Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 3 - Perkenalan

03:25 PM

Langit memamerkan warna biru aslinya yang sangat lembut, awan-awan menebal melindungi sinar terik dari wajah seorang wanita.

Rindangnya pohon yang letaknya dekat dengan pagar benteng bagian timur membuat bayangan dahan dan daunnya menutupi tubuh jenjangnya yang sangat dekat dengan bagian pohon, sepoi angin menerbangkan helai-helai rambut coklatnya ke kiri menutupi wajahnya.

Wanita muda yang sangat kesepian hingga ia tidak dapat mengajak satu pun orang tuk menikmati indahnya siang yang terik tanpa menyengat kulit putihnya.

Matanya sayup-sayup menikmati tiap angin yang menggelitik kulit hingga terpejam, keheningan yang sangat menenangkan kalbu. Meninggalkan suara dengingan panjang serangga di dalam hutan.

"Ah! Di situ kau rupanya!" ucap seseorang berparau besar yang cenderung berteriak, tubuh wanita itu sangat terguncang mendengar dengusan kesal dan nafas terengah-engahnya secara bersamaan.

Dalam hatinya sudah merasa kesal telah diganggu kenyamanan di tengah keheningan dan damainya suasana.

"Ada apa lagi?" tanya wanita itu terduduk dan mengerut bingung, tak biasanya ada seseorang yang mencarinya sampai terengah-engah seperti itu.

"Aku sudah mencarimu ke mana-mana aku sangat lelah, tangga itu melebihi usiaku untuk sampai ke atas sini," jelasnya masih mengatur nafas berat.

"Kau tak apa?" dia semakin khawatir melihat Ben terbungkuk terengah-engah di atas tangga yang hanya selebar 1 meter terbuat dari besi kuat lainnya.

"Donny mencarimu, sebaiknya bergegas," ucapnya datar dan kembali turun tanpa ingin mendengar jawaban wanita itu yang sebenarnya sudah ia jawab dengan anggukan bingung.

Donny masih menunggu kehadiran wanita berambut brunette yang dipanggil oleh Ben, hanya dia wanita satu-satunya yang suka keluar menghirup udara hutan.

"Mari ikut aku, kau akan keluar." Donny mengulur tangan kanannya lembut, merangkul ringan di bahu gadis itu dan menuntunnya keluar ruangan.

Semuanya serba putih di dalam namun warnanya berubah menjadi warna yang gelap bercampur bau karat besi yang khas setelah keluar ruangan, lampu-lampu neon putih yang berjajaran hanya penunjuk arah jalan keluar di lorong yang selebar 3 meteran, tak ada satu pun benda yang dapat menarik perhatian di jalan itu, semua hanya lorong kosong.

Mereka sampai pada daun pintu dengan jendela kecil dilapisi kaca di bagian atas, gadis itu sesekali meneguk salivanya menghilangkan rasa penasaran akan dunia luar selain ruangan putih yang sudah lama ia tinggali.

Tangan Donny menggeser pintu ke arah kanan sampai habis, cahaya siang yang terang mencoba menerobos paksa kelopak mata gadis tersebut, wajah dinginnya menjadi hangat karena paparan sinar dan hawa panas siang hari.

Ia menoleh ke kiri, banyak pria berbagai usia tengah membawa tombak, senjata, dan beberapa benda lainnya di arena lain. Semua warna bajunya berbeda dengan milik gadis tersebut yang masih mengenakan seragam putih besar.

"Ayo," tuntun Donny kembali, kakinya kini sudah dapat merasakan kerasnya tanah coklat, tidak ada rerumputan di sekitarnya dan lebih mendominasi pada batu-batu keras dan pasir kering.

Donny mengajak berjalan dan mengambil arah kanan. Hembusan nafas dari gadis itu terdengar sangat jelas saat menatap kagum gerbang yang ada di depannya, menjulang tinggi, berwarna abu-abu, dan terbuat dari besi lagi.

"Itu gerbang kedua hanya setinggi 4 meter, kau belum melihat gerbang utama. Membuatmu harus memutar kepala 180 derajat karena sangat tinggi," jelasnya yakin dengan kekaguman yang dilihat gadis itu terhadap gerbang yang diberi nama Sega.

Mereka telah berdiri di samping gerbang dengan sisi kanan terbuka beberapa meter untuk lalu lalang semua pria yang tengah berjaga dan bekerja.

Baru saja Donny bergumam tentang wanita itu sosok tingginya datang berjalan ke arah Donny dan gadis yang berdiri bingung. Rambut lurusnya terkuncir rapi di atas dengan menyisakan beberapa helai di masing-masing pipi, sangat cantik dan menawan.

"Ada apa Mr. Milan?" tanya wanita itu menatap polos wajah muda Donny.

"Aleena, sudah ku katakan panggil aku Donny, kita seumuran," gerutunya melontarkan pernyataan pribadi sambil memalingkan pandangan ke arah lain, ia takut melihat mata indah hijau milik wanita itu.

Aleena hanya diam membisu dan mengulum bibirnya sambil melirik gadis kecil yang menatapnya dingin.

"Ini tugasmu, hanya kau yang sering keluar dari dalam bunker dan kau pastilah mengerti apa yang ku maksud bukan? Dia baru steril, kenalkan dia pada seisi benteng dan semua yang hanya 'perlu' ia ketahui," jelasnya datar, ada penekanan pada kata perlu yang mendapat respon mengerti dari Aleena.

"Oke," singkatnya, tubuh Donny berbalik membelakangi mereka dan berjalan ke ruangannya tadi.

"Hello, siapa namamu?" sapa Aleena ramah, suaranya sangat dewasa di balik tubuh tingginya.

Dengan rasa bingung yang memuncak dan rasa aneh di sekitar, gadis itu hanya menunduk. "Aku tak ingat namaku," gerutu gadis itu pelan yang menyiksa batinnya sedikit.

"Oh .. baiklah, ayo ikut aku," ucap Aleena terbata-bata sadar dalam hatinya tentang pertanyaan yang tidak masuk akal itu, tentu saja gadis itu tak memiliki nama karena dia orang baru di sini.

Langkah kaki Aleena pelan dan ringan, lengan baju panjangnya ia lipat hingga siku. Gadis itu hanya mengekori Aleena sampai menuju suatu rumah dengan pintu terbuka lebar memperlihatkan beberapa pria memakai baju hijau tua sedang makan.

"Hello Mr. Warmkely," sapa Aleena tersenyum hangat terhadap pria tua memakai seragam berwarna abu-abu.
Tempat itu seperti bar, banyak kursi tinggi di depan meja yang terbuat dari kayu yang memanjang, salah satu tempat untuk menyuplai kebutuhan perut para Tent.

"Hai Aleena," balasnya tak kalah ramah, pria tua dengan rambut putih dan bergelombang merupakan salah satu kenalan Aleena, dia hanya memiliki beberapa teman yang bisa ia ajak berbicara selain dengan teman satu bunkernya, sulit mendapatkan teman di dalam benteng yang cenderung judes dan cuek terhadap satu sama lain.

"Oh ya, dia tuan Robinson Warmkely pengurus tempat makan ini, kau bisa mendapatkan apapun semaumu gratis, ditanggung pengurus benteng," kekeh Aleena bersama dengan tuan Robinson.

"Aku tak bisa berkutik lagi bukan? Apapun yang kau butuhkan nona muda." Sahutnya berjenaka. "Panggil aku Rob, Roby, Robinson apapun sesukamu, jadi siapa namamu nona?"
"Untuk itulah kami datang ke sini paman Rob, dia pendatang baru dari luar" jelas Aleena cepat.

"Dari luar? Tidak mungkin- aku- yhuuuuh aku sangat senang mendengarnya," jelas Robinson terbata-bata tak percaya, raut wajah bahagia terpampang jelas melihat gadis itu, terdiam tanpa ekspresi satu pun seakan bertanya-tanya mengapa semuanya bahagia mendapat seseorang sepertinya.

"Baiklah, ini dia." Robinson mengeluarkan sebuah lembaran yang tipis dan kumuh dari bawah laci mejanya. Satu per satu Robinson memperlihatkan apa isi tulisan secarik kertas itu.

"Ini adalah daftar nama-nama yang aku ingat sejak dulu, banyak nama-nama yang indah dan bagus berdasarkan gender. Kau harus memilih satu nama yang bagus dan tidak dapat merubahnya kembali, itu identitas permanenmu. Namamu nanti akan menentukan bunker mana yang akan menjadi tempat tinggalmu, setelah kau melapor pada Upper tentang identitasmu," jelasnya sambil membuka lembar-lembar yang bertuliskan tangan.

"Upper?" kening gadis itu mengkerut bingung.

"Upper, mereka adalah golongan atas yang mengatur dan menguasai tempat ini. Setiap sistem kerja, pekerjaan, dan peraturan mereka yang buat demi melindungi tempat ini," jelas Aleena sangat teliti.

"Melindungi tempat ini? dari apa?" sahut gadis itu sangat penasaran, Aleena harus waspada dengan kepenasaranan gadis ini. Dia dan Robinson terlihat saling menatap satu sama lain, mata mereka menjadi redup seketika mendengar pertanyaan dari gadis kecil itu.

"Uhm .. well kau harus memilih dengan cepat sebelum menara Gloetik menutup," putus Rob mengganti topik dengan cepat, gadis itu hanya mengangguk menurut terhadap pria tua di depannya.

Aleena hanya mengamati sambil menggerutu di dalam hatinya harapan semoga saja gadis itu memilih nama dengan awalan A-F, sehingga gadis itu akan menjadi teman satu bunker bersamanya.

Lembar demi lembar ia teliti dari atas hingga bawah, berbagai nama-nama yang bagus terpapar rapi berderet vertikal sepanjang halaman.

Ia harus bijak dalam memilih nama baru, identitas barunya dan juga kepribadian baru pula. Kau tidak dapat merubahnya kembali, kalimat itu terus mendorongnya agar mendapat nama yang berkesan indah setiap seseorang memanggil namanya.

"Chriselda?" gumamnya.

"Apa?" sahut Aleena menyambar.

"Aku suka Chriselda, apa ada orang lain yang menggunakan nama ini selain aku?" tanyanya menatap harap pada pria di depannya.

"Setiap nama yang sudah diambil akan aku hapus dan menggantinya dengan nama yang bisa aku dapatkan lagi," jelas Robinson tersenyum lepas meninggalkan kerutan di samping kedua mata.

"Kalau gitu namaku Chriselda Amaris," tuturnya, Aleena tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi rapinya, tepat seperti apa yang Aleena harapkan, walau sedikit kesal saat dia tidak memilih Amaris sebagai nama depannya, dia bisa saja satu ruangan bersamanya.

"Kau mau aku panggil apa?"

"Ris, terdengar simple bagiku dan hurufnya ada di setiap nama awal dan akhirku," jelasnya bangga dengan nama barunya.

"Selamat datang Ris!" balas Rob antusias, ikut senang sembari menaruh 3 gelas minuman di depan mejanya sebagai acara penobatan nama baru gadis itu, dia bukan gadis kecil lagi sekarang. Namanya Chriselda Amaris.

Mereka mengambil gelas masing-masing dan meminumnya habis, perpaduan rasa jeruk dan manis yang menyegarkan tenggorokan saat terik matahari sudah di puncak dunia.

"Tahukah kamu? Chriselda artinya adalah Beautiful, dan sepertinya kau memilih sangat bijak, sesuai dengan kenyataan jika gadis di depan ku ini sangatlah cantik." Goda Rob.

"Uh, aku hanya mengikuti kata hatiku untuk memilih nama indah ini." Ris tersipu malu.

"Aleena, sebaiknya kau ajak dia ke Gloetik untuk mengkonfirmasi identitasnya sebelum mereka istirahat, kemudian kau ajak berkeliling, perkenalkan rumah barunya," saran Rob.

"Baiklah tuan Robinson, terima kasih atas bantuanmu, itu sangat membantunya," balas Aleena ramah. "Ayo Ris." Aleena mengajak Ris ke menara di dekat Sega gerbang kedua, Ris kembali mengekori sambil melihat sekeliling. Di bagian kanan ia dapat melihat banyak tanaman dan buah buahan yang terawat baik, di sisi kirinya hanya lalu lalang 2 orang pria berbaju hijau tua membawa sebuah tombak.

Mereka sampai pada menara Gloetik yang berada di belakang Sega, tingginya mencapai 5 lantai dengan puncaknya berbentuk tabung melingkar berwarna hitam yang buram di mana di dalamnya ada banyak mekanik yang mengatur seisi benteng.

Aleena masuk ke dalam, semuanya sudah tak asing bagi Aleena dengan lalu-lalang pria memakai baju merah maroon gelap.

Menara Gloetik ramai dikunjungi dari para Tent yang mengusul permintaan senjata lagi, para Ridcloss yang meminta bibit baru, Orvos yang selalu meminta benda-benda berhubungan kesehatan yang cenderung sulit didapatkan di kota luar, dan berbagai macam hal lain yang penuh dengan aduan.

Ris hanya menatap dingin tanpa ekspresi semua orang yang tak ada raut apapun di wajah mereka, sangat datar.

"The Bunker? Apa yang membuat kalian datang ke sini? Apa ada permintaan khusus atau mungkin room service begitu?" tanya seorang pria sinis dari arah belakang, Aleena tahu dari nada berbicara pria yang menghampirinya merupakan sindiran dan hinaan yang tersembunyi.

Aleena berusaha sekuat mungkin untuk menutupi kemurkaan hatinya mendengar nada sinis pria itu, kebanyakan dari mereka sering meremehkan para Bunker's hanya karena mereka kaum yang dilindungi.

"Aku ingin melapor akan orang baru dan identitas barunya," sahut Aleena datar sangat sabar.

"Orang baru?!" tanya pemuda itu sedikit terkejut, Aleena tidak menggubris dan tak mau menjawab iya atau hanya mengangguk sedikit saja, hanya karena sikap tidak ia senangi itu, judes.

"Pastikan kau sudah mendapatkan nama yang bagus untuk selamanya," ia mengingatkan.

"Chriselda Amaris," balas Ris langsung tanggap.

"Ikut aku," gumamnya, langkah kaki mereka yang menderu lantai hanya pengisi kesunyian lorong yang mereka lewati, menara itu bahkan lebih layak ditinggali dari pada bunker yang tak seberapa itu.

Terdapat beberapa ruangan yang dilewati, hingga mata Aleena mendapati sebuah layar yang menggambarkan suasana hutan dari berbagai sisi. Ruang pemeriksaan sekitar, bila saja ada makhluk-makhluk yang mendekat.

Di ruang lainnya ada beberapa Tent tengan mendiskusikan banyak benda yang harus dicari kembali di kota sana. Ruang lainnya hanya para Upper yang duduk mengarah pada buku-buku.

"Sudah lama tidak mendapat orang baru dari luar yang bersih, terakhir kali hanya ada 3 laki-laki dan 2 perempuan yang beruntung diselamatkan oleh para Savagery. Betulkah itu Mrs. Sharlon?" tanyanya yakin masih berjalan dengan santai.

Ris hanya dapat menyimpan pertanyaan-pertanyaan sekarang, apa itu Savagery? Dan apa yang terjadi? kepalanya dipenuhi oleh berpuluh-puluh pertanyaan tentang semua hal yang terjadi di sekitarnya.

"Masuklah, dan duduk di sana," suruh pria itu angkuh kepalanya bergerak menunjuk ke arah kursi sederhana yang terletak di depan sebuah meja dengan papan bertuliskan nama pria itu, Rowan Safior.

Aleena hanya bisa menunggu pengambilan sample darah Ris dan berdiri di ambang pintu, fikirannya tidak tertuju pada pekerjaan mereka, fikirannya melayang-layang memikirkan gambaran hutan yang terus terpantau oleh para Upper. Mereka benar-benar memprioritaskan benteng ini kebal dari kekejaman dunia luar. Itulah mengapa setiap hari tidak luput dari suara riuh para Tent yang terus membunuh makhluk-makhluk buas tersebut.

Sembari Aleena melamun di ambang pintu, perasaan Ris bercampur aduk duduk di kursi dingin itu, di depannya tersuguh kaca bening berukuran mini dengan kabel yang tersambung di sisinya.

"Tangan kananmu," pinta Rowan, Ris menyodorkan tangan kanannya dan seketika dengan satu kejutan jari telunjuknya mengeluarkan tetesan darah setelah merasakan sengatan pada sebuah alat yang terlihat seperti pulpen, rasa tersengat lebah.

Darahnya kemudian diteteskan ke kaca di depannya dan dengan teliti pria itu duduk di kursinya memainkan jari terampilnya ke layar di depan. Tangannya satu persatu mengetikkan nama Chriselda Amaris/1/Subjeck 5A/March 22th/2425.

"Kau bebas sekarang, dan kau menjadi bagian dari The Fort, jangan membuat ulah," gerutunya selesai.

Mendengar suara Rowan Aleena membuyarkan lamunannya. "Ayo Ris," panggil Aleena dari belakang, tangan dinginnya menggapai lengan kanan Ris dan menuntunnya keluar dari menara.

Aleena memutuskan untuk mengajak Ris berjalan-jalan terlebih dahulu, menuju bunker terlalu cepat dan sayang meninggalkan panorama sore hari. Ia menuju atap suatu ruangan yang diandalkan Aleena sebagai tempat penghibur diri, tidak ada siapa pun di sana, bahkan Tent.

"Aku tahu banyak pertanyaan yang menghantui fikiranmu sekarang, aku akan menjelaskan garis besarnya," gumam Aleena menghadap sosok lebih rendah darinya, rambut coklatnya lebih muda dari pada rambut milik Aleena yang lurus, semua yang ada pada gadis itu sangat memanjakan mata Aleena.

"Ini The Fort, benteng berumur ribuan tahun yang menyelamatkan para pendahulu dari ganasnya dunia luar. Benteng ini sudah berdiri sejak puluhan abad silam dan masih kokoh, bangunannya terbuat dari besi campuran logam Osmium dan Tungsten. Semua dinding dan setiap ruangan merupakan besi kokoh tak dapat dihancurkan. Entah bagaimana mereka dapat menciptakan tempat tinggal yang menjanjikan seperti ini dan bertahan selama puluhan abad silam, tapi tempat ini adalah salah satu harapan," jelas Aleena penuh ketenangan.

"Kita hidup berdampingan dan saling menjaga satu sama lain, benteng ini ditemukan sekitar 13 tahun yang lalu oleh Adam Phoenix dan kawan-kawan, orang paling berjasa yang diakui semua orang di sini. Mereka sudah menjaga satu sama lain selama kurun waktu itu. Walau dalam beberapa tahun sebelumnya mereka merenovasi beberapa titik, ada sebagian yang dirombak."

"Seperti yang aku katakan, kami menjaga satu sama lain, kita pencari harapan. Para Upper sejak dulu telah membagi tugas pada setiap individu di dalam benteng, terdapat 6 macam grup di dalam benteng yang memilili tiap pekerjaan."

"Upper, kau bisa mengenali mereka dari warna pakaiannya merah maroon gelap, mereka yang terpintar dan mengetahui seluk beluk semua seisi benteng dan cara mengatur sistemnya, mereka tahu semuanya dan mereka hanya mendekam di menara Gloetik dan kamp mereka."

"Orvos, mereka selalu berpakaian putih dan yang paling ramah dari semuanya. Mereka dokter handal dan tidak akan ragu memberikanmu banyak Artmemorum hanya untuk memeriksa kesehatanmu setiap saat."

"Tent, seragam mereka berwarna hijau tua, yang paling mendominasi di benteng," ia menunjuk satu pria yang terlihat di bawah dengan dagu.

"Apa pekerjaan mereka?" putus Ris sebelum Aleena melanjutkan kembali.

"Mereka tentara di benteng, mereka bertugas menjaga seisi The Fort 24 jam dan menjaga semua orang juga. Mereka sangat berjasa, dan yang paling berani."

"Ridcloss, kau ingat tuan Robinson? Dia salah satunya, ia hanya satu dari beberapa pekerja. Hanya pekerja, kadang mereka bercocok tanam dan mengurus hewan ternak untuk pangan seisi benteng, membantu para Orvos, Upper, dan orang lain."

"Bunkers, atau mereka sebut kami dengan The Bunker, aku, kau, dan perempuan lainnya yang dilindungi."

"Ada perempuan lainnya di sini?" putus Ris bingung, keningnya mengkerut kembali dan tatapannya sangat penasaran menunggu jawaban.

"Tentu saja. Bunker's semuanya perempuan, tidak ada laki-laki," jawab Aleena datar.

"Tapi- mengapa semua yang kulihat adalah laki-laki? Dari Orvos, Tent, Upper, dan Ridcloss?" tanya Ris.

Aleena terdiam sejenak, ia bahkan kehilangan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Ris yang sudah mengantri untuk diladeni. Hatinya menggerutu bahkan dia sendiri tak mengerti mengapa perempuan selalu hidup di dalam bunker dan tidak di izinkan untuk bergabung di dalam suatu grup seperti Orvos, Tent dan lainnya.

"Aku tak tahu," gumamnya datar penuh makna kerahasiaan di setiap getaran nadanya, Ris kembali menjadi penasaran dan hatinya sangat gundah sekarang, jari-jarinya bermain satu sama lain dan kepalanya menunduk menatap lantai atap.

Sepoi angin bertiup kencang secara tiba-tiba membuat suara desiran dari dedaunan yang bersentuhan, rambut mereka beterbangan ke mana-mana seakan mencoba menyejukkan hati yang berubah menjadi sedingin embun.

Aleena selalu merasakan perasaan yang sama seperti ini, ketakutannya terhadap sesuatu yang jelas belum ia ketahui, masih terkubur dalam. Sesuatu di luar bergejolak ramai, menunggu tuk terjawab.

*****

-Di media itu cast untuk Aleena salah satu The Bunker yang jadi peran utama di cerita ini, mau cari gambar yang rambut coklat di kuncir kuda tapi gak ketemu . Bayangin aja ya wkwk

-Add to your library would be so nice, All the love - M.D

31/5/2015

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro