Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 20 - Peta The Fort

Kondisi menjadi lebih tenang, sepoi angin sore menderu kencang, menerbangkan setiap helai rambut dan mengeringkan setiap bercak keringat dingin akibat serangan selama berjam-jam penuh. Serangan yang secara tiba-tiba tanpa ada penyebab, untungnya serangan dapat terhentikan oleh tindakan heroik pimpinan Tent Gustavo, otaknya yang berjalan dengan cepat menyelematkan kembali reputasi benteng terkuat dan teraman di kota.

Desiran pepohonan mengalunkan nada yang begitu menenangkan, beberapa pasang kaki kini berjalan dengan luntang-lantung sambil membawa beberapa macam benda yang ada di genggaman. Beberapa pria menancapkan tombaknya ke tanah seraya berjalan dengan tenang ke bagian Nest, sebagian lagi membawa senjata api bermacam-macam warna, hitam dan silver.

Cakap-cakap besar dengan berbagai topik mereka utarakan pada rekan-rekan di samping, menuturkan setiap kalimat tentang peperangan sebelumnya, beberapa bahkan masih dapat terkekeh menggurau walau penat begitu terasa.

Namun tidak dengan seorang pria yang berjalan sendiri tanpa rekan-rekannya, berjalan dengan tegas menghentakkan tanah tandus dengan sepatu boot hitam miliknya.
Tangannya kosong tak membawa apapun, hanya suatu katana yang bersarang di samping celananya menggantung dan terayun sembari ia berjalan pulang mengikuti ratusan bawahannya.

Daun pepohonan masih bergoyang terkena terpaan angin sore dengan pucuk pohon yang terkena sinar matahari cerah . Kabut asap menyelimuti benteng itu kali ini karena pepohonan yang masih mengeluarkan asap akibat pembakaran besar-besaran. Asap yang membuat penglihatan sedikit remang-remang, namun jika dilihat oleh beberapa mata tertentu akan terlihat indah di dalam sana.

Azzura dan Ris masih berjalan serempak dengan Yura di sisi kanan Ris mengantarkan kepulangan mereka, tidak dengan Aleena yang sengaja mengekori mereka dari belakang dan menatap datar semua pemandangan yang tertutupi kabut asap.

"Mengapa ada kabut?" Gumam Ris bertanya pada Yura namun masih terdengar olehnya.

Yura mendangak. "Gustavo membakar hutan tadi," singkatnya.

Afdeling 1 sudah di depan mata dan saatnya Aleena dan kawan-kawan untuk kembali beristirahat, namun langkah Ris, Yura dan Aleena menjadi lamban ketika mereka melirik satu sosok yang menonjol di antara kerumunan laki-laki yang berjalan melawan arus.

Enam pasang bola mata itu menatap datar Gustavo yang berlenggok tegas di sisi kiri, hingga tatapan Gustavo melirik begitu keji dari sorot mata abu-abu miliknya ke arah beberapa wanita yang berkeliaran dan menyeruakkan aura intimidasi pada mereka.

Aleena masih berdiri di belakang Yura dan mengamati gerak-gerik Gustavo yang tatapannya mengunci dingin pada satu sosok di depannya. Ia menatap Chriselda yang ikut terdiam merenung mengingat wajah yang tak asing di memorinya, lelaki yang begitu menenangkan jiwanya ketika ia merasa takut dan panik di kala ia sadar.

Gustavo kini melangkahkan kakinya ke mereka berempat dan berhenti memberi jeda sebelum berucap. "Apa yang kalian lakukan di luar?"

Tubuh Yura menjadi kikuk, lidahnya menjadi kelu karena takut menjawab atasannya itu. "Kami- ka- kami-" Yura terbata-bata.

"Kami ke luar," sambar Azzura polos menatap wajah datar Gustavo yang tak memiliki mimik satu pun.

Gustavo menaikkan kedua alisnya. "Wow," gerutunya terdengar begitu licik, hanya satu kata itu pun mereka tak dapat membalasnya kali ini, belum lagi sosoknya tak kunjung pergi dari tempatnya berdiri dan masih menatap sosok Ris.

Aleena melirik Gustavo di belakang sana begitu menyelidik, masih memperhatikan pria yang disebut-sebut terkenal. Gustavo melirik Ris dan seketika tatapan mematikannya memudar jika bersama gadis itu, langkahnya maju beberapa centi dan menggerutu. "Siapa namamu?" Tanyanya menuju Ris, Yura mundur satu langkah ragu.

Ris masih terdiam. "Umm Ris," ia malu mendapat sorotan mata abu-abu Gustavo yang tak pernah ia lupakan itu.

Seringai kecil terbentuk di bibirnya, bahkan Yura membelalak tak percaya pria itu tersenyum kecil. "Lihat? Kau bisa memilih nama yang bagus kan? Aku suka namamu."

Aleena masih melirik wajah tegasnya menyelidik, lalu menangkap sosok Ris yang menatapnya dan berulang-ulang ia selidiki arti makna dari tatapan Gustavo itu.

"Terima kasih," ujar Ris kini tersipu malu.

"Semoga kau kerasan di sini, dan jaga dirimu baik-baik Ris," gumam Gustavo memberi saran untuk pertama kalinya begitu lembut dan halus dari nadanya.

"Antarkan dia pulang," suruh Gsutavo pada Yura dan dibalas anggukan pelan menurutnya dan ia berpaling, ketika Azzura dan Ris berjalan, Aleena masih terdiam di belakang sana dan mendapat sorotan dingin dari Gustavo yang menyadari jika ada Aleena di belakang sana.

Tatapannya penuh dengan kiasan sinis dan kejam, ia masih ingat jika dia pernah bertemu dengan sosok terhakimi itu di menara Gloetik. Lalu langkahnya pergi meninggalkan Aleena sendirian.

***

Semua penghuni bunker satu telah tertidur dan terutama Azzura yang begitu kelelahan dengan pertemuan pertama kali dengan kecamnya dunia luar, ia bahkan tidak ingin pergi keluar lagi dan menghadapi serangan-serangan dan mendengar suara-suara gaduh yang dibuat oleh para pria-pria begitu mengerikan di telinganya.

Namun tidak dengan Aleena yang masih mencoba memejamkan matanya di ambang tidurnya, ia tak dapat tidur kali ini mengingat setiap detail perjalanannya dari pagi hingga sore. Belum lagi suatu lembaran yang ia dapat kini bersarang di belakang bantalnya menunggu untuk di periksa, penemuan yang benar-benar tak disangka-sangka olehnya.

Aleena membuka mata dan mengintip sekelilingnya memeriksa jika semua jiwa telah tertidur dan hanya dia saja yang terjaga malam itu. Ia bangkit dan mengambil suatu senter emergency di laci kanannya untuk memudahkan penerangannya. Tangan Aleena merogoh bawah bantal dan menariknya pelan, meletakkannya di atas paha. Terdapat lembaran-lembaran tebal yang begitu tua.

Aleena memeriksa sekeliling lagi sebelum membacanya secara detail. Cover kertasnya tertulis tangan dengan kalimat 'Chronicle Of The Lost Treasure - The Map' di bawah tulisan tangan miring begitu kental akan abad lama yang tertera suatu nama - nama .

-Redolf K. Hunter XII
-Samosa M. Nazi
-Tuarade XI
-Xiang Ca Wuu XI
-Elizabeth S. Demon

Lalu di pojok bagian bawah terdapat suatu gambaran sketsa tangan suatu benteng yang begitu mirip dengan The Fort . Aleena membalik lagi lembaran kedua dan penuh dengan kalimat-kalimat kecil yang membuat matanya begitu malas untuk membacanya.

Secara garis besar, tulisan tangan yang begitu indah dengan lukikan-lukikannya menjelaskan tentang proses pembangunan benteng terkuat dan mengapa. Aleena mengamati lebih detail pada beberapa bait-bait yang begitu penuh makna di antara yang lain.

Kebebasan tidak pernah lebih dari satu generasi jauh dari kepunahan. Kami tidak menyebarkannya ke anak-anak kita dalam aliran darah. Ini harus diperjuangkan, dilindungi, dan diserahkan bagi mereka untuk melakukan hal yang sama.

Untuk itulah beberapa kelompok yang terbentuk dalam lima orang pimpinan yang terbaik dari yang terbaik dari seluruh dunia melancarkan sebuah dedikasi. Dedikasi untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik, namun jauh dari ego manusia yang akan terus memburuk setiap abadnya sesuai dengan prediksi kami.

Membangun benteng ini perlu intelektual yang begitu dalam, mempertaruhkan setiap emas yang kami punya, mempertaruhkan kehidupan kami yang nyata, hanya untuk membangun benteng ini.

The Fort adalah sebuah tembok pembatas terbuat dari beton campuran terbaik yang dibangun oleh Republik Sweloma, suatu grup Diplomatik yang di bentuk secara diam-diam.

Tembok ini mulai dibangun pada tanggal 13 Agustus 1061. Tembok pembatas ini juga dibarengi dengan pendirian menara penjaga yang dibangun di dalam The Fort, Gloetik. Juga pendirian sebuah daerah terlarang, yang diisi dengan ranjau anti kendaraan.

Samosa berspekulasi dan menyatakan bahwa tembok ini dibangun untuk melindungi para warganya dari elemen-elemen fasis yang dapat memicu gerakan-gerakan besar, sehingga mereka dapat membentuk pemerintahan komunis di bagian timur kota.

Di rentang waktu kira-kira 30 tahun ini setelah tembok utama selesai dibangun, ada sekitar 5.000 orang yang mencoba masuk untuk meninggali tempat ini, dengan estimasi ada 100 sampai 200 orang pemberontak yang meninggal karena ditembak.

Beberapa puluh tahun selanjutnya, hanya karena ego yang begitu besar oleh salah satu pemimpin salah satu pendiri benteng ini dapat memicu kerusakan ikatan yang dibina dengan penuh tanggung jawab. Membuat semua yang tercipta menjadi sia-sia. Memancing peperangan antar negara dan gerakan-gerakan di kota untuk mendapatkan benteng ini.

Hingga Elizabeth S. Demon dan Tuarade XV memutuskan untuk menghancurkan benteng bersejarah itu, meledakkannya, meluluh lantahkan dengan tanah, dan memusnahkan peperangan yang telah berlangsung begitu lamanya.

Tapi saat itu tembok ini tidak langsung dihancurkan saat itu juga. Di sore itu dan beberapa minggu setelahnya, orang-orang datang membawa palu godam dan sejenisnya untuk menghancurkan beberapa bagian tembok yang tersisa dan juga menciptakan beberapa lubang perbatasan yang tak resmi. Orang-orang ini disebut sebagai "Mauerspechte" (pelatuk tembok).

Ada satu di-300 kesempatan bahwa bumi akan dilanda pada 16 Maret 2088, oleh sebuah asteroid yang cukup besar untuk menghancurkan peradaban dan mungkin menyebabkan kepunahan umat manusia. Tapi, di sisi terang, pangeran bisa-menyadari ulang semua pembaharuan dengan menahan dirinya.

Mengingat prediksi kakek dan nenek buyut mereka, satu abad dari peristiwa itu penerus dari Elizabeth S. Demon dan Tuarade XVI secara diam-diam melakukan apa yang telah diamanahkan dari pendahulunya, yaitu membangun ulang benteng yang telah hancur.

Pelaksanaan dilakukan secara tertutup dan begitu dirahasiakan oleh dunia luar, mereka mencari posisi yang tak akan diketahui oleh orang banyak dan begitu sulit untuk ditemukan dengan mata telanjang.

Satu-satunya wilayah yang begitu sempurna dan strategis yaitu kota asal Elizabeth S. Demon. Ia mengetahui betul setiap detail kotanya dan di mana ia bisa membangun kembali benteng yang akan mempersiapkan masa depan dan mempersiapkan dari hal-hal yang telah terprediksi.

Bangunan baru selesai 40 tahun setelah satu tetes keringat pertama, 10 tahun setelah Elizabeth S. Demon wafat di usianya ke 97 tahun dan 4 tahun setelah Tuarade XVI wafat. Mereka wafat tanpa meninggalkan amanah-amanah selanjutnya terhadap benteng itu, benteng yang masih ia beri nama The Fort. Hingga benteng itu tak terurus dan ditinggali oleh beberapa pekerja di sana. Tak ada pengecualian mereka untuk kembali ke rumah masing-masing, kini mereka yang bekerja membangun benteng itu akan meninggali tempat itu sampai kapan pun. Hingga selanjutnya semua orang mati karena termakan usia.

Tak ada lagi cekcok tentang benteng itu, semua yang mengetahui tentang tempat itu sudah tak ada lagi. Meninggalkan bangunan megah dan terkuat itu sendirian, menjelajahi waktu demi waktu. Hutan yang sebelumnya hanya tak seberapa besar kini menjadi lebih luas, lebat, dan begitu besar menutupi The Fort dari dunia luar.

Seiring berjalannya waktu semuanya berubah, keanekaragaman biologi berantakan, ia berjalan, ia merangkak, ia berenang, ia menyapu, ia beriringan.

Satu demi satu masalah di dunia bermunculan, prediksi yang dahulu terbesit kini menjadi kenyataan. Semua prediksi dan insting-insting pembangun yang terbaik itu benar-benar kenyataan. Semuanya menjadi tak seimbang di ambang kehancuran.

Dan revolusi menjadi mati, memunculkan satu kalimat yang begitu menakutkan, kepunahan, tapi kepunahan terdiam, dan tidak memiliki suara lainnya.

Masalah dunia ini hanya benar-benar diselesaikan dalam dua cara: dengan kepunahan atau duplikasi.

Kepunahan adalah aturan. Kelangsungan hidup adalah pengecualian ...

-Nozzier Marktwirtschaft-

--tanda tangan--

"Nozzier Marktwirtschaft?" Gumam Aleena dalam hati.

"Dia pastilah mengetahui tentang benteng itu, jika tidak bagaimana dia bisa menulis ini semua?" Ungkapnya.

Aleena masih tercengang dalam kesunyian ruangan, bulu romanya berdiri senantiasa menemaninya tengah malam itu kala kalimat demi kalimat ia baca.

Bagaimana bangunan ini dahulunya terbentuk, bagaimana dahulunya benteng ini memiliki pendahulu yang sudah dimusnahkan, bagimana orang terdahulu memiliki insting supernatural yang beberapanya sudah terbukti terjadi.

Aleena membasuh wajahnya yang penat, semua yang ia baca begitu membuat raganya dilumuri cairan gelenyar ketegangan. Teringat ia dengan seseorang yang menemukan benteng tersembunyi ini, benteng berumur ribuan abad dan masih dapat berguna dan kuat.

Ia benar-benar ingin bersujud dan berterima kasih pada Phoenix saat itu juga, jika saja ia tak beralih pada perpustakaan untuk beristirahat ia tak akan mendapatkan tempat ini, begitu pula jika ia tidak berkeliling ke dalam perpustakaan dan kesabarannya membaca setiap lemari penuh ratusan buku mungkin tak ada kehidupan lagi saat ini, kepunahan yang mengekal selamanya.

Lembaran selanjutnya ia balik, lembaran terakhir dari beberapa lembaran kusut dan usang yang bersedekap di tangannya. Ia melihat jelas peta yang begitu tertulis jelas dengan tinta yang tak memudar sedikit pun.

Jemarinya menyusuri setiap permukaan kertas usang dan menelaah gambarnya, setiap gambar yang ia lihat ia cocokkan dengan bentengnya ia tinggal. Begitu mirip, tata letak ruangannya begitu sama, dari halnya lapangan luas di penghujung benteng, hingga Sega yang membelah semua benteng menjadi sama rata.

Ia menyusuri lagi kawasan Nest di mana dari letak-letak di peta yang tergambar dengan garisan-garisan lurus membentuk beberapa persegi dan persegi panjang menjelaskan setiap isi bangunan di dalam.

Gambaran persegi-persegi yang berjajar begitu memenuhi area Nest, dan satu lingkaran oval tergambar hanya ada satu di dalam sketsa usang itu. Aleena langsung mengerti jika lingkaran oval itu adalah menara Gloetik, menara yang letaknya masih di wilayah Nest, letaknya tepat di samping gerbang Sega.

Ia beralih dengan wilayah Base, dari gambarannya sudah terpampang jelas jika wilayah Base memiliki sedikit bangunan dan lebih menuju pada lapangan kosong dan hamparan tanah yang saat ini sudah ditumbuhi rerumputan dan pepohonan di sekelilingnya.

Teringat Aleena dengan suatu hal, benda yang begitu misterius tak terlihat, tak diketahui, bahkan dianggap tak nyata hanya karena sudah hilang selama bertahun-tahun. Aleena memprediksi di mana buku itu hilang, di antara wilayah Nest, Base atau yang paling mengenaskan, berada di luar benteng.

Namun ia harus membagi lagi satu persatu, buku itu dapat di mana saja jika di dalam. Mungkin buku itu terkubur, telah terbakar, ada di suatu ruangan dari beberapa ruangan yang kosong, disembunyikan, atau di suatu tempat rahasia di bagian Nest.

Tentu saja Aleena memungkiri jika buku satu itu ada di wilayah Base, Aleena ingat benar bangunan-bangunan di sana. Hanya saja kembali ke prediksi Aleena pertama, antara buku itu terkubur, sudah terbakar hangus, atau disembunyikan.

Menemukan buku satu begitu sulit melihat berapa lamanya buku itu hilang dan tak ada yang pernah menemukan, belum dengan megahnya dan luasnya benteng yang dapat terkubur di mana saja. Belum lagi dengan ratusan jiwa di dalam sana yang bisa saja menyembunyikan buku itu demi keuntungan tersendiri.

Suara aduan pisau dan garpu menyemarakkan suasana makan siang mereka semua hari ini, ruangan makan yang kali ini lebih sunyi tanpa obrolan hangat yang biasa terdengar.

Aleena mengiris daging ayam panggangnya dengan saus tomat yang melumuri permukaan setengah matangnya. Untuk pertama kali ia menyantap rakus ayamnya, ia begitu lapar karena tak makan banyak kemarin.

Kunyahannya begitu mantap dan cepat merasakan setiap paduan rasa gurih, asin, manis tomat, dan harum makanannya yang mengunggah selera makan.

Ia menatap sekeliling datar masih asik mengunyah, lalu ia melirik Azzura di hadapannya sedang makan dengan tenang dan mimik yang masih trauma begitu kentara.

Aleena menghembuskan nafas pelan dan menelan makanannya habis. "Makanlah sedikit," ucap Aleena khawatir .

Azzura mengangguk dan tersadar dari ambang lamunannya. "Aku sudah berusaha," ia mengedip pelan. "Aku hanya merasa tak enak badan," sambungnya kembali menatap makanannya kasihan.

"Aku akan memintakan Artemorum pada Donny nanti, sekarang kau makan dan isi kembali tenagamu. Aku tak ingin kau sakit Zura," ucap Aleena lembut dan tersenyum begitu tulus, menghilangkan pertengkaran sebelumnya yang terjadi pada mereka.

Aleena telah selesai makan dan menyapukan tissue ke bibir hingga ia melihat sosok berjalan ke ambang pintu ingin keluar. "Cadance!" Aleena bangkit meninggalkan Azzura.

Cadance menoleh dan memasang wajah datar. "Aku ingin bertanya tentang sesuatu," ucap Aleena dingin.[]

Aleena dan Cadance kini duduk berdua di bunker tiga di atas kasur Cadance, di pojok begitu jauh dari banyaknya wanita di belakang mereka.

"Ceritakan wujud asliku," desis Aleena menatap tajam mata hijau daun Cadance.

"Aku tahu kau begitu penasaran tentang hal ini, namun perjanjian sebelumnya masih berlaku," tutur Cadance mengingatkan.

Aleena mengangguk dan bersiap mendengar kenyataan apalagi yang akan ia hadapi. "Dahulu ada masa di mana Orvos begitu berjaya, masa kelam sebelumnya menuntun kami untuk bersiap dengan layak di masa depan."

"Di mana kami memiliki berbagai macam cara untuk membuat semua begitu lebih baik dalam bidang biologi dan kesehatan. Semua yang kami rangkai ke dalam beberapa serum begitu mencerminkan kesehatan yang lebih manjur, namun belum dapat terbukti benar jika belum kami coba."

"Satu demi satu serum yang kami racik diuji coba pada percobaan, dari hewan pengerat, tanaman, dan beberapa hewan dari luar lainnya yang telah menghirup udara kotor di kota sana. Setiap serumnya berhasil membuat mereka bertahan lebih lama dan kembali sehat seperti semua hingga kami berani menguji cobakan pada manusia."

"Lalu salah satu eksperimen serumku muncul, aku telah membuatnya dalam tempo yang begitu lama, sekali lagi aku merahasiakannya dari para Upper. Aku membawa beberapa Orvos untuk menjaga rahasia tentang serum ini, namun aku belum akan menggunakannya karena para Upper begitu ketat menyeleksi setiap detail pekerjaan masing-masing grup."

"Aku membawa tujuh orang bersamaku untuk melancarkan misiku, misi di mana mencari sosok yang dapat menjadi kelinci percobaanku untuk serum ini termasuk Will salah satunya yang masih menjadi bawahanku saat itu."

"Aku merekrut lagi seorang Savagery, tiga Orvos dan bantuan 1 Ridcloss untuk merahasiakan hal ini dari Upper. Tak jarang salah satu di antara mereka menolak apa yang ingin kulakukan, mereka bersikeras untuk tak mengambil resiko, dan mereka menyetujuinya walau dengan paksaanku di penghujung cerita."

"Savagery secara diam-diam pergi seorang diri ke kota tanpa bantuan siapa pun, ia di sana lebih dari tiga hari mencari kelinci percobaanku. Ia mencari sosok manusia yang masih hidup dan akan ia umpankan pada satu-satunya makhluk yang dapat membunuh mereka berdua saat itu juga, Ghroan."

"Ghroan, aku sengaja menyuruh dia untuk menjalarkan virus-virus Ghroan ke tubuh orang itu nanti hingga ia terinfeksi penuh. Lalu ia membawanya ke dalam The Fort."

"Aku membuat replika Dserum, perbedaannya adalah Dserum kali ini kubuat untuk menghilangkan efek infeksi Ghroan dan merubah mereka kembali pada manusia utuh. Tapi sayangnya itu semuanya terlambat, mereka hampir memergoki kami melakukan eksperimen ini. Semua yang telah kusiapkan secara matang-matang kini dibiarkan karena kala itu mereka menuntunku untuk kembali ke bunker sebelum aku melihat sosok orang yang menjadi kelinci percobaanku. Aku menyerahkan semuanya pada Will dan membuatnya mengerjakan apa yang telah aku tinggalkan."

"Beberapa bulan selanjutnya tak ada kabar dari Will, tak ada simpang siur yang kuterima selama aku di sini, aku tak tahu apakah semua yang bekerja sama masih mengikuti Will yang menjabat pimpinan Orvos kala aku di asingkan, hingga aku berspekulasi jika eksperimenku gagal."

"Aku kini meninggalkan semuanya, aku hidup di sini bertahun-tahun tanpa tahu nasib eksperimen yang aku tinggalkan itu, belum tersentuh dan belum terbukti. Aku mencoba merehabilitasi diriku sendiri, sedikit demi sedikit dari apa yang menghempaskanku begitu berat."

"Aleena, kau adalah orang itu. Kau kelinci percobaanku, aku awalnya begitu terkejut ketika kau menuturkan eksperimen gagal padaku, dan aku langsung tahu jika kau adalah orang itu Aleena." Aleena tak membengkang kali ini, ia pasrah dengan takdirnya.

"Kau sebenarnya sudah dua tahun berada di sini, bisa dibilang kau berhibernasi," kata Cadance lagi.

"Jadi sebelumnya aku hidup?" Tanya Aleena masih tersedak gagap.

"Dan- dan kalian membunuhku demi menjadi kelinci percobaan?" Tambahnya dibalas anggukan datar Cadance.

"Itu melanggar kode etik kemanusiaan!" Aleena marah.

"Dengarkan aku, kau bukan eksperimen gagal Aleena, aku berhasil membuat suatu kemajuan dan memberi secercah harapan dari percobaan itu. Kini aku tanyakan sesuatu padamu, apakah kau pernah merasakan gejala-gejala aneh seperti mimpi dari alam bawah sadarmu, atau Déjà vu?" Cadance menyelidik memelankan ritme setiap katanya.

"Ya," ucap Aleena parau.

"Itu! Adalah efek serum Lserum, campuran bahan-bahan yang mendekati Dserum, menghantarkan beberapa gelombang energi ke otakmu, memproses efeknya menjadi suatu partikel-partikel permanen yang meninggali di kepalamu sana. Timbulnya Déjà vu salah satu efek serumnya, efeknya akan berkerja ketika hormonmu meningkat dan berinteraksi bersamaan."

"Déjà vu terjadi sebagai akibat dari tindakan hyperdopaminergic di daerah tempora yang mesial di otak, dan akan membuatmu merakan suatu mimpi atau setidaknya Déjà vu, salah satu dari banyaknya efek obat-obatan seperti phenylpropanolime dan amantadine."

"Aku kemarin berdebat dengan Will mengenai bagaimana dia memeriksamu saat itu. Satu-satunya organ yang Will sempat periksanya adalah jantungmu dan otakmu. Virus yang ditransferkan oleh Ghroan padamu membuat jaring-jaring baru langsung pada otak, atau mudahnya bagaimana zombie terbentuk, yaitu virus yang mengendalikan otak. Namun, ada kontraksi berlawanan dari yang aku dan Will harapkan mengenai virus yang kau miliki." Jelas Cadance.

"Maksudmu virusnya tidak menyukai 'inang' barunya? (tubuh Aleena)." Aleena menatap mata hijau Cadance.

"Bukan. Maksudnya virus ini bukanlah virus biasa, ada kandungan lain di virus Mepismu." Kata Cadance. "Cairan dan elektrolit sangat dibutuhkan untuk menjaga kondisi tubuh itu tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu sama lainnya, karena jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya. Terakhir Will memeriksamu, dia bilang padaku jika kau memiliki virus Mepis dan suatu kandungan 'asing' pada cairan tubuhmu. Cairan 'asing' yang Will bilang telah menjadi satu dengan elektrolitmu tadi, sehingga beberapa perubahan pada kinerja bagian tubuhmu berubah."

"Dia berspekulasi bahwa cairan asing yang dimaksud adalah virus Ghroan yang berbeda, atau milik yang terlangka di antara mereka yaitu Gemirix. Kau memiliki 'energi' mereka, virus yang menginfeksi membuatmu menjadi satu bagian dari organisme itu, dan serum yang diuji cobakan padamu merupakan perisai kuat agar virus tak bisa berkembang dan memperlambat kerja. Perisai, serumnya ialah perisai di dalam tubuhmu." Kata Cadance. Aleena tercengang dan tidak percaya.

"Aku adalah Molk?" Ringkas Aleena agak kesulitan.

"Kau lebih tepatnya Ghroan, setengah Ghroan. Sebagian darahmu bercampur dengan bagian Ghroan. Tapi berhubung kau manusia dan terinfeksi virus Ghroan, kau adalah Fast Molk. Kau terhubung dengan Ghroan. Koneksi antara kau dan Ghroan erat, dan ada satu prihal yang mengejutkan." Cadance berfikir.

"Aku akan mati?"

"Bukan! Ayolah Lena, jangan mempermudah jawaban! Energi asing itu merupakan kabel penghubungmu dengan mereka, saat kau berfikir mereka bisa membacanya. Saat mereka berfikir kau bisa membacanya, seperti perkara kemarin. Apakah kau ketika tertidur kemarin membayangkan suatu gambaran di mana kau berada di The Fort?" Cadance menyelidik.

Aleena mengingat kembali peristiwa kemarin namun jelas-jelas ia tak dapat melupakan momen kesakitan luar biasa saat itu yang tiba-tiba saja dia berada di The Fort sesuai keinginannya sendiri kala itu. "Iya," ucap Aleena ragu.

"Sudah kuduga!" Ia menjentikan jari bangga. "Kau melihat dan mereka juga melihat, kau melihat benteng kita begitupula mereka. Sebelumnya, kau pasti bertemu Fast Molk dalam mimpimu bukan?" Logika Cadance bermain.

"Yes."

"Otomatis Fast Molk merekam ingatanmu, setelah kau sadar mereka mengirimkan komunikasi dan mendapatkan info darimu. Itulah mengapa benteng ini diserang kemarin." Simpulnya.

"Aku ingin kau mengingat satu hal ini Aleena," bisik Cadance begitu mendebarkan, ruangan menjadi begitu dingin di sekeliling Aleena, ia tak lagi merasakan adanya kebahagiaan lagi di sekitar, kini hanya ada banyak keanehan yang mematut dirinya pada suatu program Orvos yang mematikan.

"Kau akan mengalami banyak Déjà vu dan mimpi-mimpi yang eneh yang mendatangimu ketika kau merasa gelisah, kegelisahan adalah salah satu pemicu mimpi itu, dan kau tahu dari mana kegelisahan itu berasal?" Cadance memberi sela.

"Ketakutan," desisnya tegas.

"Ketakutan kini adalah musuhmu, ketakutan kini adalah hantu di sekitarmu, ketakutan terus membayang-bayangimu, kau harus menghilangkan rasa itu, lawan rasa ketakutan jika kau ingin menjauhkan fikiranmu dari mereka," terang Cadance lagi.

"Selama aku di sini hanya ada ketakutan yang aku rasakan, tak ada lagi yang lain," rengek Aleena lemah.

"Aku tidak ingin kehidupan seperti ini," ia kembali meringis. "Aku sudah ketakutan, dan aku tidak akan pernah bisa menghilangkan rasa itu dari hidupku," ia menarik nafas keras dan kembali meneteskan air mata. "Aku tidak pernah menjadi seseorang yang pemberani, aku kini hanya manusia biasa," ringisnya.

Cadance menatap Aleena perih, bahkan matanya juga ikut mulai berkaca-kaca melihat Aleena sedih seperti itu. Dalam lubuk hatinya begitu tak tega ia harus melihat Aleena seperti itu, melihatnya menjadi tak normal dan memiliki keganjalan di tubuhnya.

"Kau kuat, kau akan menjadi kuat, ada kekuatan di dalam dirimu yang belum menunjukkan bagaimana wujud aslinya dibalik wanita ketakutan di depanku ini. Kau memang tidak normal Aleena, kau spesial," ucap Cadance begitu menggebu-gebu, memberikan segenggam semangat yang membangkitkan Aleena kembali.

"You special," ulangnya lagi pada poin terpenting.

Cadance memberi jeda di percakapan mereka kala itu, menunggu Aleena untuk tak menangis begitu hebat di sampingnya. Menunggu ia memulihkan kembali perasaan campur aduknya kala itu, rasa takut, sedih, bingung, cemas, tak mengerti dan semua hal yang jauh dari makna kebahagiaan. Aleena menghapus air matanya pelan dan menahan lagi air matanya begitu berusaha kuat.

"Jadi dengarlah, mereka mungkin mendapat penglihatan darimu, lalu mereka mengirimkan gelombang komunikasi pada turunannya untuk mencari tempat yang mereka dapatkan dari memorimu. Untuk itulah kau harus mulai berhati-hati Aleena dengan fikiranmu, jangan buat para Upper curiga dengan kedatangan makhluk-makhluk tersebut yang sering nanti. Selagi itu aku akan mengembangkan masalahmu lagi."

"Aku takut jika seseorang yang berkerja sama denganku telah beralih profesi pada Upper dan membongkar semua rahasiaku," ucap Cadance begitu tersulut emosi.

Aleena tiba-tiba mengingat seseorang di waktu dahulu, seseorang yang menuturkan kata-kata yang membingungkan Aleena, ia ingin membiarkannya mati. Ia mengira-ngira jika lelaki itu adalah sosok yang Cadance duga.

"Apa yang terjadi jika mereka mengetahui semua yang menimpa padaku?" Ucap Aleena bertanya-tanya di balik rahasia yang ia pendam mengenai sosok pria yang pernah beradu dengannya dan tak memiliki hubungan yang sangat baik dengannya itu.

Cadance membisu, ia kini menjadi diam tak mengeluarkan suara apapun selain nafas besarnya. Aleena masih berusaha mengintimidasi Cadance yang masih menunduk tak terjelaskan, hingga Cadance menarik nafas dan membuangnya penat dan menatap mata hijau Aleena yang menunggu.

Cadance menatapnya begitu lama, mencari-cari arti makna di balik matanya yang sudah ia dapat adalah ketakutan dan kebingungan yang menyeruak dengan genangan air yang masih terlihat .

"Tak ada jaminan, mereka akan membunuhmu."

*****

-Ah sedih hikss, ngetiknya pun sampai berkaca-kaca, kalian? Itu sih kalau pake feel juga bacanya wkwk. Terima kasih untuk setia membacanya baik reader sejati maupun sider sejati muah. Suatu kehormatan bagi saya ...

-Vote dan komentar ditunggu biar di liat orang banyak dan lihat karya saya, agar mereka memberi masukan dan saran terhadap cerita ini *cieeh

-Add to your reading list would be so nice, All the love - Dinda

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro