu jatuh dan dijadikan sebagai rem kaki, sedangkan tangan dibalut kainnya perlahan menjadi hangat karena energi panas kinetik yang tercipta. Disusul dengan Donny, Skylar, dan Cadance di masing-masing tali dan meluncur cepat dibandingkan menuruni tangga.

Aleena menginjakkan kedua kakinya di atas lift di bawah dan membuka pintu lift tersebut dan lantai dua menyambut mereka dengan beberapa kepulan asap hijau yang masih tersisa dengan kehancuran dinding-dinding seperti terkena ledakan bom. Ia melihat kehancuran luar biasa di bawah dan aroma busuk yang langsung menyerang indra penciuman mereka yang tadinya normal-normal saja.

Sebuah teriakan dari bawah terdengar dan itu adalah sosok Julius di tangga seorang diri. "Julius!" panggil Aleena.

Julius menoleh cepat ke arah suara dan matanya membulat tak percaya, matanya tak pernah sejernih dan sebahagia itu melihat orang yang baru saja ia panggil.

"Cepat! Mereka sudah pergi lebih dahulu!" pekiknya panik dan mulai berlari bersama Aleena dan yang lain. Berlari menjadi awal perjalanan kembali, ketika mereka turun beberapa tangga dan berada di lantai dasar setiap pasang mata menjadi lebar tak percaya dengan ladang hitam busuk di bawah. Terdapat daging-daging hitam dan lendirnya yang menetes di dinding sekitarnya, sangat mengerikan tak lazim dilihat.

Mereka kini berlari di bawah kegelapan mengikuti arah Gustavo menuntun, hingga segerombolan Ghroan datang dari kanan dan mulai mengejar mereka dan menggelundung dengan cepat. Donny yang ingin mengambil senjata terpaksa dihentikan Julius yang menyarankan untuk tetap berlari saja dari pada terlambat.

Aleena menoleh ke belakang dan melihat makhluk-makhluk itu terus mengejar, jantungnya berdetak cepat dan tubuhnya sangat bergetar ketakutan, begitu kental di raut wajah dan pandangan matanya. Namun tanpa tersadar Aleena menginjak sebuah lubang yang tertutup sebuah papan dan ia hampir jatuh ke dasar tanah yang dalam, namun tangannya sempat memegang ujung lubang itu.

Skylar, Donny, Julius dan Cadance yang tak terkena lubang itu tanpa sengaja meninggalkan Aleena dua meter di belakang begitu lajunya mereka berlari.

"Lari!" teriak Aleena meyakinkan ia bisa sendiri, namun nyatanya Ghroan itu dua meter di belakangnya dan tersenyum kemenangan melihat jebakan mereka berhasil.

"Tidak!" jerit Skylar tak sanggup dan ingin berlari kembali, namun Julius menahannya dan mendorongnya tuk tetap maju ke depan.

"Tidak! Cepat lari!!" pekik Julius panik dan ia malah yang menolong Aleena.

Julius menembaki deretan Ghroan di depannya dengan banyak sambil berlari mendatangi Aleena, Aleena sendiri susah payah menggunakan otot lengan atasnya yang sudah begitu lemas ia pakai seharian.

"Erggghhhh," erang Aleena bersusah payah.

Julius sampai di lubang itu dan mengangkat Aleena, namun kelengahannya menjadi buah manis bagi makhluk tersebut dan mereka hampir menusukkan duri tajam dan beracun mereka pada tubuh Julius, hingga sebuah tembakan bertubi-tubi datang dari arah belakang menghentikan niatan Ghroan.

Itu adalah empat rekan terbaik Julius yang datang berlari ke aranya. "Cepat! Cepat! Lari lari!!" teriak bariton seorang pria berambut ikal berkulit gelap.

"Aslan," gumam Julius merasa begitu senang rekan-rekan terbaiknya mau kembali untuk menjemputnya dibanding berlari bersama yang lain.

Julius menarik tangan Aleena dan dibantu dengan tiga pria lainnya yang terus meneriakkan kata cepat, cepat, cepat dan cepat setiap saat karena paniknya mereka.

"Lari! Kita tangani ini!" jerit satu pria blonde berambut panjang masih menembaki dengan serius Ghroan yang datang.

"Tidak! Kalian juga harus lari!" elak Julius kesal.

"JULIUS!!" geram seorang pria lagi. "Cepat pergi!!" jerit pria memekik emosi.

"Mereka semakin jauh, ini gelap dan kalian akan tersesat di tengah jalan!" teriak mereka menjelaskan.

"Kalian tak bisa di sini, mereka begitu banyak," teriak Julius, ia meluangkan waktu merayu rekannya tuk berlari bersamanya.

"Julius!! Demi tuhan! Pergi! Atau kubunuh kau!" geram seorang pria melotot padanya dan kembali menembaki satu per satu Ghroan yang semakin banyak berdatangan.

Mata Julius sudah berkaca-kaca mengetahui apa yang mereka maksud, mereka tak akan berlari dan tak akan mengikuti ke mana orang-orang akan pergi. Mereka akan diam di tampat dan membunuh semua Ghroan yang datang sendirian, atau secara singkatnya adalah berkorban.

"Julius ayo," sahut Aleena ikut bergenangan air, dan menarik kain bajunya.

Julius masih menatap sendu punggung empat pria tersebut yang masih menembaki, mereka semakin lama semakin kesulitan karena amunisi di peluru mereka semakin habis. Hingga matanya meneteskan air mata keikhlasan untuk merelakan kematian rekannya yang berkorban. Julius berlari kencang bersama Aleena di sampingnya menuju suara langkah kaki.

Salah satu dari ke empat pria itu mengambil dua serum sekaligus berwarna hijau pekat sama yang seperti Gustavo miliki sebelumnya, ia pelan menatap semua rekannya bergantian dan dibalas dengan anggukan siap dari masing-masing orang.

Hingga pria itu melemparkan kedua serum itu ke tengah-tengah kerumunan Ghroan dan asap hijaunya lepas, di saat itulah Aslan menembak satu peluru dan tiba-tiba sebuah ledakan besar muncul dan membunuh semua yang berada di dekat sana. Semua Ghroan terbang terkena ledakan besar dan kobaran api tersebut, begitu pula empat pejuang yang berkorban.

Julius yang berlari mendengar ledakan dan kobaran api besar dari belakang, hatinya terasa ikut meledak bersamaan, ia menghirup udara cekat dan tak kuasa membendung emosinya lagi, ia begitu sedih dan terisak bagaikan seorang wanita.

Mereka terus berlarian tanpa bisa merasakan kaki mereka lagi, berbagai macam bebabutan mereka tabrak karena tak ada cahaya sediki pun yang menunjukkan jalan. Seperti orang buta tak tahu arah dan tak melihat apa pun, tak ada bantuan sinar rembulan dan tak ada satu pun bintang yang muncul di langit kelamnya.

Pelarian berjam-jam mereka tak henti, tak ingat bila kaki sudah hampir lepas. Aleena hanya melompati bebatuan dan berlarian di atasnya, juga semua orang yang sangat kelelahan dengan semua rasa haus, lapar, lelah, penat, lesu, emosi yang ikut berlari.

Hingga seorang Cadance berhenti sendirian ketika ia sadar ia melihat perempatan sebuah jalan raya yang besar di depannya.

"Hey!! Lewat sini!" jeritnya cukup kencang.

"Apa yang kau lakukan! Cepat lari!" jerit Gustavo marah.

"Gustavo! Aku tahu sebuah tempat, aku ingat tempat ini, ya aku ingat!" tiba-tiba saja Cadance mendapatkan ingatannya kembali. "Ada sebuah tempat aman! kita bisa ke sana dan aku yakin kau selama ini ingin pergi ke sana!" jelas Cadance terengah-engah.

Gustavo menimbangi singkat, namun dari tatapannya pada Cadance ia tahu wanita itu tahu sesuatu yang bagus.

"Tunjukkan," desis Gustavo.

Cadance berlari menuju arah perempatan jalan raya tersebut sembari Gustavo bersiul nyaring. "Lewat sini!" pekiknya pada orang-orangnya yang mulai berkurang karena menjadi korban.

Gustavo mengikuti wanita itu berlari sendirian di tengah gulita malam dengan panik, ia mengikuti ke mana ia menuruni sebuah jalan dan menuju sebuah perempatan jalan raya. Dan di saat ia menemui perempatan jalan raya itulah ia sadar ke mana wanita itu menuntun.

"Itu perpustakaan?" tanya seorang Yura. Di saat bersamaan beberapa orang tercengang baik yang terkejut menemukan tempat seperti itu mau pun orang-orang yang tahu satu sejarah tentang sebuah bangunan di masa dahulu yang disebut-sebut perpustakaan 'itu'.

"Ya dan itu tempat istirahat kita selanjutnya! Cepat!" sahut Cadance dan ia menunjukkan pintu masuknya.

Perpustakaan itu letaknya lebih rendah dari daratan, jadi mereka turun kecil-kecil menuju sebuah pintu jalan pintas menuju aula ruangan utama. Pintu itu berada tertimbun di bawah sebuah bongkahan batu besar, butuh delapan orang pria kuat untuk mengangkat batu itu bersamaan dan menggulingkannya. Masih ada beberapa besi panjang yang menghalangi pintu masuk dan di rangkai seperti jaring, namun Cadance berhasil membuka satu per satu besi melilit itu dengan telaten dengan bantuan kekuatan pria tentu saja.

Ia membuka pelan pintu kayu yang masih utuh dan semua orang bergerombolan masuk bersamaan.

Aula yang begitu besarnya menjadi sebuah ruangan yang dikumpuli banyak orang-orang di mana satu per satu masuk dan menghirup bau buku-buku lama. Aura mencekam masih terasa dan gelap gulita menyongsong lagi bagaikan bertemu kawan lama.

Setiap orang mengambil senter dan menyalakan lampu seragam mereka, walau dari bantuan senter saja aula perpustakaan itu sangatlah besar daripada aula gedung WHO.

"Apakah di dalam tidak ada siapa-siapa?" tanya Dan waspada.

"Hanya ada satu cara," gumam Cadance mampu terdengar semua orang dari gemaannya. "Persiapkan senjata kalian," sambungnya lagi.

Semua orang mulai mengambil senjata dan mengokangnya, sedangkan beberapa orang yang cukup lemah hanya diam dan bersembunyi di balik senjata. Cadance bersiul nyaring dan melengking hingga gemaannya sampai lagi kembali pada telinga.

Mereka mengangkat senjata dan bersiap akan kedatangan Molk yang biasanya menghuni tempat-tempat seperti perpustakaan itu, namun selama apa pun yang mereka tunggu tak ada sekecil pun suara larian menuju mereka.

Wanita itu membuang nafas lega. "Kita sendirian."

Senjata mulai turun dan helaan nafas berat bersambungan. "Siapkan beberapa api, tak usah ada yang berjaga malam ini. Tempat ini aman," ujar Gustavo pelan dan terdengar serak berat di suaranya.

Satu orang sedang berjalan dengan cepat menembus tubuh bau keringat pria-pria untuk mencari satu orang sampai ia melihatnya, raut kacau dan kelelahannya. Azzura pun lari memeluk Aleena yang tampak sangat sangat kacau sekali dari ujung rambut hingga ujung jempol kakinya. Azzura memejamkan matanya ketika memeluk sahabatnya itu, ia mengalami mimpi buruk yang mengerikan hari ini dan semua orang juga sama halnya.

Tetes demi tetes air mata bercampur keringat mengalir dari kedua insan, tekanan batin yang sangat mengerikan mengganggu mental dan psikologis dari belah pihak. Isakan mereka adalah sebuah lagu merdu pengantar tidur untuk setiap pendengar di dalam sana yang hanya dapat menatap mereka haru.

Mereka banyak kehilangan rekan, sahabat, teman seperjuangan hari ini, hari yang mereka lalui sangatlah melelahkan dan begitu banyak rintangan, dan malam ini adalah hari berkabung yang akan diingat. Kehilangan memang sudah terukir jelas di setiap hati terdalam masing-masing. Setiap orang menjadi bisu, keheningan-keheningan adalah sahabat sehari-sehari, dan ketakutan adalah energi sehari-hari, mereka sadar filosofi itu.

Namun penemuan mereka hari ini adalah salah satu kemajuan yang nampak tak buruk, sebuah perpustakaan bersejarah, sebuah serum, dan ratusan lembar kertas putih yang dibawa. Ada korban dan ada hasil, itulah perubahan.

*****

-Yes, semoga suka part ini dan bersabar menunggu next partnya.

-Vote dan komen selalu di tunggu supaya menang Wattys2015 hihihi :p

-Have a nice day reader, All the love - Dinda

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro