Part 31 - The Dropprunus
"Sebelum aku menceritakan apa yang ingin kau tahu, tolong jangan berburuk sangka padaku. Apa yang kau fikirkan selama ini atau nanti tidak seperti yang telah terjadi, apa yang sudah kulakukan dua tahun yang lalu padamu."
Suara Julius menjadi pelan dan ringan menatap harap Aleena, membeku di tempat dan tak bisa melakukan apa-apa lagi setelah melihat Aleena untuk pertama kalinya.
Aleena hanya menatap dingin Julius, pria yang ternyata membantu Cadance dahulu mencari seseorang dari luar untuk dijadikan eksperimen percobaan. Tak pernah diterka oleh Aleena bila Savagery itu masih hidup dan sehat, bahkan duduk berdua nyamannya bersama Aleena.
Skylar duduk di belakang mereka berdua dari sebelumnya diperintahkan oleh Aleena memberi sedikit ruang privasi bagi Julius dan Aleena.
Tatapan Skylar tak pernah lepas dari punggung mereka berdua, terus meraup penasaran apa yang tengah mereka perbincangkan di depan sebuah jendela dengan pemandangan hutan di luar benteng.
"Mengapa kau menerima tawaran Cadance untuk mencari seseorang di luar?" tanya Aleena pertama kali, penuh ketelitian dan penuh harapan jawaban yang nyata.
"Aku dan Cadance kawan lama, ketika ayah Cadance pergi keluar mencari kebutuhan pokok ketika kami masih bertahan di luar sana, aku yang menemaninya. Aku menjaga dia sebagai adik ku, aku menatap ironi dirinya saat itu."
"Ketika ayah Cadance meninggalkannya aku juga menjaganya. Bahkan sampai suaminya meninggalkan dirinya aku selalu bersamanya, dia perempuan yang lemah dan cepat merasa ketakutan. Aku tak bisa menolak apa yang dia mau, dan aku akan melakukan apa yang perempuan itu inginkan agar semua yang ia inginkan terpenuhi, agar dia bahagia."
Jelas Julius menatap hampa piasan dirinya di kaca depannya, Aleena cukup terkejut mendengar penjelasan Julius kali pertama. Tentang Cadance yang juga adalah seseorang yang lemah dan penakut di masa lampau.
Semua penilaian Aleena pada Cadance yang mengatakan dirinya adalah wanita yang kuat, pintar, tabah dan tegas benar-benar berbanding arah dengan kenyataan yang ia dapat.
Lalu jika Cadance seseorang yang mudah ketakutan mengapa dia menyuruh Aleena melawan rasa takut dan mengalahkan rasa ketakutan sendiri? Batin Aleena heran.
Aleena masih duduk tenang di samping Julius, tatapannya menatap kosong kaca di hadapannya yang sekilas menampakkan wajah tegas dan rahang terbentuk Julius.
"Aku keluar sendirian di tengah malam tanpa sepengetahuan satu pun Upper, melewati lebatnya hutan dan gelap, sendirian hanya berbekal tombak dan samurai, aku panik dan tersesat. Ketika aku menemukan cahaya berwarna biru dari gelapnya hutan aku mulai mengikuti arahnya, hingga aku keluar dari hutan dan menemukan kota."
"Itu malam yang sangat dingin, aku harus mencari tempat tinggal dahulu untuk memulihkan tenaga besok. Cahaya yang menuntunku tadi mendadak hilang, aku tak tahu dari mana asal cahaya itu. Cahaya bulan menyinari setiap jalan setapak yang kuambil. Aku pergi begitu jauh dari hutan, menyeberangi jembatan di sungainya dan aku tidak tahu sudah berapa jauh aku dari benteng."
"Hingga aku sadar aku berada di perbatasan suatu wilayah, aku berjalan terlalu jauh malam itu hingga aku memutuskan untuk tidur di sebuah tenda di dekat reruntuhan gedung. Aku menatap bintang dan tak ada satu pun keganjalan di atas sana, berbeda dengan di bawah, dingin dan berbahaya."
"Esoknya aku mulai lagi, menyusuri setiap jalan dan mencari aura kehidupan di sekitar ku tapi, menemukan manusia yang masih hidup begitu sulit dibanding menemukan gading gajah. Aku menghabiskan lebih dari tiga hari mencari dengan serangan setiap harinya dari setiap tempat yang aku ambil."
"Bagaimana kau bertemu dengan ku? Dan bagaimana diriku saat itu?" tanya Aleena mengintrogasi.
"Tiga hari aku sudah berjalan, aku turun dari bukit dan menemukan kota lain. Bangunan rubuh, rumput memanjang, dan mendung. Aku jalan menuju kota, aku berada di tempat entah-berantah hingga ketika aku bertemu sebuah jalan raya, aku menengok ke kiri dan kau sedang sendirian."
"Kau menangis, kau berantakan, kau ketakutan, kau terluka, sedang duduk di bawah reruntuhan, menekuk kaki mu dan memeluknya erat. Aku tertegun melihatmu sendirian menangis."
"Aku sadar jika kau belum terinfeksi, kau masih sehat," gumam Julius, matanya menerawang ke masa lalu. Membalik lembaran buku yang meninggalkan kisah seorang Aleena.
"Aku tak ingin membawamu untuk eksperimen dia, lebih baik aku membawamu sebagai seseorang yang diselamatkan. Aku berdiri terus memandangimu kala itu, dan kau sadar aku di sana. Aku menangkap kilat hijau matamu dan aku semakin tak tega."
"Aku pergi meninggalkan diri mu sendirian di sana, karena aku harus mencari manusia lainnya yang kemungkinan masih hidup sepertimu."
Julius melirik Aleena yang tertegun tegang mendengarnya, menangkap manik mata hijaunya yang sama sekali tak berubah sejak dulu, lalu berpaling kembali ketika Aleena meliriknya.
"Kau meninggalkanku?" gerutu Aleena penuh kepahitan.
"Ya, tapi kau selalu mengikutiku dari belakang tanpa suara. Setiap ke mana aku pergi mencari manusia hidup lainnya kau selalu mengekori dari kejauhan bak seorang anak kecil." Julius membuang nafas pelan.
"Mengapa kau tak ingin membawaku?" tanya Aleena penuh keingintahuan yang dalam.
Julius tak bergeming dan tak bersuara. "Karena aku tahu kau hanya satu-satunya manusia yang hidup di sini, dan aku harus menggunakanmu untuk eksperimennya." Julius menunduk sesal penuh dengan kepahitan kembali.
"Aku tak menemukan orang lain lagi selama berhari-hari, aku mulai lelah dan putus asa. Aku hampir terbunuh pula kala itu karena puluhan Molk datang, membuatku harus bersembunyi di suatu gedung," gumam Julius pelan, nada beratnya bergetar dan tengkuknya mengeluarkan aliran keringat yang menyucur di sebagian lehernya.
"Apa kau tak tahu bagaimana bisa aku di sana?" gerutu Aleena pelan, menatap iba dan mengerti perjuangan Julius yang sukar memilih antara sahabat atau hatinya sendiri.
"Aku duduk bersamamu, memberikanmu sebongkah keju dan roti yang masih bagus dalam persediaanku. Aku menanyakanmu beberapa hal seperti 'siapa namamu?' dan kau masih ingat jika namamu adalah Rosemary," balas Julius teringat.
"Rosemary?" Aleena mengerut samar, tahu jika namanya dulu adalah Rosemary bukan Aleena yang pasti dipilihkan oleh seseorang.
"Kau di panggil Rose, kau suka berkuda, ayahmu seorang tentara negara, ibumu seorang biologis, kakakmu bernama Adalynn."
"Aku punya kakak?" tanya Aleena terbelalak tak percaya.
Julius mengangguk. "Hanya sekelebat hal itu yang aku tanyakan padamu saat itu, hingga aku mencari kembali manusia dan bertemu suatu makhluk, besar, hitam, berduri panjang, dengan spejtrum warna biru di sekujur tubuhnya dan dia terlihat marah, dia seperti berada pada mode pertahanan," gumam Julius, matanya menjadi layu dan sendu mengingat.
"Aku hanya memiliki tombak, katana, dan kau. Aku tak bisa ke mana-mana karena dia begitu lincah dan gesit bergerak. Kau memegang pinggang ku dan ketakutan, sampai serangan itu terjadi. Aku tak bisa melawannya dan tak tahu harus bagaimana, aku melemparkanmu ke Gemirix dan tiba-tiba saja spektrum biru itu mendadak menghilang."
"Lalu kau berubah menjadi seperti Molk, dan Gemirix itu mati, aku tak mengerti sama sekali mengapa makhluk itu langsung mati ketika spektrum biru itu hilang, dan merubahmu seperti Molk, bahkan aku belum menembaknya atau melukainya segores pun," gerutu Julius frustasi.
"Spektrum biru itu seperti sebuah nyawa, tanda dari nyawa di dalam tubuhnya. Semakin lama kau melukainya semakin redup dan membuatnya lemah. Seperti itulah membunuh Gemirix, tapi mereka hanya organisme terlangka saja," jelas Aleena menggugus pemahaman.
Julius mengangguk "Darahnya mengalir ke tubuhmu dan itu adalah darah Gemirix yang langka, di mana yang aku cari sebelumnya hanya Glox untuk percobaan Cadance, kau mulai berubah saat itu ketika kau rubuh di tanah."
"Urat-uratmu mulai terlihat dan timbul di permukaan kulit dengan warna hitam yang pekat, menjalar bagaikan akar-belukar ke seluruh tubuh dan wajahmu. Hari mulai gelap dan rintikan hujan lagi berdatangan, aku harus bersiap membawamu ke benteng sebelum terlalu malam atau sampai terlalu pagi."
"Aku melindungi diriku sendiri dari mu yang mulai berubah menjadi makhluk jadi-jadian, aku tidak bisa membiarkanmu lari atau pun terbunuh hingga satu-satunya jalan adalah menggeret tubuhmu hingga ke benteng."
"Aku menghantammu dengan sebuah besi panjang hingga kau pingsan sebentar, kau juga memiliki luka jahit di kepalamu karena aku terus memukulmu tiap kali kau bangun," ujar Julius pelan, merasa bersalah menceritakan bagian yang tidak mengenakkan hati itu.
Aleena meraba kepalanya, jemarinya masuk melewati helai-helai rambut coklat indah dan lembutnya. Mencari dengan teliti keganjalan atau bentuk lain dari permukaan tulang kepalanya.
"Mungkin sudah hilang atau tertutup oleh rambut-rambut lebatmu itu," tukas Julius ramah melihat Aleena sibuk mengurusi kepalanya mencari bukti.
"Dan apa yang kau maksud dengan luka satu jengkal di pinggang kiri?" ganti Aleena.
"Saat itu kita sudah sampai di depan gerbang Vega di malam hari, mendadak kau terbangun lagi dan membuat semacam suara gaduh. Kau mulai melawan dan mencoba kabur, aku sedikit panik karena suaramu dapat terdengar oleh orang-orang di dalam dan menumbuhkan suatu kecurigaan nantinya."
"Untuk mendiamkanmu dan membuatmu tetap bersamaku, aku menancapkan tombak dan mengenai pinggang kirimu, lalu aku menggeretmu kembali menuju ke dalam dan membawamu pada kelompokku, kau sudah dalam keadaan pingsan," papar Julius pelan dan rendah.
Skylar menunggu dalam kecanggungan dan keresahan, mereka begitu lama di hadapannya dan tak kunjung mengelarkan cerita yang sudah berjalan lebih lama dari harapan Skylar.
Kegiatan Skylar yang hanya memainkan jemari dan menendang-nendang lantai berulang kali membuatnya dilanda kebosanan, menunggu Aleena dan seniornya bersama sangat mengganggu pemandangan mata gelapnya itu.
"Apa kau pernah bertemu keluargaku?" tanya Aleena penuh penekanan harap.
Julius menunduk sedih begitu sempurna "Aku fikir mereka meninggal ketika mereka mencoba menyelamatkan dirimu. Aku menemukan sebuah foto dan kalung di saku jaket mu."
"Foto?" tanya Aleena penuh sukacita. "Kau memiliknya?"
"Sayangnya foto itu sudah hilang bersama kalungnya, para Upper melakukan pembersihan secara merata setelah kejadian The First Contiguity. Apapun yang tak diperlukan mereka bakar dan mereka musnahkan."
Julius menjelaskan penuh pilu, ia tahu jika Aleena begitu mengharapkan melihat foto dirinya bersama keluarganya yang utuh.
Mengenang masa-masa di mana ia akan melihat wajah ayah, ibu dan kakaknya setelah pencucian otak dari serum para Orvos. Aleena menunduk tersiksa, harapannya lenyap begitu Julius menjelaskan tak ada kenangan tersisa dari keluarganya yang pernah bertahan hidup di luar.
Sirna sudah kebahagiaan, datang sudah kesedihan. Apa yang ia lakukan selama ini hanyalah ingin merasakan kasih sayang orang tua dan keluarga, melihat setiap orang memiliki keluarga pendamping seperti Skylar adalah kepahitan yang tersembunyi di balik wajah penuh ketenangannya. Julius menatap Aleena yang melamun dalam kerundungan sedih, diputari oleh keheningan ruangan yang dingin tanpa suara kecil pun, hanya deruan nafas berat Aleena yang mulai terdengar.
"Tapi kau sangat mirip dengan ibumu, sangat," jelas Julius memapar sedikit kilasan memori, setidaknya dapat membuat Aleena dapat membayangi bagaimana rupa mereka.
"Kau tak membuang jauh wajah ibumu, namun ibumu memiliki rambut hitam dan lurus di atas bahu, rambutmu menuruni dengan ayahmu, rambut ayahmu lebat dan rapi tersisir. Matamu sama dengan kakakmu, mungkin kakak mu lebih tua selang satu tahun atau dua tahun dari mu," tambah Julius lagi.
Aleena menyerbak senyum kecil, terbayang sedikit gambaran bagaimana wajah ibu dan ayahnya di benaknya, bagaimana rupa ayahnya yang tampan dengan warna rambut sepertinya dipadu dengan tubuh besar ala seorang tentara negara.
Aleena menatap dirinya di kaca hadapannya, meneliti wajahnya kembali dan membayangi bagaimana rupa ibunya yang diceritakan, sangat mirip dengannya.
Aleena tersenyum, dan membayangkan bayangan di kaca depannya adalah ibunya sendiri yang tersenyum tulus padanya. Namun sedikit berhasil karena meluluhkan sedikit hati Aleena yang mengeras.
Julius menengok pada Aleena, tubuhnya menghadap tempat Aleena yang tak bergeming bersama kaca di depannya. Mata Julius melirik Skylar sebentar, memberi semacam kode untuk menemani Aleena dan menggantikan posisinya.
Skylar bangkit, merapikan tubuhnya dan Julius pula bangkit di seberang Skylar, berjalan dengan tenang berpapakan dengan Skylar.
Hingga ketika tubuh mereka bersampingan Julius menepuk pundak Skylar keras dan dibalas anggukan mengerti Skylar yang akan menemani Aleena kali ini.
Skylar berjalan percaya diri menuju Aleena, rambut terikat Aleena yang panjang menggugah pandangan spontan kagum oleh Skylar sejenak hingga mereka duduk berdua bersamaan ditinggal oleh Julius.
Skylar menunggu Aleena, memberikan jeda untuk meluangkan fikirannya menjelajahi lamunannya. Lalu Skylar menengok dan tersenyum lebar, senyuman tulus ala Skylar.
"Aku ingin melihat wajah mereka," gumam Aleena rendah, suaranya serak basah dan begitu sedih.
Tanpa membalas tatapan dan senyum Skylar, Aleena masih memandang dingin dan sendu kaca di depannya, penuh harap dan bayang-bayang imajinasinya.
"Cinta sebenarnya hidup di dalam jiwamu, kau menemukan mereka dibalik gelapnya hatimu. Kau mendengar nyanyian mereka dibalik sunyinya kalbumu, dan kau mencintai mereka di hadapan kekosongan sukma mu," jelas Skylar mencoba menghibur.
"Ketika kau merasa dirimu sendirian, ingatlah cinta keluarga mu saat itu juga kau merasa sebuah percikan kembang api di hatimu. Kita tak pernah hidup sendiri, kita hanya merasakan kesepian," tukas Skylar kembali memberi sedikit pembinaan.
Skylar mengambil helaian rambut pendek Aleena di depan pipi. "Mereka berkorban untukmu, dan kau akan membalas budi, sebuah ketetapan yang nyata yang harus kita berdua jalani untuk orang tua kita yang berkorban." Skylar menyelipkan rambut di belakang telinga Aleena penuh kehangatan.
"Okay Aleena?" tanya Skylar memastikan Aleena memahami perkataannya barusan.
Lengannya mengambil dagu Aleena penuh dengan kelembutan, membawa kepalanya menghadap wajah tegas mudanya dan tersenyum tulus.
Aleena menatap tajam mata Skylar, berfikir pelan dengan bongkahan karang yang sudah mencair di hatinya. Apa yang ia lakukan haruslah bermakna bagi keluarganya di atas sana, begitu fikir Aleena.
"Kita akan merubah dunia, pelan-pelan tapi dengan efek yang besar," Aleena menatap memelas Skylar, tersenyum menyemburkan bunga padang indah menuju mata Skylar.
Skylar mengangguk bangga. "Pasti" wajah Skylar mencondong ke depan dan dengan sekejap mata bibirnya betemu dengan milik Aleena.
Melumat dengan gerakan pasti dan penuh penghayatan, kasih rindu dan cinta, bibirnya menyapu harmonis bibir atas Aleena. Lengan besar Skylar naik menjalar menuju lekuk rahangnya Aleena yang tirus, mengeratkan lagi sapuan ciuman penuh cintanya.
Lengan Aleena hanya jatuh di atas kedua paha Skylar, merasakan bibirnya telah terpagut oleh bibir tipis dan merah Skylar yang membelai kelembutan yang serasi di bibirnya.
Kedua mata mereka menutup, merasakan semua kenikmatan dunia yang tidak akan pernah terganti oleh suatu apapun, duduk berduaan sendiri dengan nyaman bersama ciuman hangat bersamaan.
Hingga remang-remang suara dehaman besar terdengar dari belakang mereka dan membuat Aleena menjauhkan pautan bibir Skylar yang nyaman bergerak di sana.
Pipi Aleena memerah dan panas melihat Julius datang di belakang, Skylar melirik penuh kecaman pada Julius.
"Kau dicari seseorang," ujar Julius canggung dan sedikit tertawa di balik manik matanya.
Skylar menghela nafas kesal. "Lima menit," ujar Skylar memerintah dan diterima oleh Julius dan berlenggang pergi dengan raut canggungnya.
"Haruskah kita lanjutkan kembali?" tanya Skylar menggoda dan menyengir jahil.
Aleena terkekeh dan satu kecupan kecil mendarat di bibir Skylar. "Aku rasa saatnya memberikan buku satu padaku, boleh?" pinta Aleena lembut.
Skylar merengu., "Baiklah," gerutu Skylar dan memutar mata.
Mereka berdua bangkit dan menuju ke suatu tempat Skylar menyembunyikan buku yang diwarisi oleh ayahnya, yang mana buku itu merupakan buku terpenting bagi halnya seorang Orvos dan juga Aleena.
Skylar menuju kamarnya, dan Aleena berjalan mendahului Skylar. Kepala Skylar menoleh kanan dan kiri sebelum menutup rapat pintunya.
"Oke," gumam Skylar pelan dan berjalan menuju lemarinya lagi.
Aleena tak bergeming berdiri di tengah, mengerut tegang pada Skylar yang menyembunyikan buku satu itu dengan rahasia. Skylar menuju samping lemarinya dan mengintip celah di belakangnya.
Skylar mengintip di balik gelap lemari, memastikan buku itu letaknya di tengah-tengah lemari yang menghimpitnya begitu lama, agar tak ada seorang pun yang tahu letaknya.
Lengan Skylar menjulur masuk ke dalam, dan dengan usaha keras lengannya masuk ia mengambil buku itu perlahan.
Suara dentuman kecil dari buku yang terjatuh di balik sana terdengar Aleena, tubuh Skylar menunduk dan meraih buku lebih dalam dan menariknya penuh ketelitian agar buku tak robek.
"Aku hanya membaca sekilas. Tak semuanya aku baca, buku ini sudah aku simpan sesuai dengan surat ayahku yang ia tinggalkan bersamaan dengan barang lainnya, hanya surat yang ia tinggalkan," gumam Skylar di sela-sela pencariannya.
Aleena menatap dingin dan tegang ketika Skylar berbalik arah dan membawa sebuah buku tak begitu tebal. Sampulnya berwarna hijau tua yang gelap dengan gambaran yang sudah samar tak jelas.
"Jangan terlihat oleh para Upper, ceritakan padaku apa yang akan kalian lakukan selanjutnya," perintah Skylar lembut namun bermakna ketegasan.
"Aku tak ingin kau kenapa-kenapa A- kau harus tahu itu, aku tak ingin melihatmu terluka sedikit pun dan tak ingin kau seperti kemarin. Aku bukan apa-apa tanpa mu dan aku menjadi lemah," tukas Skylar penuh kerendahan yang berat.
Aleena tertegun mendengar perkataan Skylar yang bermakna ketakutan dan cemas, namun bagi Aleena yang lebih menakutkan adalah mengingat di mana ia melihat laki-laki berguling penuh kesakitan di lantai dengan lumuran darah itu.
Ia harus bersiap dan menunggu Déjà vu itu datang menimpanya, jika itu hanya seorang lelaki biasa Aleena mudah mengucap syukur dan kelegaan, namun bila hal itu berlaku pada Skylar, adalah hal terberat yang pernah Aleena bayangkan.
"Ketakutan menuntunku menjadi orang yang terkuat," gumam Aleena.
Tatapan mereka berdua menjadi dingin dan pilu, sama-sama mendengarkan curahan hati antar sesama.
Mereka memiliki persamaan yaitu saling ketakutan akan kehilangan satu sama lain, dan juga berusaha membalas budi pengorbanan orang tua mereka dahulu.
Menulis satu visi dan misi bersamaan, dan menjadi satu adalah sebuah kerjasama yang tak terkalahkan oleh apapun.
"Aleena," suara Skylar berubah menjadi ketegangan.
"Apa yang tertulis di sana bersifat arlegoris, sesuatu yang lain. Ambiguitas, dan aku harap sesuatu yang buruk tidak berhubungan dengan kita."
Ada tatapan resah dari Skylar, sesuatu ia tutupi. Dan suatu harapan besar ia panjatkan.
***
Aleena mencari tempat yang kosong dan sepi, tak ada satu mata pun melihat apa yang ia lakukan bersama buku satu. Sejauh mata hijaunya memandang tak ada satu pun tempat yang kosong, bunker satu miliknya atau bahkan ruang makan bahkan di lantai atas.
Semua wanita memencar membentuk suatu formasi untuk mengisi waktu, membaca di luar sangat tidak mungkin mengingat banyaknya Upper berkeliaran, walau begitu di luar masih penuh dengan bangkai dan zat membumbung ke segala arah.
Tak ada pilihan lain yang Aleena miliki selain menunggu semua jiwa tertidur pulas, dan ia akan membaca dalam heningnya dan gelapnya bunker.
Waktu yang ditunggu Aleena datang, hanya gelap dan sunyi yang bersamanya, tak pula suara dengungan mesin-mesin yang ada di sekitaran dinding masih aktif.
Lampu emergensi menyala terang di dalam selimut Aleena, ia menunduk penuh ketidaknyamanan dalam posisinya. Hingga ia membuka satu lembar dan sudah menemukan satu hal yang membuatnya terheran.
Sebuah gambar Gemirix terlihat jelas dengan sketsa abu-abu tanpa warna, bentuknya hampir menyerupai dengan gambaran yang Aleena lihat di balik alam sadarnya, hanya saja gambaran itu tanpa memiliki warna biru yang menjalar.
Gemirix
Organisme yang aktif saat malam hari, terkadang terlihat ketika menjelang sore dan berkeliaran. Keberadaannya sangat langka dengan perbandingan 1:320.000 yang tersebar di seluruh dunia. Ciri-ciri khusus, memiliki duri lebih tebal dan tajam, kulit keras dan memiliki wajah.
Keterangan :
-Titik pusat tubuh adalah kelemahan, lukai berulang kali hingga cahayanya habis, jangan sampai tertusuk.
-Darah dari Gemirix memiliki fungsi yang beragam : Menyembuhkan penyakit, membentuk tubuh, mengalirkan virus Mepis, membuat lumpuh, rusaknya otak, membuat rasa gatal permanen, pembengkakan nadi, pecahnya pembuluh darah, nadi yang berubah menjadi hitam, detakan jantung meningkat dan pusing berkala.
Setiap penjelasannya memiliki gambaran-gambaran asli, bentuk tubuh seseorang yang sebelumnya memiliki luka bakar parah menjadi normal. Lalu wajah seseorang di mana mata mereka membulat besar hampir keluar.
Kemudian seorang pria tanpa busana seluruh tubuhnya memiliki untaian nadi berwarna hitam sangat memenuhi tubuhnya. Semuanya begitu jelas setiap Aleena membalik lembaran, penuh penjelasan tentang bagaimana proses dan mengapa darah Gemirix seperti itu.
Aleena yang mulai mengerti bila buku ini seperti sebuah lembaran pernyataan hasil percobaan praktik pada makhluk di luar, sama dengan buku kembaran lainnya, cenderung ke curahan cerita seseorang. Aleena terus mengerut serius membaca setiap bait dan barisnya penuh pemahaman.
Buku satu yang Aleena baca lebih ketimbang menuntut pada gambaran asli, sebuah foto yang ditangkap dengan banyaknya kenyataan yang terlihat.
Dari semua praktik dan bukti yang nyata, bila semua yang ditelaah oleh orang lain adalah benar adanya, juga bagaimana cara-cara memusnahkan mereka.
Aleena bergidik ngeri setiap kali melihat puluhan gambaran di buku itu, penjelasan yang minim namun menjadi jawaban kebutaan Will dan semuanya yang mencari tahu, tetap ada di dalam buku itu.
Dommed
-(No Subject)
-(No Detail)
- (No Picture)
- xxxx
Aleena mengerut bingung, penjelasan mengenai Dommed tak ada sama sekali selain nama dan sebuah paragraf panjang di bawahnya. Tak ada gambar seperti Gemirix atau yang lainnya yang berkaitan dengan itu.
Semakin penasaran ketika satu lembar kosong dibiarkan kosong terbengkalai tanpa catatan tulisan tangan, tak ada penuturan dan penjelasan mengenai apa dan bagaimana Dommed itu.
Ada beberapa berita suatu artikel yang tertera di bukunya. Dimuat ke dalam bentuk seperti koran harian.
Berdasarkan gugusan seorang pria bernama Janiel Locmez yang di beritakan pernah bertemu Dommed, membeberkan tentang bagaimana rupa makhluk yang hanya ada satu di dunia itu.
Pria yang dikenal sebagai ahli zoology laut ini menuturkan bila Dommed, paleoantologis dari Mount Holkey Collage, Massachusetts, yang mengaku menemukan sisa-sisa makhluk laut, di mana Dommed diduga kuat berada di balik penelitian kontroversi mereka.
Locmez mengatakan, bukti keberadaan Dommed yang panjangnya mencapai 10 meter, tubuhnya terawang memperlihatkan bagian dalam tubuhnya dan bercahaya, berasal dari temuannya yang dilakukan selama kurun waktu lima tahun di tengah laut.
Awalnya diduga, makhluk dengan kepala mirip gurita, namun dugaan itu dibantah oleh banyak kalangan karena Locmez dianggap melantur dan mengada-ada, karena tidak ada bukti gambaran makhluk Dommed.
Locmez berdalih bila makhluk itu bertubuh lunak dan bergerak sangat cepat. Membuatnya tak dapat mengambil gambaran bagaimana bentuk dan rupa makhluk yang selalu bersembunyi di kedalaman laut yang paling gelap.
Selang beberapa bulan setelah artikel ini memuat asumsi Janiel Locmez sebuah berita datang mengatakan jika Locmez tenggelam di dasar laut ketika mencoba meneliti kembali Dommed untuk memberikan bukti pada dunia, bersama kapal dan awak-awak yang bekerja di bawahnya. Simpang siur berita mengabarkan bila kapal mereka ditarik sebuah lubang laut yang berasal dari tempat Dommed berada.
Banyak yang bilang bila mereka terhisap bukan lain karena Dommed, sebuah kamera yang terambang ditemukan oleh seorang pelaut, membawa beberapa petunjuk tentang makhluk yang kontroversial pada masa itu.
Sempat terambil gambar di bawah laut detik-detik ketika kapal mereka terhisap (pict)
Aleena menarik nafas tercengang, sebuah gambaran yang membuatnya tertegun bukan main. Walau gelap dan tak banyak yang terpampang di gambar kecil, namun bagi Aleena ia sepertinya tahu apa itu.
Seperti sebuah sarang di dalam laut gelap, memiliki warna-warna biru yang terang bagaikan cahaya. Namun kembali lagi pada kenyataan, apakah memang itu benar-benar ada atau hanya sekedar drama belaka yang dibuat oleh banyak kalangan untuk mencari sensasi dan menjadi popular.
Aleena menutup bukunya pelan dahulu, walau masih banyak keterangan-keterangan yang menunggu tuk dibaca. Namun apa yang ia temukan di akhir buku itu adalah sesuatu yang membuatnya terus mengolah berbagai sugesti.
Kepada Will dan Cadancelah Aleena harus berbagi, mereka satu-satunya orang yang memiliki pengetahuan dan pengertian tentang itu semua.
**
"Dommed? Jadi namanya Dommed?" gugus Will mengerut.
Setelah ia membaca seluruh buku penuh ketelitian dan penuh keterkejutan di setiap paragraf. Apa yang ia ingin ketahui akhinya terpenuhi semua ketika mendapatkan buku satu. Mengenai obat-obat dan juga makhluk di luar sana.
"Sang Aplha?" gubris Cadance.
"Di sana dijelaskan tentang mitologi makhluk itu, bagaimana berevolusi dan seluk-beluk kehidupannya," tutur Aleena pelan meringkas apa yang ia baca tadi malam.
"Satu-satunya?" Will menatap Aleena kaget. "Hanya satu di dunia?" sambung Will kembali ketika menemukan satu bait paragraf.
"I know right?" gumam Aleena penuh kedengkian.
Will membaca ulang bait tentang Dommed, di mana Aleena mengakhirinya dengan penuh pertanyaan dan keingintahuan tentang makhluk itu. Makhluk yang begitu pintar dan masuk ke dalam otak Aleena, mengontrol semuanya dan membuat Aleena tersiksa bukan kepala.
"Aku selalu merinding melihat gambaran itu," ujar Aleena menuju pada sebuah gambar yang tertera di buku mengenai sarang sang Alpha.
"Itu sarangnya 'kan?" tanya Aleena lagi penuh harapan kepastian dari Will.
"Mungkin, apa kau tak pernah melihat gambaran ini sebelumnya di balik mimpimu?" tanya Will masih mengamati lebih detail gambaran yang Aleena maksud.
"Aku tak pernah melihat itu, aku hanya terbangun di dalam air setiap kali pertama masuk ke bawah alam sadar ku," balas Aleena kembali.
"Itu pasti karena sang Alpha tidak ingin Aleena tahu di mana ia tinggal, itulah mengapa kau selalu terbangun dalam keadaan tenggelam. Mungkin laut itu adalah laut di mana ia tinggal," ujar Cadance merinci teori demi teori.
"Lalu mereka tidak menemukan kembali atau membunuh sarang itu setelah mereka menemukan bukti? Mengapa?" Cadance bertanya lagi pada Will.
Will membalik lembaran lagi yang tadinya belum Aleena baca begitupula dirinya sendiri. "Di sini ditulis lagi." kini lembaran itu mengacu pada sebuah curhatan dan tulisan tangan seseorang.
Setelah usaha menemukan lokasi karamnya kapal miliki Janiel Locmez, para peneliti memutuskan untuk mencari keberadaan sarang yang membuat gempar seluruh dunia. Usaha yang diperuntukkan menghancurkan sarang itu gagal dan melenyapkan kembali satu per satu korban, hingga serangan terjadi.
Makhluk bawah laut itu menyerang dunia perlahan hingga menyebar ke beberapa titik lokasi dunia.
Sumber kekuatan dan energyidari makhluk itu berada di sarangnya. Disebut dengan Dropprunus.
Biasa disebut dengan Omega, Omega memiliki kekuatan untuk mengontrol penuh koloni dan sumber kekuatan dari Dommed untuk menguasai dan merajai puncak organisme itu.
Kepada siapa pun yang menemukan dan membaca buku ini, carilah Dommed dan hancurkan Dropprunus. Mereka memiliki satu sumber energi untuk memecah bumi dan merubah menjadi lautan penuh tanpa daratan.
Sincerely,
Dran Locmez,
"Keluaraga dari Locmez, dia tahu semua tentang sang Alpha dan bagaimana menghancurkannya!" ujar Will menatap Cadance dan Aleena penuh ketegangan.
"Dropprunus? Kita harus menghancurkan Dropprunus? bukan sang Alpha. Berapa juta kali pun kita membunuhnya sang Alpha akan kembali hidup karena dia masih memiliki cadangan sumber energi di sarangnya," kata Cadance.
"Satu sumber energi untuk merubah bumi penuh lautan?" tanya Aleena menuju suatu kalimat yang tidak ia mengerti kala Will menjelaskan.
"Satu energi?" gumam Will menunduk memahami.
Will terdiam dalam pecahan teka-teki yang hampir ia selesaikan, apa yang membuat sang Aplha mengejar Aleena dan apa yang sebenarnya ia cari. Mendadak Will sadar akan sesuatu hal yang menuntun pada sebuah kepastian dari logikanya dia sendiri. Kepalanya naik dengan perlahan, Aleena dan Cadance terus mengikuti dengan tegang mengapa Will begitu penuh misteri dibalik diamnya.
Pandangan Will menatap penuh Aleena dingin, membuat Aleena bertekuk kaku mendapat tatapan Will penuh dengan kecemasan dan ambisi akan sesuatu yang dimiliki Aleena. Apa yang Wolf katakan dahulu benar, Aleena yang terikat pada sang Alpha memiliki koneksi, ada sesuatu pada Aleena.
"Kau mencurinya," gumam Will pada Aleena.
Aleena tak bergeming, ia diam dan tak mengerti apa yang Will lanturkan padanya. Cadance hanya menghela nafas panjang dan menatap Aleena pula berusaha mengerti apa yang Will fikirkan.
"Ada apa Will?" ujar Cadance penasaran.
"Tentu saja dia mengejarmu," gerutu Will mendesis.
"Kau mengambil sumber energi yang diinginkan sang Alpha." Aleena tercengang sama dengan Cadance.
Warna mata mereka yang sama membesar kaget serta menjadi layu, bibirnya membentuk lingkaran kecil tak percaya dengan logika Will.
"Aku- aku bahkan tidak tahu apa itu dan bagaimana aku mendapatkannya!" elak Aleena tergagap.
"Dia benar Will, sumber energi jenis apa dan bagaimana itu kita tak tahu. Jika memang ada pada Aleena bentuk bagaimanakah itu?" sela Cadance mendukung Aleena dan mendapat lirikan senang Aleena.
"Bukankah kau harus mencari tahu dari alam bawah sadarmu sendiri? Atau mencari tahu sendiri hal ganjil apa yang pernah terjadi padamu mengenai hal tentang sang Alpha? Semuanya pasti memiliki sebab-akibat!" balas Will tak mengalah.
Aleena menatap kosong hadapannya, mencari tahu keganjilan apa yang pernah ia rasakan selama ia hidup walau kenyataan ia tak pernah merasa mengambil sesuatu dari Dommed.
Hingga lengan Aleena meraba pinggang kirinya, bekas luka sobek yang diceritakan Julius, perkara mengenai Gemirix yang tiba-tiba mati.
Kerutan besar terukir di kening Aleena, begitu lama ruangan diam diperuntukkan bagi Aleena, Will dan Cadance memikirkan kemungkinan-kemungkinan dan menyusun puzzle yang semakin lama semakin membuat gambaran jelas.
'Darahnya mengalir ke tubuhmu dan itu adalah darah Gemirix yang langka'
'Lalu kau berubah menjadi seperti Molk dan Gemirix itu mati, aku tak mengerti sama sekali mengapa makhluk itu langsung mati ketika cahaya biru itu hilang, dan merubahmu seperti Molk.'
Kalimat dari penjelasan Julius memberikan bantuan dalam penyelesaian masalah mereka, namun Aleena masih memendamnya hingga satu bait paragraf di buku menyelesaikan apa yang ia ingin tahu.
Gemirix selalu berjalan dari satu lautan menuju lautan lain, mereka melayani tuannya untuk membawa sesuatu yang ada di dalam tubuhnya. Cairan biru yang merupakan sebuah energi kuat dari kandungan dalam bumi. Sesuatu yang tidak dapat diteliti dan belum selesai, desas-desus mengatakan energi itu sangat peka pada sentuhan dan dapat terserap.
"That's it!!" pekik Aleena sadar dan mendapat tengokan kaget dari Will dan Cadance.
"Aku mengambil energi itu dari Gemirix yang kebetulan membawanya menuju sarang Dommed! dua tahun yang lalu ketika Cadance mengirim seorang Savagery untuk mencari manusia hidup, tanpa sengaja kami bertemu Gemirix yang sedang membawa energi itu untuk sang Alpha!"
"Julius membiarkanku tertusuk dan secara otomatis Gemirix mengalirkan energumi dan sekaligus darahnya itu padaku, itulah mengapa cairan di dalam tubuhnya mendadak menghilang dan membuat Gemirix itu mati!" tutur Aleena penuh kehisteria memecahkan teka-teki.
Cadance melirik Will meminta dukungan akan penjelasan Aleena, dan Will hanya duduk terpana mendengarkan penjelasan Aleena.
"Serum Cadance membuat energi itu tidak berjalan dengan sempurna, membuat energi itu mengalirkan gelombang komunikasi pada seluruh Gemirix dan tentu saja pada Dropprunus. Itulah sebabnya aku dapat mengetahui apa yang mereka lakukan dan mereka juga sebaliknya."
"Sang Alpha ingin energi ini kembali agar dia dapat melanjutkan misinya merubah seluruh dunia menjadi lautan penuh! Ada di dalam tubuhku, darahku," jelas Aleena memekik histeris.
Cadance dan Will diam, penuh keheranan mendengar lagi Aleena yang menggugus kesimpulan yang cukup masuk akal.
Will membuang nafas panjang. "Kau harus bersiap."
"Bersiap untuk?"
"Menyembunyikannya dari para Upper, mereka akan melakukan tes kesehatan beberapa hari lagi dan bekerja sama dengan para Orvos, tes kesehatan ini hasilnya harus di berikan pada Upper setiap detail terkecilnya," Will menunduk gelisah.
Aleena mengerut terkejut lagi, bagaimana bisa ketika ia sudah memecahkan masalah ia harus bertemu masalah lagi.
Bila Upper tahu apa yang ada di dalam tubuh Aleena, mereka tak akan ragu membunuh Aleena, saat itu juga atau di masa mendatang.
Aleena meneguk saliva keras, takut bila mereka sudah membunuh Aleena sebelum sang Alpha dibunuhnya.
****
To Be Continue ..
- Arlegolis : bersifat perlambangan.
-Ambiguitas : ketidaktentuan, ketidakjelasan, kemungkinan yang memiliki 2 pengertian.
-Terimakasih sudah membaca dan goal sudah tercapai 15K + reader!! Such the honor, semoga ceritanya memberi kesan sendiri bagi pembaca ;) add to ur reading list ya ..
-Di media itu adalah Dropprunus, dan masih banyak misteri yang belum terpecahkan
-Oh ya jangan lupa vote dan komen ya biar semangat lagi :p
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro