Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 4 - Rahasia

Desiran angin kembali terdengar menerbangkan beberapa burung yang ada di dalam hutan, rambut Aleena kembali berantakan tersapu memperlihatkan rahang tirus miliknya yang selalu ia tutupi dengan helaian rambut.

Suara percikan dedaunan rindang yang saling memukul satu sama lain terdengar nikmat di tiap telinga. Suasana yang sangat tenang di atas sana bagi Aleena dan Ris.

"Ada berapa macam wilayah di dalam sini?" satu pertanyaan lagi yang sedikit demi sedikit mencair dan menghilang dari benak Ris, ia masih menerawang langit sore yang begitu indah, awannya bergantung tebal berwarna orange sunset, langitnya berwarna biru buram tersentuh sedikit kegelapan malam yang akan menerjang, sangat indah hingga memanjakan mata Ris dan Aleena di atas atap tanpa ingin berkedip.

"Wilayah The Fort di bagi menjadi 2 Distrik, bagian Nest dan Base. Bagian Nest di mulai dari depan gerbang Sega atau gerbang kedua ke depan, sedangkan wilayah Base di belakang gerbang Sega, di posisi kita saat ini."

Jelas Aleena menatap dingin jauh lurus ke depan tepatnya wilayah Nest, tempat yang tidak pernah ia kunjungi sama sekali, penuh teka-teki tentang apa yang ada di dalam sana, dan mengapa banyak Bunker's tak ingin ke sana.

Satu berita yang pernah ia dengar tentang wilayah di sana hanya tempat Orvos, Savagery, Upper, dan para Tent tinggal, tak banyak yang ia tahu tentang bagaimana rupa bangunan di sana, apa megah? Mencekam? Atau mungkin sama dengan di bunker?

"Apa maksud dari orang dalam dan orang luar, sepertinya tuan Robinson bebeda." Gumam Ris.

"Di The Fort sendiri kita biasa mendengar orang dalam dan luar. Orang luar itu seperti kau dan aku, kita ditemukan di kota luar sana, menjalani perawatan sama, kesakitan yang sama dan keberuntungan yang sama. Namun tuan Robinson berbeda, dia berasal dari dalam yang artinya dia sudah berada di sini sejak awal langkah bersama Adam Phoenix."

"Siapa Adam Phoenix?"

"Orang yang menemukan benteng ini."

"Jadi mereka yang dari dalam itu sebenarnya dari luar juga? Tapi bedanya mereka grup yang menemukan tempat ini?" Ris memastikan.

"60% di sini dari dalam, sisanya baru-baru saja ditemukan."

"Bagaimana mereka menemukan tempat seaman ini?" Ris melamunkan jawabannya.

Aleena mengangkat bahunya. "Aku tidak tahu. Bagaimana pun itu mereka melewati hari-hari terkelam yang pernah ada."

Merasa mulai dahaga memuncak, Ris merasa kelelahanndi anggota tubuhnya. "Aleena, di mana aku akan tidur?" gubris Ris mengganti topik.

"Oh, tenang saja mereka pasti sudah menyiapkan ranjang untuk mu. Aku akan mengantarmu nanti, kita masih satu afdeling tapi berbeda bunker," jelasnya tersenyum tulus pada gadis kecil di sampingnya yang ikut duduk memandang jauh ke arah depan.

"Berbeda?" alisnya kanannya menaik bingung, ia menggaruk tengkuknya sesekali.

"Ya kita tidak di satu bunker atau ruang, dalam satu afdeling hanya ada 6 bunker Ris, dan kau mungkin akan ada di bunker nomor 4 atau 5 tergantung kapasitas di dalamnya," tambah Aleena lagi satu pertanyaan di benak Ris.

"Ada berapa banyak afdeling yang kita miliki disini?"

"Empat afdeling, setiap afdeling memiliki 6 bunker dan setiap satu bunkernya di isi sekitar 6 sampai 10 orang mungkin. Inisial nama awal menjadi penentu afdeling dan bunker mana yang akan jadi tempat tinggal nanti, untung kau memilih nama Ris dan sudah pasti kau berada di afdeling 1 bersamaku, kita masih bisa bertemu."

Tutur Aleena tersenyum lebar kali ini, bibirnya menipis sembari senyumannya masih permanen menuju arah Ris yang juga ikut tersenyum. Ris juga ikut lega mendengarnya, setidaknya ia tidak terlalu jauh dengan teman pertamanya itu, jika dia ada di bunker 3 atau mungkin 4 pastilah dia akan merasa aneh dikelilingi banyak perempuan asing yang belum ia kenal fisik maupun kepribadian.

"Ada berapa banyak dari kita? Maksudku yang tinggal di bunker?"

"Tidak banyak Chriselda Amaris, karena itulah mereka berkata jika kami semua kaum yang paling di lindungi di sini, cih aku bahkan tak merasa special sedikit pun," dengusan Aleena dilanjutkan kekehan pelan, kalimatnya menganut kesedihan dan amarah yang mendalam tentang bagaimana keadaan kelompoknya yang jauh lebih sedikit dari mereka yang di luar sana.

Perasaan Aleena bercampur menjadi kombinasi yang menciptakan kebosanan, marah, bingung, sedih, dan sabar berkecamuk di hatinya membuat dirinya tak ingin menatap kembali pemandangan di depan, ia memutar posisi duduk ke arah belakang di mana paparan hutan hijau luas terpampang.

"Sudah berapa lama kau tinggal di sini?" tanya Ris kembali merendahkan suaranya berusaha tak menganggu wanita yang sedang labil di sampingnya.

"Hampir 2 bulan."

"Kau masih baru?"

"Aku masih baru seingatku," sahutnya pelan, matanya menerawang lapisan pohon tinggi di depan tapi tidak dengan fikirannya yang masih mencoba menjawab sendiri kegelisahan di batinnya.

"Jadi kau dari luar juga?" tanya Ris berani. "Pernah mengingat sesuatu?"

Aleena terdiam lama masih mencari sosoknya di ambang lamunan, kemudian ia menghela nafas yang berat yang tak diketahui Ris.

"Tidak ada, aku rasa segala memoriku hilang, aku yakin itu karena setiap saat aku merasa sakit di kepala," sahutnya singkat, seteguk saliva menjadi akhir dari jawabannya. "Sebaiknya kita turun, sudah gelap." Aleena bangkit dengan anggun, tangannya menyapu pakaian dan diekori oleh Ris dari belakang yang ikut turun perlahan melewati tangga.

Sesampai menginjak tanah mereka kembali untuk membersihkan diri dan memperkenalkan Ris dengan tempat tinggalnya, langkah Aleena terlalu cepat dan ceroboh hingga ia tersandung sebuah batu dan hampir membuatnya terjatuh.

Kepalanya bergerak menoleh ke belakang melihat apa yang membuatnya tersandung sambil menggerutu di dalam hati bagaimana kikuknya dia.

Tanpa ia sadar ia sudah menabrak dada seseorang di depannya dan melontarkan tubuhnya ke belakang lagi hanya beberapa inci dan tersentak kaget.

Matanya bertemu dengan mata gelap seorang lelaki, iris mata coklat yang sangat gelap hingga bisa dibilang hampir berwarna hitam.

Rambutnya pirang basah dan cenderung acak-acakan namun tidak berkesan rembes, tubuhnya sedikit tinggi dari Aleena dan kurus.

"Oh, maafkan kecerobohanku," pintanya damai, terdapat aksen kental di dalam nadanya yang sangat unik menggetarkan hati Aleena sedetik, matanya masih menangkap siapa yang ia tabrak tiba-tiba itu.

"Oh, tidak apa-apa. Aku tak melihatmu di depanku tadi dan aku meminta maaf juga," balas Aleena berusaha sopan dan rendah di balik tegang di wajah mulusnya.

Bibir lelaki itu terangkat ke atas membuat suatu lekukan senyuman manis terhadap Aleena dan juga Ris, ia menggaruk lehernya yang tak gatal dan mencoba mencari pertanyaan yang sedari tadi sudah ia pendam.

"Aku kebetulan baru sampai di sini dan mencari Mr. Finley, mereka bilang dia sedang di sini mengunjungi seseorang. Apa kau keberatan?" tanyanya ramah tak menghapus senyuman manis di bibir.

"Tentu saja tidak, kami baru saja ingin ke sana. Ayo ikut kami," balas Aleena sopan dan ramah.

"Terima kasih," gumam lelaki itu dan mengikuti langkah Aleena dan Ris menuju tempat tujuan. Dia dapat melihat rambut coklat terikat sebahu Aleena dari belakang, pemandangan yang jarang ia temui selama berada di dalam.

Langkah mereka masih bersamaan menuju suatu ruangan, melewati lorong selebar 2 meter, lampu neon putih yang tak begitu terang menemani mereka sepanjang lorong lurus menuju bunker di dalam afdeling 1.

Kemudian Aleena sampai, lorong yang tadinya sempit kini menjadi ruangan yang luas dengan banyak pintu berjejer di bagian kirinya. Pemandangan yang membosankan bagi Aleena namun tidak untuk Ris dan lelaki itu yang baru pertama kali menginjakkan kaki di sana dan disuguhi banyak wanita yang sedang mengobrol asyik, setiap wanitanya memakai baju yang sama dengan Aleena coklat muda yang kusut.

Tua, muda dan anak-anak bercampur menjadi satu. Bisa di hitung mereka berjumlah sekitar 20 sampai 30 orang di dalam satu afdeling.

Terdapat 6 buah pintu yang berjejer menyamping dari ujung bertemu dengan ujung tembok.

Pintu besinya terbuat sangat tebal dengan jendela kaca di daun pintu setelah di renovasi tahun-tahun sebelumnya, di bawah kaca tertulis huruf kapital A - B - C - D - E - F berwarna putih di setiap pintu.

Semua mata wanita tak semuanya melirik sosok Ris yang tergolong anak baru di dalam sana, tubuh Ris tegang dan menahan sedikit rasa malu yang selalu gadis kecil rasakan ketika bertemu orang lain yang tak pernah ditemui sebelumnya, belum lagi ada sosok laki-laki yang mengekori mereka dari belakang yang merupakan seorang Ridcloss, dan tiap mata wanita meliriknya.

"Ayo Ris, mereka mungkin sudah menyiapkan tempat tinggal dan ranjangnya untuk mu," ajak Aleena menatap sisi kanannya di mana Ris hanya menatap dingin semua wanita dan pintu-pintu.

"Umm maukah kau menunggu sebentar? Aku akan mengantarnya ke kamar," kini ia berbalik ke arah lelaki blonde itu, nadanya bergetar gugup seraya menatap mata coklatnya yang gelap. Lelaki itu mengangguk ramah, bibir tipisnya bergerak manaik ke atas menyimpulkan senyuman manis yang terpapar jelas di memori Aleena.

"Oke aku akan menunggu," balasnya lancar.

"Ayo Ris," gumamnya diekori Ris di samping, matanya masih menatap langit-langit dengan hiasan lampu neon putih yang panjang.

Kaki Aleena menuju pintu ke tiga dengan huruf C di daun pintu. Tepat seperti apa yang dia perkiraan jika Chriselda akan ditempatkan di bunker ini.

Tanpa harus mengetuk atau menggeser pintu bunkernya Aleena menunjukkan isi di dalam bunker ke 3 itu, susunan ranjang yang rapi menanti Chriselda. Penyangganya terbuat dari besi panjang yang mengkokohkan semua ranjang single ditambah satu guling dan bantal di setiap pemilik yang dibalut dengan sprai yang melindungi tubuh mereka dari kasarnya ranjang, di bawah ranjang terdapat sedikit kolong yang gelap tempat mereka menaruh barang-barang apapun itu.

Mata Ris masih menjelajah setiap sudut bunker begitu dingin menatap langit-langit di mana hanya lampu neon putih yang panjang masih menemani mereka, kemudian mata hazelnya menatap rak buku yang usang, hanya terisi 5 buah buku yang tidak tersusun rapi sebagaimana mestinya.

Kulitnya tiba-tiba saja menjadi dingin, dingin yang mencoba memasuki tubuh mungilnya melalui pori-pori. Tangan kanannya memegang pergelangan kiri tepat di siku dan menahannya di depan dada seraya masih melihat sekeliling.

"Peraturan posisi tempat tidur di atur berdasarkan inisial nama, karena nama mu adalah Chriselda kau ada di ranjang nomor 4, mari aku kenal kan dengan beberapa teman mu di sini, jangan merasa takut atau pun malu okay? Kau aman bersama mereka," jelas Aleena kini terdengar sangat keibuan, mendengar suara indahnya yang keluar membuat Ris bergidik merinding.

"Di ranjang nomor satu itu adalah Carina Kriss," ucapnya sedikit berbisik berusaha tak membuat bising ruangan yang sangat mudah membuat gemaan dan mengganggu sosok Carina yang sedang terbaring menyampingkan tubuhnya masih tidur.

"Lalu yang kedua pemiliknya adalah Caroline West dia ada di luar yang sedang menguncir rambut hitamnya, ranjang ke tiga itu milik Charlotte Jenna, lalu ranjang di sampingnya milikmu, di sebelah kiri ranjang mu milik Coco Ming yang sudah berhasil kau geser posisinya."

"Aku geser?" tanya Ris bingung.

"Aku sudah bilang jika posisi tempat tidur diurutkan sesuai dengan inisial nama seseorang, sebelum kau datang di posisi ranjang nomor 4 ini ialah milik Coco Ming, namun karena kau memilih nama Chriselda yang jika di urutkan sesuai dengan abjad maka kau berada di posisi lebih dahulu, maka membuat Coco harus bergeser tempat, para Upper sudah mengurusnya setelah kita melapor tadi di menara Gloetik," jelasnya masih setia di samping Ris yang hanya menatap dingin ranjangnya.

"Kenapa peraturannya seperti ini?"

Untuk kesekian kalinya Aleena di buat terdiam lagi, matanya masih menatap dingin ranjang milik Ris namun tidak dengan fikirannya yang melayang memikirkan peraturan mengganjal dan membingungkan itu, jujur saja ia juga tak pernah mengerti mengapa para Upper membuat peraturan seperti hal ya saat ini.

Setiap ia ingin mencari tahu kebungkaman orang lain selalu menghampiri lebih cepat dari jawaban yang Aleena inginkan.

"Aku juga tidak tahu," gerutunya pelan masih melamun, matanya sangat kosong dan hampa seperti halnya ruangan bunker. Ia berkedip cepat membuyarkan lamunan dirinya sendiri yang bisa membuatnya mati penasaran jika terlalu lama ia fikirkan.

"Baiklah, jika kau ada pertanyaan lain kau mungkin bisa bertanya dengan kawan satu bunkermu. Kau bisa minta diambilkan pakaian kepada para bunker's lainnya dan mengganti baju berbau obat-oabatan itu," tambah Aleena mengakhiri setelah teringat seseorang di luar masih menunggunya. "Aku ada di bunker 1, berkunjunglah" tawarnya sekilas.

Aleena berpaling setelah melihat Ris nyaman di posisinya. Ada seseorang yang menunggunya di luar, berlama-lama meninggalkannya begitu tak mengenakkan hati. Seperti tamu yang dibiarkan tanpa suguhan makanan, minuman atau memgajaknya berbincang.

"Hey," panggil suara besar dari hadapannya tepat saat keluar dari bunker nomor 3, langkah kakinya ringan dan pasti menuju Aleena yang terhenti dari langkahnya dan tertegun diam tanpa ekspresi sedikit pun di wajahnya melihat lelaki yang masih saja tersenyum entah sudah berapa lama.

"Aku sudah bertemu tadi dengan Mr. Finley dan sepertinya aku harus bergegas pergi," sambungnya pamit. Yang ia cari mengunjungi keluarga lainnya.

"Oh- baiklah, maaf membuatmu menunggu," tutur Aleena lancar masih tertegun diam di tempatnya berpijak, suara khas yang lembut mengiringi ketenangan yang tersirat di nada miliknya.

"Tidak sama sekali, aku permisi dulu," akhirnya.

Kemudian ia pergi menuju arah keluar sesuai jalan di mana ia tadi masuk.[]

Mata hijau Aleena menatap langit-langit bunker seksama, meluangkan sebanyak waktu mungkin di dalam bunker dengan menghitung berapa buah baut beton yang terhubung di setiap langit-langit bunker.

Dengan pelan benaknya mengucapkan angka-angka dari satu, dua, tiga, empat, dan seterusnya menghitung setiap baut yang tertanam.

Ia hanya merasa bosan dengan segala aktifitasnya sekarang, benaknya selalu disibukkan pertanyaan dan gerutuan sehari-hari.

Matanya berkedip pelan sambil menghembuskan nafas berat yang pelan, tubuhnya terasa menjadi seberat baja karena banyaknya pertanyaan di kepalanya memikirkan rahasia di balik puncak Gloetik. Menara yang berada tepat di tengah benteng, mereka pasti menyimpan rahasia di balik sistem yang terantai kuat ini.

Aleena membalik badannya ke arah kanan di mana mata hijaunya bertemu dinding besi lagi, fikirannya lepas entah ke mana.

Suara-suara obrolan orang seruangan dengannya kini terdengar seperti bisikan yang samar, menggema di telinga. Matanya menatap dingin dinding di samping sama dinginnya ketika menempelkan telapak tangan di dinding besi itu.

Dan tanpa sadar paduan antara suara samar, kecamuk fikiran, dan gumaman senandung hati yang sedari tadi, membuat Aleena memejamkan mata tertidur tak sengaja.

Pagi kembali menyambut, alarm yang menandakan pagi hari adalah suara wanita-wanita yang merapikan tempat tidur dengan bincang-bincang mereka. Aleena menarik tubuhnya di atas ranjang, melenturkan kembali urat-urat dan kulitnya yang kaku. Matanya terbuka cepat dan seketika pupil matanya meluas.

Rongga mulutnya terasa sangat kelu dan kering, tak ada air liur yang membasahi mulut membuatnya ingin pergi mengambil beberapa tegukan minuman berasa jeruk.

Ia membalikkan badannya dan duduk di atas ranjang, melipat kakinya resah. Pandangannya menoleh ke jam dinding putih mereka yang menunjukkan jam 7 pagi.

Matanya mengedip cepat tak percaya begitu cepatnya ia terbangun, tentu saja ia mengharapkan terbangun ketika matahari berada di atas, sehingga ia tak harus menghabiskan waktu dengan duduk-duduk dan melamun hingga sore menjelang karena tak adanya kegiatan.

"Tidur yang nyenyak Aleena?" gubris suara parau wanita yang menatapnya dengan senyuman kecil yang menghapus lamunan Aleena.

Aleena tersenyum kecut. "Seperti itulah," gerutunya membalas pertanyaan teman satu bunkernya, tangan Aleena lihai merapikan seprai putih kusam di ranjang single miliknya, menyelipkan kain yang menjuntai ke bawah kasur.

Beberapa kali ia menepuk-penuk bantal, guling dan ranjang agar menghilangkan bau apek dan debu-debu yang menempel. Ia memutar mata malas, menghembuskan nafas jengah dan duduk di atas kasurnya yang barusan ia rapikan.

Perutnya terasa mual dan kepalanya terasa pusing, setiap pagi di hari-hari tertentu ada kalanya ia merasa seperti itu. Ia tak pernah memeriksakan penyakit apa, terlebih ia malas. Darah di dalam tubuhnya terasa membeku dan menghentikan aliran darah ke jantung dan otak. Aleena hanya bisa menebak-nebak bila itu hanya penyakit wanita yang depresi tak memiliki pekerjaan.

"Kau tak apa?" suara Anastasia kembali terdengar dengan raut cemas menatap gadis 4 tahun lebih muda darinya.

Aleena mendangak dan menatap iris gelap Anastasia. "Aku tidak apa-apa, hanya sakit perut," sangkalnya cepat.

Anastasia terkekeh dan mengangguk pelan. "Hmm, apa kau tidak mau keluar lagi? Biasanya kau sudah menghilang sepagi ini," timpal Anastasia, tubuhnya duduk di kasur dan menyilangkan kaki di atas ranjang sama seperti Aleena.

"Yang aku lakukan sehari-hari hanya itu-itu saja, aku harap aku mengerjakan sesuatu dengan kebebasan tanpa kekangan pemimpin-pemimpin yang bahkan tak terjelaskan posisinya untuk apa. Aku tidak mengerti mengapa Upper memberi peraturan semacam ini, melindungi para perempuan di dalam bunker dan menugaskan setiap kaum adam untuk bekerja. Apa kau tidak berfikir jika ada rahasia di balik ini semua Anastasia? Sudah lama aku mengkorek-korek setiap detail informasi dibalik ini semua, tapi tak ada yang mengerti dan semuanya bungkam tak ingin tahu, perasaan ini membuatku tenggelam dibutakan pertanyaan di kepalaku." Geram Aleena kesal dan marah, rahangnya mengeras menahan kegelisahan di benaknya yang sedari dulu menghantui.

Anastasia hanya tersenyum geli. "Kau berbeda Aleena, kau penasaran dan juga ketakutan," ia terkekeh lagi mengandung sedikit candaan di nadanya menenangkan tubuh Aleena yang sudah kaku.

"Pasti ada suatu kebaikan di balik ini," redanya berusaha menenangkan kembali sosok wanita di seberang yang hanya dibatasi ranjang single milik teman lainnya.

"Tapi apa Anastasia, apa? Sejak aku berada di sini aku selalu bingung dan penuh pertanyaan yang masih belum dijawab oleh Will, setiap kali aku bertanya dan mengikuti ke mana ia pergi ia selalu bilang Kau aman bersama kami . Kau tahu aku sudah bosan dengan kalimat itu, aku tahu aku tidak aman dan aku tauh mereka menyembunyikan sesuatu, apa kau tidak sama halnya denganku yang ingin tahu?"

"Tidak hanya kau yang penasaran, aku pun begitu. Tapi apa yang aku fikirkan pasti akan tidak jauh berbeda dari apa jawaban final yang mungkin mereka katakan, ialah menjaga kita dan menghindari kepunahan bangsa kita, manusia. Kau tahu itu Aleena, tidak ada yang tersisa di luar sana. Mereka tidak seperti kita, mereka bukan diri mereka sendiri, mereka terus menerobos pertahanan kita berusaha untuk mecicipi gen dan darah yang mengalir di tubuhmu, mereka terus terlihat di hutan sekitar benteng, mereka bertambah banyak." Jelas Anastasia.

"Mereka masih di luar sana dan akan selalu di luar sana," gumam Anastasia kembali manatap hampa paparan ranjang di seberangnya.

"Aku sebaiknya mencari udara segar," sangkal Aleena bangun, kakinya turun dari ranjang dan mencari sepatu boot yang ada di bawah kolong kasur. Mungkin saja rasa sakit di kepala dan perutnya dapat hilang bila melihat langit pagi hari dan mencium aroma hutan. Dengan cekatan ia memasukkan kakinya ke dalam sepatu.

"Oh iya aku lupa, gadis baru itu tadi mencarimu," tutur Anastasia mengingatkan sebelum Aleena keluar, ia hanya mengangguk mengiyakan, berterima kasih dan pergi, mungkin ada banyak pertanyaan di benak Ris yang masih ingin dia ketahui.

Entah kenapa mereka memilih Aleena untuk menjadi pemandu seperti itu bila ada seorang pendatang baru khususnya wanita. Dia bahkan baru 2 bulan di The Fort dan sudah mendapat satu pekerjaan.

Semakin banyak hal yang di pertanyakan semakin sakit kepalanya. Tak ada salahnya berasumsi, menebak sesuatu juga demi kebaikan, menjadi lebih tenang karena terkaan diri sendiri.

*****


-Vote dan komentar apapun masih di tunggu loh, seneng deh kalau langsung di vote huehehehe.

-Hmm masih garing ya? Yaudah aku aku kasih garem dulu biar enak. See you, have a nice day !

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro