Part 27 - W.H.O
"Apa kau sudah sampai di dalamnya?"
"Lena."
"Aleena?" tutur Azzura terus-menerus mengamati Aleena yang tengah terbawa hanyut ambang lamunannya yang begitu serius.
"LENA!!" pukul Azzura yang sudah sampai pada kasur Aleena gemas menunggu jawabannya sedari tadi tak dijawab.
"Aw," ringis Aleena mengerut emosi. "What the hell?" gumamnya menatap Azzura keji.
"Aku sudah bertanya berkali-kali dan kau selalu terus tersenyum menggelikan seperti itu," jelas Azzura datar.
Aleena memberikan cengiran lebar mempertontonkan deretan gigi rapinya, sikap yang cukup aneh bagi seorang Aleena yang jarang terlihat dengan laganya yang begitu menggelikan bagi kawan akrabnya Azzura.
"Apa kau sudah sampai di dalamnya?" ujar Azzura dengan pertanyaan yang sama.
"Aha," ia mengangguk cepat.
"Apa yang terjadi? Kau satu-satunya wanita yang sudah melakukan prosedur penyelamatan diri itu sampai titik sana," gumam Azzura melipat kedua kakinya di atas kasur Aleena.
"Sepertinya absensi mu memberikan keberuntungan bukan?" sambung Azzura menyipit .
"Ya," singkat Aleena dan kini rona pipinya kembali memerah dan memberikan sapuan hangat di wajahnya.
"Wajahmu memerah Lena, apa kau sehat?" kening Azzura mengerut heran melihat tingkah Aleena.
"100% Zura, 100%," balas Aleena penuh getaran yakin yang bersemangat.
"Kau tahu kau tak bisa menyembunyikan rahasia apapun dari ku bukan?" gumam Azzura menggoda penuh harap, berusaha mengetahui apa itu.
Aleena mengambil nafas senang, lalu ia kembali tersenyum kecil. "Entahlah, dia cukup baik," Aleena mengulum bibir bawahnya menahan senyumannya kembali.
"Dia-"
"Dia seorang Savagery, para Upper mungkin mengirim mereka untuk membantu melakukan fase-fase penyelamatan diri. Entahlah dia cukup baik," jelas Aleena kehabisan kata-kata untuk menggambarkan sosok mengagumkan di manik matanya.
"Kau selalu mengatakan hal yang sama. Dia siapa? Siapa namanya dan bagaimana rupanya?" ujar Azzura gemas dan juga cukup cemburu, bagaimana Aleena dengan mudah jatuh hati pada seorang pria yang jelas-jelas jarang ditemui.
Aleena menghela nafas hangat. "Rambut gelap, mata coklat, tangan yang besar, senyumannya, kebaikannya," rinci Aleena yang kini tengah disambung lamunan abal-abalnya kembali.
"Ah, wanita yang jatuh cinta," gerutu Azzura terkekeh geli.
"Hey aku tidak jatuh cinta," ralat Aleena.
"Belum," gumam Azzura lagi menyambung dan tersenyum geli.
Azzura memutar bola matanya, hingga bunyi seperti kunci yang terbuka terdengar dan mengalihkan perhatian Aleena sejenak.
"Sepertinya sudah selesai kekacauan di luar sana," gumam Aleena dan bangkit.
"Ke mana kau?" tarik Azzura pada lengan Aleena.
"Hanya memeriksa saja," balas Aleena menenangkan kawannya ia yakin tak ingin ke mana-mana.
Aleena mengintip kecil melewati pintu yang sudah ia geser, kepalanya menengok kanan dan kiri hingga ia melihat kepala lainnya dengan rambut pirang pasir ikut keluar, melakukan hal yang sama dengan Aleena.
"Hey," sapa Cadance dari kejauhan.
Aleena mengangkat alis kecil. "Bagaimana keadaan di sana?" tanya Aleena perhatian.
"Gelap dan bising," gurau Cadance memutar matanya.
"Mengapa mereka memberikan masker?" tanya Aleena masih mengintip kecil.
"Will bilang untuk mencegah keracunan karena zat asam kimia dari senjata baru para Tent untuk membasmi Ghroan lebih efisien dan cepat, dia sedang sangat sibuk akhir-akhir ini semenjak zat itu mengudara dan memberikan efek mual yang berlebihan dan pusing juga," jelas Cadance dan melangkah keluar.
Aleena mengikuti Cadance yang keluar dan berjalan pelan menyambung percakapan singkat mereka.
"Sepertinya kita harus menunggu dahulu hingga Will selesai dan kita akan menguji coba kekuatanmu lagi," jelas Cadance santai dan melipat kedua tangan di depan dada.
"Berapa lama? Semakin lama kita menunggu semakin pandai dia belajar dan menjadi kuat mereka untuk menerobos fikiran ku, aku sudah mendapatkan Déjà vu kembali setelah sekian lama aku tak merasakan gejala itu," jelas Aleena kembali cemas.
"Tenang prajurit, kau mendapatkannya lagi?" tanya Cadance mengangkat bibir kanannya seperti andalannya setiap hari.
"Ya, dan aku sadar jika itu akan bertambah buruk. Aku takut jika pria itu adalah gambaran yang pernah kudapatkan dahulu, dia tersiksa," Aleena menghela nafas penat, menatap sendu Cadance.
"Ingat, jika ketakutan adalah hal yang perlu kau hindari, apa yang kau lihat?" balas Cadance memberi setitik harapan untuk tak cemas dan menarik Aleena pada bangku yang tersusun sejajar di pinggiran dinding.
"Aku tak akan bisa seperti ini tanpa rasa takut ku," tatap Aleena pada Cadance. "Aku melihat pria itu menjelaskan hal yang sama tentang tahap-tahap tadi, mengatakan kalimat yang sama, dia seperti pria itu."
"Pria itu yang mana?" kerut Cadance menyelidik .
"Aku pernah melihat seorang laki-laki yang berguling-guling dalam kesakitan yang luar biasa, ia menjerit histeris menahan rasa sakitnya dengan seperti lendir hitam yang menghiasi tubuhnya."
"Skylar cukup mirip dengan penampilan pria itu," gumam Aleena kembali dan menunduk sedih.
"Skylar eh?" gumam Cadance setia mendengar.
"Dia Savagery."
Cadance mencondongkan tubuhnya cepat pada Aleena, memberikan tatapan penuh kelicikan yang kental dan tersenyum kecil membuat ekspresi nya begitu penuh ide-ide yang akan keluar.
"Tak maukah kau mendekatinya? Dia yang kita cari bukan? seorang Savagery, kita bisa mencari bahan-bahan dari kota," tukas Cadance pada Aleena yang dihadiahi tatapan dingin.
"Tapi para Upper tak memperbolehkan mereka untuk keluar lagi bukan?" ingat Aleena.
"Jika begitu lakukan cara lama ku," deru nafas panjang Cadance lepas lega dan menatap Aleena menunggu keputusan bulatnya.
"Bekerja sama dengan seorang Savagery secara diam-diam adalah Style lama Cadance," tutur Cadance lagi dengan logat bangganya dan tersenyum licik.
Aleena kembali berfikir kembali, kapan-kapan ia menemui seorang Savagery kembali, dan soal mendekati? Aleena menafsirkan dalam artian yang lain, hal yang lebih bersifat privasi baginya.
Di lain sisi ia takut jika lelaki rupawan berumur 20 tahunan itu adalah pria yang pernah Aleena lihat tergeletak penuh dengan kesakitan yang mengikis tubuhnya perlahan-lahan dan berujung kematian, kematian kembali yang membuat Aleena dibaluti kegundahan.
***
"Aleena!" panggil Azzura kembali memikik keras.
"Ha?" pelongok Aleena polos.
"Kau tersenyum-senyum kembali dan melamun," tegur Azzura kembali di sampingnya menyantap makan siang.
"Ada apa dengannya?" sambar Ris yang penasaran.
"Gangguan mental, gejala merasakan deg-degan berkelangsungan dan efek senyum-senyum yang menghantarkan jutaan volt listrik di uluh hati," jelas Azzura melantur, tersenyum meriah dan ditemani dengan kekehan Ris yang geli.
Aleena bangkit setelah selesai menyantap suapan terakhir daging ayam dengan kentang rebus yang mengeyangkan perut mereka.
"Mau ke mana kau?" tanya Azzura mengerut geram.
"Bisnis," gumam Aleena mengangkat kedua alis berulang kali dan tersenyum genit, yang nyatanya adalah dia ingin keluar dan menemui Will untuk meminta serum penghilang rasa sakit yang melanda kepalanya secara tiba-tiba.
Aleena melangkah keluar dari ruang makan meninggalkan banyak wanita yang menyantap dengan santai makan siangnya dan bercanda gurau membicarakan perihal-perihal yang tak ia mengerti.
Aleena sampai pada pintu utama afdeling satu dan membukanya, sinar terang yang masuk membuat Aleena mengeksplorasi pandangannya sekeliling. Aroma yang asing ia cium benar-benar membuat perutnya terkocok membuatnya mual, bukan lain adalah zat asam yang belum seutuhnya bersih di udara.
Hingga tatapannya berubah menjadi terkejut, mendetakkan jantungnya kembali ketika melihat lelaki yang berjalan dihadapannya dari kejauhan dengan senyuman yang mengembang indah.
Lelaki memakai baju serba hitam mendatangi Aleena di depannya hingga tubuhnya dekat dengan Aleena dan berhenti, mengembangkan sejuta senyuman khasnya pada Aleena yang terbujur kaku dibuainya.
"Kita bertemu kembali," ucap Skylar bahagia.
Aleena mendengus malu. "Sepertinya begitu, apa yang kau lakukan?" tanya Aleena membasa-basi penuh getaran canggung di pita suaranya.
"Aku ingin menemui adik ku," balas Skylar datar masih tersenyum lebar.
Aleena menatapnya nanar. "Adikmu?-"
Tiba-tiba suara getaran pintu bunker besi terdengar di belakang Aleena dan ia menoleh cepat, hingga matanya menatapi sosok wanita yang muncul.
"Bianca!?" pekik Aleena keceplosan karena cukup dibuat tercengang.
"Kau mengenal adik ku?" balas Skylar ditambahi dengan Bianca yang terdiam terkejut melihat ada Aleena di depan.
"Ya kita baru berkenalan," sambar Aleena cepat.
"Wow ini berita yang bagus," acap Skylar ikut menyela bersemangat.
Bianca menghela nafas ragu. "Aku tak tahu jika ada kau di sini, maaf aku tidak menceritakan soal dia yang seorang Savagery dan orang tua kami-"
"Bianca," putus Skylar pada adik satu-satunya itu.
"Tunggu, kau juga berasal dari dalam Skylar?" sela Aleena tak sabar dan terlihat mengunggah semangat kembali.
Skylar menggidikkan bahu. "Ya," ucapnya santai. "Omong-omong aku ke sini untuk memberikan ini pada adik ku," jelas Skylar memberikan Bianca sebuah aromaterapi berwarna merah.
"Terima kasih," gumam Bianca menatap kakaknya datar dan melirik Aleena ragu.
"Aku kembali dulu," ujar Bianca pelan dan acap berbalik menuju pintunya.
"Cukup terkejut bukan? Adik ku orang yang penuh hamparan rahasia seluas atmosfer," tutur Skylar tersenyum kembali pada Aleena.
"Kau mau ke mana?" sambung Skylar lagi penasaran.
"Aku tadinya ingin bertemu seorang Orvos," jelas Aleena.
"Tadinya?" kening Skylar mengerut dan tersenyum terus melihat Aleena yang manis itu.
"Setelah melihat mu dan Bianca sepertinya aku undur saja," jelas Aleena dan mendengus geli terkekeh tak terjelaskan mengapa.
"Tepat sekali!" pekik Skylar bersemangat.
"Ini saatnya minum, ayo," ajak Skylar tanpa ragu dan langsung menariknya tanpa rasa bersalah sedikit pun.
Aleena pasrah dan tak bergeming, hanya mengikuti Skylar menuju pondok di bagian dekat Grassandor. Apakah ini kencan? Entahlah, Aleena terus-terusan memaparkan jika ini hanya sebagai pertemanan.
Skylar dan Aleena berjalan beriringan menuju pondok Ridcloss, untuk menyantap beberapa kudapan dan mengisi kekosongan waktu mereka berdua.
Aleena dengan malu-malu duduk di pojokan dan melipat kedua tangan di atas meja bundar yang terbuat dari kayu. Sedangkan Skylar menuju langsung ke konter.
"A, mau minum apa?" tanya Skylar tanyanya berbalik badan.
"Sama dengan mu," balas Aleena pelan.
Skylar berpaling kemudian memesan dua buah jus sayur segar untuk melepas dahaga di siang terik itu. Langkahnya menuju Aleena dan duduk berhadapan dengannya, menghabiskan waktu berduaan saja dan mengenal lebih dekat sesama.
Skylar menghela nafas. "Lega rasanya meninggalkan kamp," ujar Skylar memulai dengan ceria.
Aleena tersenyum. "Savagery terlihat begitu jarang keluar, apa kalian dikurung atau semacamnya?" tanya Aleena langsung pada topik keingintahuan yang mendalam.
"Hahaha, tidak A- kami bekerja di sana dan hampir sering keluar dari benteng untuk ke kota," jelas Skylar ceria.
Aleena ingat jika seorang Savagery memiliki pekerjaan yang lebih berbahaya dari yang lain. Keluar dari benteng dan menuju kota untuk mencari orang-orang baru yang masih selamat atau mencari kebutuhan apapun di kota yang masih bisa di abadikan.
"Jadi kalian sering ke luar benteng? Berapa kali dalam seminggu?" tanya Aleena lagi penasaran.
"Tergantung Upper, terkadang hampir tiga kali dalam seminggu kita keluar. Contohnya saja terakhir aku mendapatkan tugas untuk mencari sebuah proyektor dan alat yang di sebut CM2, aku ditemani setidaknya dua orang Savagery lainnya, pada pukul lima pagi kami mulai keluar dari gerbang Vega, menyusuri hutan sampai ke kota. Kita tak bisa berpencar dan akan menyisir semua gedung-gedung dan mencari alat itu," jelas Skylar rinci.
"Kukira Savagery tidak muda seperti mu, maksud ku aku cukup terkejut bila Savagery adalah pria-pria yang tergolong muda. Bukan yang berkepala empat atau berbadan besar seperti bayanganku," tutur Aleena.
"Oh tidak juga, aku, Garret, dan Seth adalah Savagery termuda. Trivor, Paul dia mantan Tent dan Upper terbaik. Lalu ada Julius dan Nehemiah yang tertua atau seniornya, lalu masih ada yang lain," deskripsi Skylar.
Aleena menengok kecil pria tua dan tersenyum tanda terima kasih ketika minuman mereka tiba.
"Yang bersama mu kemarin?"
"Dia Seth, tampan bukan eh?" goda Skylar.
Aleena memutar mata jenuh. "Oh iya aku Aleena, kau selalu memanggilku dengan A?" kekeh Aleena malu-malu mengingat perkenalan terakhir kali mereka dihentikan oleh alarm yang mengganggu.
"Aleena? Nama yang cantik, sama dengan pemiliknya," goda Skylar lagi belum puas, dan Aleena terbuai kata-kata manisnya.
Aleena memutar mata. "Terima kasih,"
"Tunggu, aku pernah mendengar nama Aleena sebelumnya," putus Skylar mengolah rangkaian peristiwa dahulu.
"Aleena, aku pernah dengar berita tentang kau yang mengalami masalah dengan Upper dan mencoba menerobos ke menara Gloetik, lalu kau berkelahi dengan Ansel. Oh! Kau pernah membunuh satu Molk, berita paling menggemparkan di Nest," tutur Skylar penuh dengan cengiran khas miliknya.
"Maksud ku, kau satu-satunya wanita yang pernah membunuh Molk, oh aku mengagumimu," sambung Skylar menggoda lagi.
"Astaga benarkah? Aku tak tabu akan menyebar begitu menghebohkan, aku hanya- aku hanya jadi diri ku sendiri," tutur Aleena tergagap mendapat rayuan Skylar yang menghantam dengan serbuk cintanya.
"Itu bagus, ngomong-ngomong mengapa kau mengambil busur? Untuk kriteria wanita seperti mu tergolong lebih berani dan um- kelewatan batas?" tanya Skylar meratakan alisnya sama rata.
"Aku suka memanah -sejak aku mencobanya di Grassandor- aku fikir itu cara yang unik untuk melepas penat. Lagipula untuk seorang Bunker's kau tak banyak melakukan hal-hal yang berguna di sana. Maksud ku, setidaknya biarkan kami melakukan hal-hal seperti Ridcloss lakukan," curhat Aleena pelan kala itu.
"Kau bisa memanah?" tanya Skylar.
"Entahlah aku ragu, sudah lama aku tak melakukan itu," balas Aleena sendu.
"Mau mencobanya?" tawar Skylar berbaik hati, atau sekedar modus saja.
"Mencobanya? Te-tentu," tutur Aleena penuh semangat. "Tapi apa para Upper akan mengizinkanku yang notabene seorang Bunker's?" balas Aleena ragu-ragu.
"Jika mereka melihat lelaki berpakaian serba hitam mereka akan menunduk hormat dan mengizinkan apapun yang kita mau," jelas Skylar bangga hati dan terlalu percaya diri.
Skylar mengajak Aleena menuju suatu tempat untuk mengajaknya bermain dengan panah. Aleena sempat bingung jika tujuan mereka bukanlah Grassandor di mana sebelumnya di situlah Aleena memperagakan cara memanah yang diajarkan oleh Yura.
Aleena semakin bingung dan ragu ketika langkahnya semakin lama semakin masuk ke dalam bagian Nest yang tidak pernah terinjakkan oleh kakinya.
"Apa yang kita lakukan Skylar?" tanya Aleena ragu ketika mereka menemui ratusan pria-pria memakai baju hijau yang berkumpul.
"Kau bilang kau ingin mencobanya? Ya di sini," balas Skylar polos dan berjalan melewati aula besar tempat latihan fisik para Tent yang hari-harinya tak pernah sepi, Versal.
Ratusan mata laki-laki menatap datar dua sejoli yang bersamaan melewati mereka semua tanpa menghiraukan. Semuanya benar-benar kebingungan, dua campuran yang membuat kerutan samar di kening masing-masing.
Satu pria muda yang nyata-nyatanya adalah seorang Savagery, dengan keahlian fisik lebih hebat dari mereka semua dan yang paling dikagumi oleh seisi benteng karena terpilih sebagai yang terkuat, terpandai dan satu-satunya yang pernah ke luar dan berhadapan dengan hancurnya kota.
Belum lagi mereka jarang melihat seorang Savagery. Melihat satu sosoknya saja mengeluarkan decak-decak kagum dan hal lainnya di mata pria-pria berbagai usia.
Satu lagi seorang perempuan, perempuan yang lebih jarang-jarang lagi terlihat. Mendapatkan banyak tanda tanya, apa yang dilakukan perempuan itu di sini?
Aleena tetap berjalan dengan ragu, mendapati banyak pandangan aneh di sekelilingnya hingga mereka sampai pada satu ruangan dangan kaca bening yang menutupi.
"Nah, ayo di sini lebih nyaman untuk memanah. Efeknya lebih dramatis," jelas Skylar terkekeh santai.
Beberapa pria yang penasaran pura-pura lewat di belakang mereka dan mengintip kelakuan mereka yang terlihat merdeka dengan santainya masuk.
Lagi dan lagi para pria lewat dan menoleh untuk mengintip, sekedar untuk mencari jawaban yang di tanyakan kawan-kawannya apa yang di lakukan Savagery dan Bunker's.
Skylar mengambil busur berwarna hitam arang yang terpampang, salah satu dari panah lainnya yang terpamerkan di suatu papan dengan neon hijau kebiruan.
"Ayo cobalah, nanti kau panah semua proyektor yang menyerupai manusia," jelas Skylar tersenyum damai pada Aleena dan memberikan busur terbaik.
Aleena mengangguk dan menahan senyumnya dengan mengulum bibir. Ia masuk dan ruangan luas memanjang terlihat dengan banyaknya pilar-pilar di dalam.
Aleena menengok sekilas pada Skylar dan mendapatkan senyuman tulus khas miliknya. Tatapan mata Skylar berubah menjadi tatapan antusias dan senang melihat sosok cantik jelita itu.
Belum Aleena sempat mengakhiri saling pandang-pandangnya bersama Skylar kaca yang menjadi pintu masuk tertutup, kaca yang semulanya bening berubah menjadi hitam dan tak memperlihatkan seisi luar ruangan bersamaan dengan bunyi dengungan.
Aleena mendengar suara Skylar dari luar. "Jika ada garis-garis sensor fokuslah dan bersiaplah, jangan panik karena itu hanya semacam hologram, ketika kau panah akan menghilang dan gunakan keahlian semampumu, sudah kubilang lebih dramatis kan?" jelas Skylar dari luar.
Aleena mengangguk dan meneguk saliva, beberapa detik selanjutnya puluhan garis memanjang terus berputar-putar acak. Aleena yang sekedar mengingat hobi barunya itu sekarang tengah bersiap, mengingat pelajaran yang dipaparkan Yura dahulu.
Ancang-ancang tubuhnya menjadi tegang walau kurang fokus. Ia mengambil anak panah dari keranjang belakangnya, hingga suatu hologram manusia berlari seperti Molk dari balik tiang di depannya muncul dan segera Aleena menarik anak panah dan melancarkannya hingga menembus hologram dan hilang.
Dengan sekejap kembali empat hologram muncul bersamaan dengan posisi yang berbeda, dua di depan tengah berlari, satu tengah memanjat tiang, dan satu lagi di belakang Aleena.
Aleena bingung dengan anak panahnya ke mana ia harus memanah terlebih dahulu. Hingga ia berlari maju dan memanah satu yang berpapasan di depannya. Ketika ia berada di samping hologram yang memanjat ia mengambil anak panah cepat dan menembakannya tepat, hologram terakhir di belakangnya berlari lebih cepat dan melompat pada Aleena.
Namun Aleena sigap untuk menyingkir ke kanan dan terguling di lantai. Hologram itu sadar dan berbalik pada Aleena dan siap menerkam, ketika ia melompat di depan Aleena cukup dekat, dengan bergegas Aleena mengambil panah di belakangnya dan menarik di busurnya hingga menembus dan melayang ke atas.
Cukup dibuat deg-degan Aleena mengatur nafas yang terengah-engah. Belum cukup ia berisitirahat tiga hologram muncul di berbagai arah dan Aleena belum siap.
Aleena merasa ketakutan walau itu pun hanya hologram refleksi Molk yang asli. Ia kesulitan bangun, matanya membelalak besar ketika dua hologram sampai di depan dan kirinya ingin menerkamnya.
Tiba-tiba hologram itu hilang satu demi satu sekejap mata tanpa Aleena panah. Melainkan panah lain yang terlempar dari arah kanan Aleena. Skylar dengan cepat memanahnya satu demi satu begitu cepat dan telaten.
Lalu ia berlari mendatangi Aleena dengan sigap membawa busur lebih besar di tangannya. Skylar tersenyum nakal dan membantu Aleena bangkit.
"Kau cukup baik namun kurang fokus, perhatikan sekeliling mu," ucap Skylar dan tiba-tiba di belakang Aleena tengah ada hologram yang sedari tadi bersembunyi.
Dengan terkejut Skylar melindungi Aleena dan melemparkan panahnya kencang hingga berbunyi tali di busurnya.
Aleena terpana, pria di depannya begitu hebat dalam memanah dan tak salah lagi bila ia dipilih sebagai seorang Savagery.
"Aku kurang bagus dalam memanah jika keadaanku panik," kekeh Aleena setengah terengah yang terdengar di nafasnya yang menderu cepat.
Satu hologram terakhir dari beberapa hologram yang ada, hologram itu berada begitu jauh dari mereka tepatnya di pojok ruangan tengah bersembunyi di balik tiang berwarna abu-abu marmer.
"Jika kau ingin memanah dengan jarak yang jauh, lebih baik kau menahan nafas mu. Karena dengan menahan nafas kau bisa mendapatkan bidikan secara tepat tanpa tergoyah oleh sedikit getaran di tangan mu," jelas Skylar.
"Mari kutunjukkan," saran Skylar mencari busur milik Aleena.
Aleena mengambil anak panahnya, menaruh di tengah busur dan menariknya menunggu penjelasan Skylar. Bukannya menjelaskan secara teori, Skylar memegang lengan Aleena yang siap memanah.
Ia mempraktekkan bukan meneorikan, Aleena merasa bergetar dan juga deg-degan. Lidahnya kelu dan keringat dingin bercucur di dekat pipi mulusnya. Tangan Skylar memegang lengan atas Aleena mengarahkan hologram yang begitu jauh.
Wajah dekatnya pada Aleena membuat bulu roma sekitar tengkuknya berdiri, hawa nafas panasnya menyapu telinga begitu menggidikkan kalbu.
"Tahan nafas mu, lalu fokus pada sasaran, ketika kau yakin maka lepaskan," ujar Skylar yang berbisik di telinga Aleena yakin begitu genit.
Aleena mengangguk lalu ia melakukan yang Skylar suruh, tanpa melepas genggaman Aleena Skylar membujuk Aleena untuk tetap fokus. Hingga tarikan lebih kencang dirasakan Skylar dan panahnya melontar cepat dan lurus menembus hologram.
Aleena tersenyum kecil begitupula Skylar yang terlihat begitu bahagia bersama Aleena. Aleena masih kaku karena Skylar belum melepaskan kedua tangannya darinya.
Skylar mendeham membuyarkan aktifitas canggung mereka. "Kamu mau mencobanya lagi? Tapi tanpa bantuanku lagi nantinya," saran Skylar mengangkat alis tebalny.
"Oke," singkat Aleena sedikit tercekik, salivanya belum seutuhnya tertelan karena dibuat melayang oleh Skylar.
Skylar tersenyum kecil kali ini, maniknya berbinar terang menatap Aleena yang baru beberapa hari ia kenal dan sudah semakin dekat. Tatapan dari masing-masing jiwa juga penuh hasrat, begitu penuh makna terdalam bersifat pribadi.
Setelahnya Skylar pergi meninggalkan Aleena kembali di balik kaca hitam. Tiba-tiba garis-garis sensor muncul lagi, Aleena dengan sigap mengambil panahnya, wajahnya memperlihatkan keseriusan yang kentara dengan kerutan berlipat di keningnya.
Matanya bergerak ke segala arah menunggu garis-garis itu membentuk satu hologram di mana saja. Dengungan mesinnya terus membuat kewaspadaan Aleena meningkat sembari mata hijaunya keji mencari-cari ke mana titik hologram akan muncul.
Hingga dengungan keras terdengar dan menampilkan dua hologram yang berlari bersamaan di depan Aleena. Dengan acap ia melontarkan panah cepat dan tepat lalu mengambil lagi dengan begitu cepat dan melontarkannya lagi.
Bagi Aleena ini adalah olahraga yang mengasyikkan, di samping itu keringatnya mulai bercucuran kembali.
Ia berlari kesana-kemari mencari posisi nyaman untuk melemparkan panah, satu per satu hologram itu hilang. Dengan cekatan dan mulai terlatih Aleena sudah terlihat layaknya seorang Tent. Membuat decak kagum bagi Skylar sendiri di balik kaca hitam melihat wanita yang pemberani dan cenderung menyukai fisik yang kuat.
Tinggal tersisa tiga dan Aleena menunggu lagi, panahnya ia ambil dari keranjang yang tersisa 4 buah. Tak ada panah pun yang lepas dari sasaran, hingga dua hologram berlari dalam satu barisan rapi.
Dengan cepat dan pandai ia menarik dan melepaskan sang anak panah begitu memacu lajunya hingga mengenai dua hologram sekaligus, lalu satu hologram muncul di balik tiang bersembunyi.
Aleena yang mencoba beristirahat sejenak begitu terengah-engah bersembunyi di balik tiang pula. Punggungnya menempel erat pada tiang itu, ia menarik nafas dan mengeluarkannya dari bibir.
Pupil matanya membesar dan menjadi was-was, dengan pelan dan sembunyi-sembunyi ia mengambil anak panah, busur yang di tangannya tertidur menghadap ke bawah, ia menaruh anak panah di busurnya yang tengah di bawah tubuh.
Lalu ia mengintip sejenak untuk mencari di mana hologramnya bersembunyi, Aleena tentu saja mudah mencari sosok hologram itu karena warnanya yang mencolok.
Aleena menarik nafas penuh keyakinan, lalu ia berputar dari tiang dengan cepat berjalan menyamping menunggu kemunculan hologram yang bersembunyi di balik tiang bagian kiri.
Mata kanannya terpejam dan ketika ia mendapatkan target, dengan sempurnanya ia menerbangkan anak panah hingga hologram yang bersembunyi itu hilang. Hanya meninggalkan gambar dinding sekeliling Aleena.
Habislah sudah 10 hologram yang Aleena habisi sendiri, ia mengeluarkan banyak nafas lelah dan menarik oksigen baru untuk menetralkan detakan jantung dan paru-parunya yang kosong.
Matanya mengiaskan senyuman bangga dan senang, bukankah ini adalah salah satu yang Aleena harapkan, mencoba hal lain? Sekarang ia tahu derita para Tent selama ini, latihan terus-menerus, dan semuanya untuk apa? Untuk harapan yang hilang, untuk melindungi semua orang.
Gemingan ruangan terdengar singkat dan membuat kaca hitam yang tak tembus pandang berubah menjadi kaca biasa yang memperlihatkan Skylar yang tersenyum kagum.
Namun Aleena kembali terdiam saat siapa yang di luar bukan hanya Skylar saja yang menonton, melainkan sosok Gustavo yang berdiri di samping Skylar.
Gustavo sedari tadi memperhatikan bagaimana Aleena memanah, terdiam dan menatap dingin Aleena. Aleena membalas menatap datar Gustavo di luar, panahnya ia genggam menjadi layu, Aleena sempat membatin, mengapa dia bisa di sana?
***
"Apa yang di akukan Gustavo di sana?" tanya Aleena tak enak, mereka melangkah pergi untuk kembali ke afdeling satu bersamaan.
"Ketika aku keluar dan di awalan kau memulai dia datang, dia bertanya pada ku apa yang kulakukan di sini bersamamu. Kubilang saja kami sedang latihan dan kamu berada di pihak ku, dia tak bisa mengutak-atik apa yang ku mau," jelas Skylar dengan pembelaan yang ada.
"Apa dia, errrr mengamuk, seperti itulah?" tukas Aleena kembali.
Skylar tertawa renyah. "Tentu saja tidak, dia tidak akan membanting dan menghancurkan bangunan seperti Hulk, dia cukup tenang dan memperhatikanmu terus," papar Skylar.
"Apa dia mengomentari penampilanku?" tanya Aleena ragu dan sedikit terkekeh.
"Apa yang kau harapkan darinya? Decak kagum dan penilaian?" kekeh Skylar." Dia itu lelaki yang abnormal menurutku." sambung Skylar dan menendang beberapa batuan kerikil kecil di tanah.
"Kau kenal dia cukup lama?" selidik Aleena, memandangi kakinya di bawah.
"Dia pernah menjadi senior ku, tapi menjadi Tent adalah keputusan finalnya. Tetapi Upper tetap memberikan haknya sebagai Savagery, keluar dari benteng," papar Skylar.
"Kenapa dia keluar?" Aleena tak pernah merasa puas tentang Gustavo.
"Ask him," bisik Skylar dan mereka terkekeh bersamaan.
"Kau masih bekerja lagi? Memberikan prosedur penyelamatan?"
"Aku masih belum selesai dengan afdeling tiga dan empat, jadi mungkin besok terakhir di sini, lagipula ini lebih baik daripada diam di sana, melihat para Tent berjuang sendiri mempertahankan benteng," jelas Skylar mengutarakan hatinya pada apa yang ia lihat dahulu dari ruangannya.
Bunker's dan Savagery itu rupanya memiliki satu kepribadian yang sama, yaitu mereka tidak bisa diam tanpa melakukan apa saja. Mereka lebih suka ikut andil pada sesuatu, dibanding mengamati dalam kesendirian.
"Aleena!" sapa seorang pria setengah berlari menghampiri Aleena yang sudah di depan pintu afdeling satu.
"Will mencarimu," kata Wolf, lalu ia melirik pria berseragam serba hitam.
"Who the hell is Will?" tanya Skylar.
"Um- Wolf bisakah minta waktu sebentar aku mungkin harus mandi terlebih dahulu sebelum ke sana, okay?" gumam Aleena pelan, memberi semacam kode singkat untuk Wolf yang terpagut dingin menatap dua orang di depannya.
"Cepatlah, dia benar-benar membutuhkan kalian, terlihat genting," ujar Wolf mulai malas.
"Aku?" tanya Skylar bingung. Kalian yang disebut Wolf membuat Skylar merasa ia ikut dalam 'acara' itu.
"Not you," kata Wolf skeptis, manatap Skylar datar.
"Siapa?" tanya Aleena.
"Cadance juga," sambung Wolf lagi.
Aleena tersenyum singkat pada Skylar sebagai jeda untuk memberi salam perpisahan, Skylar terus mengikuti arah tubuh ramping Aleena menjauh menuju gerbang Sega lebih tepatnya pada kamp Orvos.
Aleena yang melangkah lebih cepat kini tertegun singkat ketika ia berpapakan dengan Gustavo di dekat pintu kamp Orvos yang ingin ia masuki. Gustavo menatap dingin dengan mata abu-abu bersihnya, Aleena yang terdiam tadinya mulai berjalan mendekatinya.
"Kau wanita yang aneh," gubris Gustavo sebelum ia masuk.
"Aku bukan aneh, aku keajaiban," puji Aleena sendiri.
Gustavo mendengus licik dan dihadiahi kerutan emosi Aleena. "Dengar, aku tak punya waktu mendengar cemoohmu kali ini," Aleena membuka pintunya namun terhenti.
"Beritahu aku apa yang kau lakukan sering kali di sana atau aku akan membongkarnya pada para Upper," ancam Gustavo dan menatap Aleena keji.
Aleena yang belum berbalik terdiam sejenak, ancamannya merupakan hal yang benar-benar membuat seluruh bulu kuduknya merinding. Mengingat dia belum sampai pada titik pencapaian utamanya untuk menemukan sang Alpha ia harus terbunuh atau terhakimi sebelumnya.
Gustavo sangatlah membuat Aleena memuncak geram, lengannya menguat menggenggam angin di dalamnya. Sorotan matanya keji menatap datar pintu masuk.
"Kau mengawasiku selama ini?" Aleena berbalik dan menatap selidik yang licik pada Gustavo, bibir kanannya terangkat sinis. "Kau mulai percaya dengan ku? Dengan hal itu? Sejak serangan kemarin kau sadar bila kau tak bisa menghentikannya karena Ghroan itu terus berdatangan," serang Aleena dingin.
"Kau sadar jika akulah penyebab itu semua, dan aku pula yang menghentikannya?" desis Aleena tegas.
"Kau benar-benar harus dibunuh," kata Gustavo kini mendapatkan jawaban yang selama ini ia cari-cari.
Aleena membuang nafas lirih. "Jika kau membunuhku maka kepunahan akan mendatangi kalian. Bagaikan semut yang menggerogoti gula perlahan, sedikit demi sedikit akan mengikis dan menjadi habis, menghilangkan jejak manis berupa kenangan. Aku melihat kenangan manis mu yang mulai terkikis bagaikan gula itu," desis Aleena hampir menyerupai bisikan licik.
Gustavo yang mendengarkan malah terbuat merinding, kalimat Aleena benar-benar membuat suatu patah hati yang dalam mengingat istri tercinta dan anaknya. Tatapannya kembali kosong ketika otaknya mendengar teriakan samar di kepalanya yang sama dengan teriakan istrinya yang berkorban.
Tanpa basa-basi Gustavo berbalik badan meninggalkan Aleena yang mulai berubah wujud menjadi ular yang licik.
"Aku akan memberikan bukti, bersiaplah," ucap Aleena penuh keyakinan namun tak dihiraukan Gustavo yang terus berjalan namun ia menangkap kalimat Aleena.
"What was that?" pekik Wolf sembari mereka berjalan di lorong kamp Orvos, apa yang ia lihat tadi cukup menegangkan apalagi bersama Gustavo.
"Apa?" Aleena malah melempar pertanyaan.
"Tadi! Kau beritahu Gustavo tentang apa yang terjadi? Dia orang yang paling tidak mudah dipercayai, biarpun dia musuh Upper dia bisa membelot bila berkaitan dengan hal yang ganjil. Kau membuka identitas asli mu itu padanya, maka kau dalam bahaya," kata Wolf.
Aleena benar-benar tidak berfikir lima kali sebelum itu, ia tak memikirkan sifat lainnya dari Gustavo. Ia hanya ingin hasil yang cepat, dan mendapatkan bantuan atau kerjasama Gustavo.
"You have a dead wish Aleena, sekarang kau berurusan dengannya, aku peringatkan, kau harus 'menjilatnya' jika kau ingin aman," kata Wolf mewanti-wanti.
Sesampai di dalam kantor Will Aleena dan Wolf duduk bersama Will sambil menunggu Cadance.
"Aku ingin kau kembali ke alam bawah sadar mu kembali, dan temukan gedung ini," Will memberikan secarcik kertas dengan gambar gedung pencakar langit. Gedung dengan jendela berwarna kehijauan berlantai banyaknya dengan tulisan WHO yang terukir unik di muka atas gedung itu.
"Bagaimana aku menemukannya? Aku tidak pernah berjalan lebih jauh, aku tidak tahu apapun tentang kota di luar," balas Aleena lagi ragu.
"Maka kau harus berjalan lebih jauh," kata Will.
"Kalau itu aku tahu" singkat Aleena sarkatik.
"Mengapa kau menginginkan aku ke sana?" selidik Aleena.
"Aku membaca di berkas lama ku, ada sebuah serum yang mereka buat," jelas Will.
"Serum apa?" kini Wolf penasaran.
"Tidak terjelaskan detailnya apa, serum itu pasti dirahasiakan," kata Will.
"Lalu bagaimana kau tahu serum itu adalah hal yang berharga di antara cairan-cairan lainnya di sana?" kini Aleena melontarkan beragam pertanyaan.
"Karena serum itu terkunci di lantai teratas, satu-satunya hal yang paling disembunyikan di WHO," gumam Will.
"Aku bisa mati untuk pergi ke sana," ada nada kepahitan dari Aleena.
"Aleena kau tidak bisa mati di sana, kau hanya bisa mati di alam nyata, bukan alam bawah sadar mu. Ketika kau menginginkan apapun di alam bawah sadarmu fikirkan dengan logika matang-matang, like i said, kau dapat merubah mimpi," jelas Will tersenyum kecil walau pahit ia rasa.
"Tapi bagaimana jika aku pingsan ketika efek serum Cadance berakhir sebelum aku mendapatkan yang kau cari, seperti yang kuceritakan kemarin sebelum aku pingsan aku seperti mendapatkan penglihatan aneh. Bagaimana bisa aku selalu muncul di tempat yang sama?" papar Aleena.
"Logika berjalan, menurutku kau tengah masuk di fikiran sang Alpha saat itu, kau muncul di mana dia pernah mendatangi tempat-tempat itu," desis Will pelan dan ikut merangkum segala hal.
"Maksudmu apa yang Aleena lihat di alam bawah sadarnya adalah apa yang pernah sang Alpha lihat?" selidik Wolf.
"Iya."
"Bukankah artinya ada koneksi? Ada hubungan yang menyatukan mereka," suara Wolf menangkap keanehan lainnya.
Will terdiam, ia baru saja sadar akan sesuatu lagi keanehan yang muncul. Wolf benar, tapi apa? Will tidak mendapatkan jawaban tepat, semuanya sangat rampung, bahkan Will mulai berspekulasi lain.
"Mungkin," Will termagu lagi. "Untuk sekarang kita simpan dahulu perihal itu, dan Aleena kamu harus mengerti bila apa yang tergambarkan di benak mu nanti bukan milikmu. Itu milik sang Alpha, kau harus berhati-hati untuk tidak terlihat."
"Apa yang harus kulakukan untuk tidak terlihat meninggalkan jejak?"
"Masuklah seperti virus, tapi ketika kau memberikan gambaran benteng kita atau hal lainnya, maka dia tahu jika ini bukan sekedar virus parasit, tapi itu sesuatu yang lain," bisik Will.
"Ketika kau di sana, apa yang selalu kau fikirkan di kepala mu?" tanya Will pelan begitu merdu.
"Bagaimana aku bisa hidup normal lalu menjalani keseharian sebagai manusia normal pula, dan pulang," balas Aleena begitu sendu, nadanya bergetar kembali ketika mengingat tujuan utamanya yang mutlak ia lakukan demi niat itu terwujud.
"Maka ketika kau di sana, ucap kalimat itu berulang kali dan biarkan menerpa kalbumu bagaikan angin yang akan mengobarkan lebih besar semangatmu Lena, ketika kau takut mati ingatlah jika kau tidak bisa mati di sana dan tak ada yang bisa membunuhmu. Kau penguasa alam bawah sadar mu sendiri, kau tak akan membiarkan hal buruk memasuki fikiran mu, kau adalah kau yang pemberani," papar Will memberikan dorongan semangat pada Aleena yang terlihat menahan keluarnya air mata.
Setelah beberapa saat ia menunggu kedatangan ibu negara yang ditunggu-tunggu, akhirnya Cadance sampai. Datang pada waktu yang tepat akan Aleena yang bersedia lagi menjadi kelinci untuk dilepaskan. Entah bagaimana keadaan ginjalnya saat ini setelah meminum serum-serum pahit dan asam berpuluh-puluh botol.
Aleena meneguk serum yang di berikan Cadance, terbaring di atas sandaran kursi yang memanjang.
"Ingatlah untuk tak panik dan tidak memberikan gambaran jelas benteng kita atau dia akan kemari dan menyerang lagi," tutur Will lagi menyempatkan untuk mengingatkan Aleena.
Aleena melirik Wolf yang kali ini melihat proses Aleena tertidur. "Semoga beruntung," kata Wolf, rekan yang selalu membantu Aleena tanpa ingin imbalan.
Ia menarik nafas sebelum efeknya mulai membuatnya tertidur dan masuk dalam bawah sadarnya, ia yakin hal yang akan ia temui pertama kali ialah air, ia seperti tenggelam di laut asin berwarna biru.
Hingga hal itu benar-benar terjadi, namun kali ini tanpa rasa panik. Dengan cepat ia berenang ke atas permukaan dan berenang lagi ke tepian pantai. Ketika ia sampai di pantai tanpa rasa lelah sedikit pun ia mengingat kembali apa yang ia lakukan secara santai.
Ketika menutup mata ia akan berada di rumah itu lagi dan ia akan berjalan menuju gedung WHO, sebelum efek serumnya habis dan membuat Aleena pingsan seutuhnya.
"Mari bekerja Aleena," gumamnya sendiri yakin, lalu ia menutup matanya pelan, menghitung dalam hati, mengingat gambaran gedung WHO yang diperlihatkan Will, hingga akhirnya ia membuka mata.
Ia berada di aula yang bersih, hanya sedikit kehancuran di meja lokernya yang sudah berantakan. Lantai keramik abu-abu tua yang berdebu dan kehancuran yang nyata benar-benar terlihat di sekeliling Aleena, tak ada mayat yang berserakan seperti pemandangan mengerikan yang sering Aleena bayangkan.
Cahaya yang terang dengan tenang tembua melewati kaca gedung dinding yang mulai berdebu dan memberikan penerangan jalan Aleena di mana tak ada listrik yang memopang.
"Apa ini gedung WHO?" tanyanya sendiri kurang yakin, karena ia langsung berada di dalamnya.
"Cari tahulah sendiri Sharlon, kau bekerja sendiri di fikiran mu ini," gumamnya sendiri, mengisi kekosongan dalam kesepiannya.
Langkahnya pergi keluar dari pintu lebar dengan kaca yang pecah di tengah, ia mendangak di depan suatu pancuran mati. "Kau berada di gedung yang tepat Lena," gumam Aleena lagi menggidikkan bahu bangga ketika lambang WHO besar jelas terlihat di depan gedung.
Ia sampai di depan lift yang menutup lalu ia memukul jidatnya keras hingga terdengar suara kulit yang tercap seperti tamparan.
"Tak ada listrik, bagaimana kau bisa naik?" geramnya lagi.
"Tapi kau tak mungkin menaiki tangga," ujarnya kembali bergumam sendiri untuk dirinya sendiri.
"Maka gunakanlah kekuatan mu, mungkin Alpha itu pernah ke sini dan juga mencari sesuatu," gumam Aleena.
Aleena menarik nafas, memajamkan mata pelan lalu berkonsentrasi dan fokus hingga menghitung hingga lima.
"AAAHH!!"
Ketika ia membuka mata tubuhnya tersontak kaget dan ia mundur dengan sigap ketika ia melihat Gemirix yang begitu besar berada di depannya tengah menatapnya dengan mengerikan, gigi taringnya terlihat siap untuk berteriak. Ini kali pertama Aleena melihat penampakan Ghroan langka itu, musuhnya, musuh Gustavo.
Karena panik, ia mundur namun tak sadar ada bebatuan tembok yang hancur sehingga tubuhnya jatuh tak berdaya di bawah ketika tersandung, siku lengannya digunakan untuk mundur dengan cepat dan satu hal yang ia fikirkan adalah pulang.
"Jangan," gumamnya. Menggambarkan The Fort sama saja mencari gara-gara dan korban bisa saja mulai berjatuhan.
Gemirix itu menatap Aleena dengan mulut yang terbuka, ada beberapa detik ketika Aleena menganggapnya hanya patung, karena tubuhnya tidak bergerak.
Sesuatu kembali mengalihkan Aleena ketika seluruh tubuhnya memiliki cairan berwarna biru namun kali ini redup seperti hilang sebagian, ia pernah melihat warna itu, di mimpi lainnya.
Apakah Deja vu? Tidak, karena kejadian kala itu tidak pernah Aleena rasakan sebelumnya. Apakah sebuah tanda? Kemungkinan besar iya, dan itu saatnya Aleena bertindak.
Ketika ia menengok tiba-tiba saja ia melihat sebuah pistol berwarna hitam, dengan cepat Aleena mengokang dan menembakkan semua peluru ke tubuh Gemirix di depannya.
Dentuman peluru berulang kali menembus ke tubuh Gemirix, warna biru yang menjalar di beberapa tubuhnya semakin lama semakin hilang ketika begitu cepat Aleena menekan pelatuknya untuk mengeluarkan isi peluru itu.
Hanya sekitar beberapa saat warna biru di tubuhnya hilang, tetapi tiba-tiba peluru Aleena habis. Gemirix terluka yang berusaha keras untuk maju semakin lama semakin mendekat pada Aleena, ketika ia berteriak dan membuka mulutnya lebar Aleena mengambil besi patah dan menancapkan ke wajahnya, besi itu menancap begitu dalam pada bagian tengah tubuhnya, hingga cecerah darah kental berwarna hitam mengaliri tubuh Aleena.
Bau anyir yang begitu busuk begitu menyengat di hidung Aleena, membuatnya mabuk dan meringis jijik dengan lendir yang menempel di bajunya. Saat makhluk itu rubuh Aleena acap minggir membiarkan tubuhnya mati dan jatuh tepat di sampingnya.
Aleena meneguk saliva tegang lalu benafas menormalkan kembali adrenalinya dan detakan jantungnya, ia membersihkan lendir yang menempel dengan mengibasnya hingga bunyi cipratan aneh terdengar.
"Ew," ringis Aleena jijik.
Aleena kembali bangkit dan mendapatkan suatu hal, tidak ada tangga lagi yang artinya ia berada di puncak gedung. Pada lantai tersebut hanya ada satu ruangan, ruangan yang masih tertutup pintunya, Aleena mencari gagang pintu namun nyatanya pintu akan terbuka dengan kunci suara dari pemiliknya, terlebih lagi listrik yang mati membuat Aleena lebih bingung.
Ketika kau menginginkan apapun di alam bawah sadarmu fikirkan dengan logika matang-matang, like i said, kau dapat merubah mimpi.
Kata-kata Will terngiang di kepalanya, bagaikan pesan memo yang tertempel sebagai pengingat.
Aleena menarik nafas dan berkonsentrasi untuk menembus pintunya, lengannya ia tempelkan pada pintu tertutup yang dingin hingga ketika matanya terbuka setelah terpejam singkat, ia berada di ruangan berbeda. Di dalam begitu di penuhi jalar-jalar kabel tebal berwarna-warni, tidak ada kerusakan parah seperti ruangan lainnya.
Mengapa ia bisa dan sang Alpha tidak bisa? Kelebihan manusia lainnya ketimbang makhluk hidup sekitar, manusia memiliki akal dan mereka tidak.
Baru saja ia sampai ia melihat sebuah tabung begitu besar layaknya sebuah akuarium dengan air berwarna hijau lumut yang melindungi suatu botol berbentuk oval seperti bola softball.
"Serumnya?"
Senyuman hangat dan bangga terlihat ketika ia sudah mendapatkan dengan cepat apa yang Will mau, dan akan mencari berbagai hal seperti yang Will katakan padanya tentang bagaimana membuat serum itu sebelum efek obat Aleena habis.
****
-Terimakasih banyak untuk membaca . Menurut kalian cerita ini cocok untuk di filmkan gak? Wkwkwk
-Oh iya jangan lupa vote dan komen! Love you sider, yang vote dan komen rezekinya lancar amiin :D
Wkwkwk
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro