Part 17 - Kematian
Hembusan angin siang begitu segar terasa seperti hari-hari biasa, hawa sengat tersamarkan tiupan angin kencang. Dedaunan kuning kecoklatan berhamburan di tanah begitu banyak hingga menutupi semua pasir yang di dasarnya, membuat daratan begitu empuk ketika duduk di atas tumpukan daun gugur.
Desiran angin membuat lamunan Aleena menjadi permanen, kakinya terlipat bersamaan sembari tangannya memeluk erat kedua kaki. Bahunya bersandar pada badan pohon yang begitu besar di belakang. Rambut brunnettenya kini ia biarkan terurai mengikuti arah angin menerpa rambut. Yura berada di sisi kiri pohon tepatnya di samping Aleena berada, ia menyandarkan bahunya sama hal dengan Aleena.
"Aku sudah katakan jika kita semua bisa membuat ini lebih mudah," tutur Yura, menatap lurus tanaman yang tumbuh alami.
"Yura, semakin lama aku di sini aku hanya bisa memikirkan bagaimana dengan kehidupanku," gumam Aleena telah tenang dari tangisannya.
"Kau akan selalu memikirkannya."
"Bukan begitu maksudku," elak Aleena lirih.
"Kalau begitu berhentilah, berhentilah memikirkan dirimu sendiri seolah-olah hanya kau di dalam sini yang memiliki permasalah yang cukup berat untuk kau tanggung sendiri."
"Kita memiliki beban sendiri Aleena, kita semua keluarga, kita semua sama, kau harus memikirkan yang lain. Itu yang terpenting dalam kehidupan," jelas Yura begitu pelan, mata gelap coklatnya meredup.
Yura menarik nafas panjang. "Aku harus pergi, aku tadi dibutuhkan oleh para Upper," pamit Yura pelan.
Aleena menarik nafas rakus dan mengeluarkannya kasar berulang kali hingga tangannya merasakan sesuatu yang sedari tadi telah ia bawa di saku celana. Dengan gusar ia merogoh saku dan mendapatkan 7 lembar kertas usang yang isi tulisannya merupakan hasil tulisan tangan.
Ia membuka gulungan kertas dan mulai membaca dengan teliti dan keseriusan yang kentara, bola mata hijaunya bergerak seraya mengikuti baris demi baris yang memanjang dan mengutip banyak cerita sesuai dengan tragedy The First Contiguity sesuai dengan apa yang diceritakan Robinson padanya.
Hingga ia menemukan alinea-alinea yang ia cari tentang bunker 6 dan mengapa Cadance menguncinya, keningnya mengkerut serius sembari membaca beberapa alinea baru yang belum ia ketahui.
Aku sendiri tak mengerti mengapa virus tidak mampu membuat mereka lumpuh, saraf-saraf tak dapat lumpuh seperti yang dikodratkan ketika terjangkit. Aku telah mempelajari mengenai makhluk ini dan penyakit yang ia tularkan, namun apakah semudah itu?
Di laboratorium malam itu aku baru sadar, jika Ovcerentraserum tak dapat bertemu dengan Dserum, kombinasi bahan-bahan dari kedua serum tak seimbang dan membuat kerusakan ketika atom-atomnya bertemu, dan membuat kepulan asap itu tak akan hilang selamanya.
Efek kepulan asap berbahaya dari Dserum sangat mematikan jika terhirup, aku fikir setelah beberapa bulan ke depan setelah kejadian bunker itu, asap di dalam akan menghilang, namun ternyata tidak. Aku akan menyebutnya 'Dovcent' serum kombinasi baru di mana kepulan asap yang dibuat olehnya tak dapat hilang sampai kapanpun dan sangat mematikan.
Mereka berdua kini terpendam lama dan mati di dalam bunker sana meninggalkan tengkorak mereka, namun tidak dengan kepulan asapnya.
Aku sudah memperingati para Upper untuk tak membuka bunker itu atau menghancurkannya sekalipun, itu akan membuat semua seisi The Fort tewas dalam satu malam.
Setelah malam itu setiap harinya aku meracik berbagai serum untuk memusnahkan Dovcent, aku mengerahkan banyak Savagery, Orvos, Upper, Ridcloss untuk mencari semua bahan yang kuperlukan. Tapi sudah terlambat ketika seorang pimpinan baru muncul, yang tidak aku ketahui.
Frank Kriss, aku tahu kau di sana sayang .. bantulah aku membuat semua ini menjadi normal, aku tahu kau mendengarkan di sana. Mengapa kau pergi saat itu? Mengapa kau tak menyelamatkan diri sayang? Aku benci takdir ini memisahkan kita . Aku berjanji akan bagaimana melanjutkan apa yang kau tinggalkan. Aku berjanji mencarikan rumah untuk tempat kita tinggal, seperti janji yang kita idamkan.
Note : Dserum = 0
Saat itu Aleena diam, tidak memiliki nafsu apapun untuk bertanya dan bingung. Sisa kertas lainnya belum terbaca, ia memikirkan kepala yang sakit dan kali ini sangat sakit hingga rasanya ia akan menangis di sana.[]
05.55 AM
Gusaran tangan seseorang mengombang-ambingkan tubuh Aleena yang tertidur, begitu nyenyak tidur Aleena hingga dalam satu sentuhan ia tak merasakannya dan tak mampu keluar dari alam bawah sadar yang menggambarkan berbagai mimpi yang begitu nikmat dalam memori.
Bisikan kecil terdengar pelan di dalam bunker 1 di mana semua orang masih tertidur di pagi itu, tangan yang menepuk-nepuk kulit mulus di pundaknya masih belum berhenti sebelum dapat membuat Aleena bangun.
"Aleena," bisik seseorang parau.
Namun untuk beberapa goyangan keras dan panggilan lainnya ia membuka kelopak mata pelan, nafasnya tertarik keras dan tubuhnya tersentak terkejut ketika melihat seseorang di depannya sangat dekat.
"Shhhh ikut aku," bisiknya kembali.
"Cadance?" Kening Aleena mengkerut dalam dan ia bangun dengan perasaan termalas dan terngantuk.
"Aku tidak keberatan dipanggil Cadance tapi ambil bajumu dan ikut aku," bisiknya kembali dan ia mulai berjalan ke ambang pintu.
Dengan gusarnya ia membuka selimut dan berjalan cepat ke arah ambang pintu mengekori Cadance sambil memakaikan bajunya. Cadance dan Aleena bergerak pelan-pelan tanpa ingin membangunkan seseorang, hingga bayang-bayang mereka yang tertinggal kini tak kelihatan lagi bagi Azzura yang diam-diam mengetahui mereka telah keluar sepagi ini. Tubuh Azzura memang bagaikan orang tertidur namun tidak dengan matanya yang telah membuka besar dan mendengarkan suara-suara langkah kaki mereka berdua.
Aleena memakaikan bajunya. "Mengapa harus sepagi ini?" Bisik Aleena yang menggemakan suara pada lorong panjang menuju pintu keluar.
"Kau tahu aku tidak pernah keluar dan banyak orang yang mengenaliku sebagai pimpinan Orvos," jelas Cadance datar.
"Lalu mengapa kau sembunyi?"
"Aku bukan sembunyi, aku mengasingkan diri," gerutu Cadance kembali, langkahnya begitu laju dengan kakinya yang menjulang tinggi.
"Cadance, aku sudah membaca pemberian kertasmu dan aku tidak tahu tentang Yhuemotoserum," ujar Aleena di tengah-tengah perjalanan ke luar, Cadance masih membisu di ambang jalannya.
"Cadance!" Pekik Aleena, tapi tetap saja ia berbisik.
Cadance masih bergegas. "Itu serum berbahaya, aku tidak membuatnya lagi setelah kejadian itu."
"Kau menuliskan jika serum itu dapat menyembuhkan virus lalu mengapa kau berhenti membuatnya?" Sambung Aleena mengganggu ketenangan Cadance yang sudah berada di ambang pintu, tangannya memegang gagang pintu besi namun ia belum membukanya.
Cadance berbalik dengan gusar. "Percayalah padaku, serum itu berbahaya dan aku tidak ingin mengambil resiko. Serum itu jelas-jelas gagal menyembuhkan virus yang sudah menyebar ke dalam tubuh, virusnya berkontraksi lebih cepat dari pada efek kerja serum, dan membuatnya juga dibutuhkan waktu dan bahan yang banyak," bisiknya.
"Lagi pula, mereka tak akan membiarkanku memimpin lagi dan aku satu-satunya yang tahu komposisinya," ucapnya pasrah kemudian tangan Cadance membuka pintu utama dengan pelan hingga suara lengkingan besi yang khas terdengar samar di lorong.
"'Ayo," ajak Cadance.
"Mengapa kau mengendap-endap?" Tanya Aleena sarkatik dan bingung.
"Jika seseorang melihatmu dan aku di pagi buta, seorang wanita, mereka akan tahu apa artinya semua ini," jelas Cadance dan ia masih berjalan dengan gusar dan was-was terhadap sekelilingnya.
Langit menjelang pagi masih gelap, seluruh pelosok The Fort kini masih mendung namun kilatan cahaya api sedikit menerangi pandangan dan memperjelas sekeliling.
Pada bagian Base kini sangat sepi, hanya suara samar-samar ranting patah, tak ada angin yang menerpa sepagi itu, bagian Base begitu tenang namun tidak dengan di bagian Nest, banyak suara-suara gemuruh tak terjelaskan masuk melalui gendang telinga.
Aleena mendengus. "Tahu apa? Aku benar-benar tidak mengerti ada apa denganmu."
Cadance menoleh ke kanan dan ke kiri layaknya seorang wasit permainan bulu tangkis, menelusuri setiap jengkal wilayah berharap tak ada satu pria berbaju merah maroon berkeliaran, Upper atau mungkin Tent.
Aleena dan Cadance sampai pada gerbang Sega masih bersembunyi di balik bangunan-bangunan, gedung Gloetik tepat di kanan mereka, dan Aleena tahu betul jika dia tak ingin terlihat oleh para Upper karena memiliki permasalahan pribadi.
"Di mana gedung Orvos?" Bisik Cadance tenang.
"Pintu ketiga, kiri."
Suasana yang semakin lama semakin terang menunggu munculnya sang mentari pagi membuat Cadance mempercepat pergerakannya dan menambah kegelisahannya. Mereka berjalan dengan cepat ke pintu besi polos di mana tujuan mereka ada di dalam sana, Cadance menarik gagang pintu dengan pelan dengan perasaan yang cukup bangga jika pintu tak dibuat untuk dikunci.
"Masuk," ujar Cadance.
Mereka kini di dalam, ruangan begitu putih seperti biasa Aleena jumpai, namun tidak dengan Cadance yang terpana melihat tempatnya lagi untuk pertama kali dalam kurung waktu beberapa tahun setelah melepas jabatannya sebagai pimpinan Orvos menjadi seorang Bunker's biasa.
"Begitu berbeda," bisik Cadance sekilas menatap lorong pintu utama yang begitu bersih, terakhir kalinya tempat ini merupakan bagian dari tempat tidur semua orang dengan lalu lalang yang selalu terlihat olehnya, suasana harmonis yang tenang, namun Cadance membuyarkan lamunannya dan berlanjut lagi untuk bergegas.
Cadance berjalan melewati lorong sepanjang tujuh meter, menembus cahaya terang melalui cahaya lampu neon sepanjang lorong berwarna putih bersih mencerminkan kebersihan dan kesterilan para Orvos. Langkah Cadance terburu-buru hingga ia terhenti pada ujung lorong dan memberi kode pada Aleena di belakangnya dengan tangan yang ia angkat dengan makna 'berhenti'.
"Ada apa?" Aleena mengerut dalam dan menghembuskan nafas penat.
Cadance tak menggubris dan mengintip sosok pria sedang membaca lembaran kertas yang terjepit di depan papan berwana abu-abu sangat serius. Hingga pria menggunakan jas putih sepanjang lutut berjalan lebih mendekat pada arah mereka dan membuat detakan jantung Cadance meningkat karena gelisah .
"Di mana Will!?" Desis Cadance tiba-tiba, mengejutkan pria itu bagai tikus lompat.
Pria itu terlihat shock ketika mendapati penampakan dua gadis selang ia berjalan. "I- ini pagi sekali apa yang kalian lakukan sepagi ini? Semua orang masih tidur." Jelasnya. Namun Cadance dan Aleena hanya bisa menatap penuh pinta hingga dibalas pria itu.
"Ikut aku," ucap pria Orvos begitu sarkatik dan pasrah karena tatapan Cadance. Berdua mereka mengekori sang Orvos menuju ruangan Will di mana ia masih tidur sama halnya dengan beberapa orang lain.
Aleena masih menatap Cadance dari belakangnya dengan siratan bingung 'mengapa wanita di depannya begitu gelisah, apa berhubungan dengan eksperimen gagal itu?'.
"Dia di dalam, aku tidak ingin membangungkannya jadi..." Tuturnya menggantung dan ia mengangkat kedua bahunya bersamaan lalu ia berlenggak pergi meninggalkan Cadance dan Aleena di depan suatu pintu besi dengan gagang bundar berwarna putih.
"Bangunkan dia," suruh Cadance datar dibalas Aleena yang memutar bola matanya lagi dan lagi. Tangan Aleena mengepal dan mengetuk pintu Will dengan pelan, namun dapat membuat dentuman menggema dari besinya.
Beberapa kali ia mencoba mengetuk dan menunggu dengan sabar hingga tempo ketukan Aleena menjadi lebih cepat dengan panggilan pelan dari bibirnya.
"Will," gedor Aleena sekali lagi.
Tiba-tiba gagang pintu berputar setelah suara 'kleek' terdengar dari dalam. Raut wajah Will datar dengan kelopak matanya yang masih membengkak sehabis tertidur pulas hingga perlahan ekspresi yang terpampang dalam wajah hitam manisnya kini berubah menjadi keterkejutan yang luar biasa ketika menatap Cadance.
Mulut Will telah terbuka membentuk bulatan kecil dan tak ada kata-kata yang keluar untuk meluapkan kebingungannya melihat Cadance yang sudah bertahun-tahun tak ia lihat.
"Kita tak bisa menunggu lagi," kata Cadance dingin, seenaknya masuk ke dalam.
"T-tapi-"
Tatapan Will mengarah pada Aleena, tatapan bahaya dan kecemasan jika Aleena faham ia menyembunyikan sesuatu besar darinya selama ini. Dan Aleena tak bergerak, ia marah pada Will.[]
Di dalam sana ada beberapa waktu ketika Will dan Cadance memperdebatkan ringkas cerita apa yang Cadance inginkan. Mereka berada di ruang lain di dalam sana, menjauhi Aleena di ruang tengah agar tidak mendengarkan sela-sela perdebatan yang akan membuatnya bingung.
Di sana Cadance dan Will nampak saling marah dan menolak, tangan mereka bergerak seraya menjelaskan dengan otot-otot leher bermunculan. Tangan mereka selalu menunjuk arah Aleena sebagai poin tertinggi, dan Will selalu menggeleng. Ruang itu kedap suara, Aleena hanya bisa mendengar suara kakinya yang mengetuk lantai selagi dua orang itu berargumen.
Will kemudian keluar pertama kali dan pergi mengobrak-abrik lemari, laci, rak, dan setiap hal yang ada di dalam ruangannya. Will masih menggunakan baju biasa, lain dari jas panjang putih yang selalu terpakai rapi di tubuh.
Aleena pasrah dan menunggu, ia masih duduk di tengah ruangan. Ia begitu gelisah sekarang mengingat semuanya kini hanya tentang dirinya dan dua orang dewasa itu akan melakukan apapun, mungkin mereka tak segan akan membedah semua organ tubuh Aleena untuk membuktikan jika eksperimen mereka berhasil atau gagal.
"Apa Dserum begitu berbahaya?" Ucap Aleena parau di ambang lamunan saat Cadance masih berdiri di belakang.
Cadance menarik nafas panjang dan mengeluarkannya pelan, kemudian ia menuju kursi samping Aleena dan menyamankan diri. "Dserum adalah salah satu serum yang berbahaya dari sekian banyaknya serum-serum yang telah Orvos buat berdasarkan hasil racikan dan penelitian kami. Yang membedakan Dserum hanya kami menyembunyikan dengan teliti identitas serum itu dari semua orang, hanya para Orvos terdahulu dan beberapa orang tertentu yang mengetahui serum itu mengapa dibuat dan apa kegunaannya. Dari list panjang yang mereka -para Upper- punya tentang serum yang kita miliki, nomor satunya dan mematikan adalah Yhuemotoserum. Mereka tidak akan tahu jika ada yang lebih mematikan dari Yhuemotoserum, ya Dserum," jelas Cadance.
"Dserum sangat sulit dibuat dan membutuhkan waktu bertahun-tahun dari meracik, mengembangkan, menguji coba, mencari bahannya, dan waktu fermentasi serum itu sendiri. Satu bahan yang benar-benar inti dari serum ini sendiripun tak mudah di dapatkan dan membutuhkan bantuan para Savagery untuk mendapatkannya. Namun itu Dserum terbaru ketika aku bekerja sekitar 3 tahun yang lalu, untuk Dserum yang aku gunakan ketika kontak pertama -The First Contiguity- itu berbeda lagi, jauh lebih buruk dan jauh lebih gagal dari Dserum yang terakhir."
"Aku sebagai seorang individu meminta secara personal beberapa Savagery untuk mencari bahan yang dibutuhkan, mereka akan pergi keluar dari benteng untuk mencari bahan yang sangat sangat sulit untuk didapat atau bahkan ditemukan. Mereka bekerja sama denganku untuk tidak memberi tahukan hal itu pada para Upper. Mencari bahan itu tak semudah mengedipkan mata, tak secepat putaran baling, dan tak seringan gumpalan kapas, hari pertama aku merekrut dua Savagery untuk mencari bahan itu, hal yang terjadi adalah ... Mereka tak pernah kembali."
"Hingga sedikitnya 10 orang telah melakukan apa yang aku inginkan telah gugur di tengah perjalanan sebelum kembali membawa bahan itu. Beberapa kali aku hampir ketahuan pada para Upper, hingga dia pulang membawa bahan utama itu," jelas Cadance begitu dingin, menyeruakkan hawa intimidasi dan ketegangan.
"Bahan utama yang kamu maksud itu. Apa itu?" Tanya Aleena.
"Otak Ghroan," ucap Cadance yang mendekati dengan nada berbisik.
"Ghroan tidak hanya ada satu jenis, mereka ada empat macamnya dan terus berevolusi menjadi sesuatu yang tak terjelaskan bagi kami. Ghroan pertama yaitu Grayden, mereka adalah anak-an dari makhluk itu dan belum memiliki intelektual seperti jenis yang lain, mereka lebih sering terlihat daripada Ghroan yang lain. Tubuh mereka sekecil jam dinding dengan bulu tajam rata-rata sepanjang satu jengkal tangan pria dewasa, mereka sebenarnya bukan ancaman namun beberapa dari mereka memiliki virus turunan yang dapat melumpuhkan saraf-saraf." Cadance mencoba mengingat kejadian saat itu.
"Ghroan kedua, Gaver. Jenis ini adalah dewasanya yang pada 'malam itu' menyerang kami, melayangkan beberapa nyawa, menularkan virus penyakit, karnivora, dan berdiam di tempat yang dingin. Tubuh mereka dua kali lebih besar dari jam dinding dengan duri-duri yang panjang. Jenis ini tak dapat menularkan virus Mepis yang dapat merubah manusia menjadi sosok Molk, kecuali jenis Glox di mana mereka sangat mirip."
Aleena memutus. "Apa yang membedakan mereka?"
"Gaver dan Glox memiliki postur tubuh yang sama, yang membedakan hanya temperatur tubuh mereka dan reaksi tubuh mereka terhadap gelap. Gaver cenderung memiliki suhu tubuh yang dingin, berbeda dengan Glox yang memiliki suhu tubuh dalamnya yang hangat mendekati panas. Penyebab itulah Glox ketika berada pada ruangan yang gelap tubuhnya akan berubah menjadi merah menyala seperti langit-langit di atas obor api. Merahnya tidak pekat melainkan sedikit blur pada tubuhnya ketika di gelap. Glox jarang dilihat, lebih tepatnya jenis itu lebih langka dari Gemirix entah mengapa, mereka tidak seperti jenis lainnya yang suka berkeliaran, para Savagery bilang Glox lebih suka diam di satu pos dan tidak berpencar, tidak terlalu menjadi ancaman besar, namun ketika mereka mulai menyerang mereka memiliki jutaan virus di dalam duri mereka dan tak ada yang bisa dilakukan selain berdoa kakimu kuat berlari bermil-mil untuk menjauhi mereka," jelas Cadance.
"Kau bilang Gemirix," ujar Aleena. "Apa dia lebih berbahaya?"
"Itu tujuanku membuat Dserum saat itu, otak dari Gemirix. Aku sangat penasaran bagaimana cara kerja mereka, aku ketagihan dengan pancaran gelombang magnetik yang kurasa diproduksi di otak makhluk itu. Tapi tak semudah yang kubilang, jenis ini begitu langka dan tak pernah terlihat lagi selama beberapa tahun silam, aku tak tahu apakah mereka telah musnah atau hanya bersembunyi namun mereka seperti pimpinan, pemimpin Ghroan."
Will muncul dengan membawa satu box kotak dengan banyak barang-barang. Ia menaruhnya di meja menghadap Aleena dan Cadance lalu menjauh lagi. Cadance mengeluarkan serum-serum dari dalam box, memeriksanya atau mungkim mengingat.
Ada lima macam tabung kaca berwarna-warni yang tersusun di atas meja berukuran kecil, lalu ia mengambil satu suntikan dengan jarum yang sudah setianya berada di sana. Sedangkan Will menuju mesin di depan ranjang metal putih dan menekan beberapa tombol dan layar Touch Screennya menjadi suatu gambaran dengan banyaknya kalimat latin dan dengan makna yang hanya Orvos ketahui.
"Apa semua itu?" Aleena mulai berkeringat.
Sesuai ekspektasi Aleena akan bertanya Cadance berdiri. "Tolong Aleena berbaringlah di ranjang sana."
"Tidak! Kalian belum menjelaskan kejanggalan macam apa ditubuhku!" Elaknya.
"Aku janji akan menceritakannya, kamu punya hak, ini tubuhmu dan kau memilikinya, kau akan mengetahuinya, namun aku ingin kau menerima ini semua lalu kembali dengan cerita yang menunggu." Tutur Cadance.
"Satu pertanyaan," sahut Aleena.
"Apa itu?" Kata Cadance cepat.
"Apa itu buruk atau bagus?" Ia merujuk pada cerita dan masalah inti Aleena.
Cadance menangkap wajah pucat Aleena sangat sabar, berharap baik, namun ia tak ingin berbohong dengan menjawab bagus. "Ini belum konkret." Ia menarik tubuh Aleena menggiringnya ke ranjang.
"Please, make your self confy," pinta Cadance. Aleena menurut, ia berbaring di atas ranjang dingin tanpa bantal.
"Kau pasti sudah akrab dengan serum ini," tutur Cadance secara tiba-tiba membawa suntikan di tangannya dengan cairan Artmemorum yang sudah terkurung di dalam suntikan alumunium berwarna abu-abu khas lempengan metal.
Tanpa menunggu jawaban Aleena ia menyuntikkan jarumnya pada pergelangan tangan Aleena di mana tanpa Cadance memeriksa sekalipun ia tahu di mana letak nadi Aleena karena warnanya begitu terawang di balik kulit putih. Ada ringisan di bibir Aleena. "Relax, ini bukan racun." Cadance menenangkan dari sikap kekanak-kanakan Aleena yang meringis hanya karena suntikan.
Mendadak ada perasaan ngilu di otak ketika setiap dorongan darah memaksa cairan Artmemorum untuk masuk dan menelaah semua tubuh Aleena dalam kurung waktu yang sangat cepat.
Cadance mengganti jarum baru untuk serum selanjutnya. Aleena menengadahkan kepalanya mencoba melihat pergelangan tangannya sendiri setelah mendapat suntikan yang begitu memilukan otak.
"Bagaimana Will?" Tanya Cadance masih terdengar professional seperti dahulu.
"Normal."
Cadance membuka tutup tabung kaca dan mengeluarkan bunyi 'poop' dari botol, suntikannya kembali mengambil cairan berwarna bening seperti air putih yang bersih namun tidak dengan aromanya yang begitu menyengat khas obat-obat.
Will berjalan pada Aleena dengan membawa dua kabel dengan plester putih di ujungnya, kemudian menekan suatu tombol pada kabelnya dan mengeluarkan suara dengungan.
Tanpa izin ia menempelkan satu kabelnya -dengan plaster- di balik baju Aleena, tepatnya di bagian jantungnya, kemudian satu kabel lainnya ia tempelkan pada kening bagian kanan. Aleena hanya menatap penuh harap, wajah hitam manis Will begitu serius tak dapat dirubah oleh Aleena hingga ia pergi.
"Baiklah, ini akan membuat tubuhmu begitu lemas hingga kau tak dapat merasakan kakimu sendiri," ucap Cadance dan dihentikan Aleena.
"Hey tunggu tunggu! Apa kau yakin?" Keningnya mengkerut dalam, Aleena masih ragu dengan prosedur ini.
Cadance hanya menatap Aleena datar dengan makna 'ayolah-aku-dulu-seorang-Orvos', hingga diputus oleh Will. "Aleena kau akan baik-baik saja, ini demi kebaikanmu," sahut Will namun pandangannya tidak mengarah pada Aleena melainkan mesinnya.
Cadance mengangkat kedua alis. "Serum akan mengurai ion dan trombosit jadi kau akan menjadi lemah. Trombosit tidak akan mendekati 300, kau masih sehat dan Artmemorum sebelumnya adalah cover untuk melapisi organ vitalmu dari serangan serum keras selanjutnya, kau memiliki perisai di dalam," jelasnya dan menunggu jawaban Aleena.
"Lakukan." Aleena pasrah.
Tanpa menunggu lama Cadance menancapkan jarum pada pergelangan tangan Aleena di tempat yang sama, sakit yang belum hilang di tangan kini lebih menjadi-jadi lagi ketika jarum setajam itu masuk dalam menembus kulit tipis pergelangan tangan.
Aleena meringis lebih keras kali ini dengan deretan gigi yang terlihat jelas. Cadance menatap cepat Aleena sedikit rasa kasihan kemudian ia mencabut jarumnya ketika cairan telah habis.
Aleena mulai lemas, ngilu otaknya dua kali lebih sakit. Ia tiba-tiba menjadi panik ketika ia tak dapat merasakan semua organ luar tubuh, ketika ia ingin menggerakkan kaki ia tak bisa begitupula tangan, bahkan mengangkat jarinya ia tak kuat. Aleena benar-benar terbelenggu dalam efek biusan serum kedua membuatnya begitu lemas dan tak dapat berbuat apa-apa.
"Will?" Cadance memberi kode, Will menoleh dan mengerti hingga dalam sekejap suatu layar di hadapan Cadance tepatnya menutupi dinding besi di belakang. Layar menunjukkan suatu diagram garis dengan garis panjang yang berjalan mengikuti ritme detakan jantung Aleena yang begitu kuat dan sehat.
"Baiklah, simpan data itu untukku dan akan kita bedakan dengan selanjutnya setelah serum ketiga aku suntikan padanya," ucap Cadance datar dan berbalik mengulang semuanya.
"Cadance, dia masih belum bisa melakukan ini, baiknya kita menunggu hingga umurnya mencapai masa dewasa dan layak untuk ini," ucap Will dengan nada yang begitu menolak.
Cadance menoleh pada Will dan berpaling lagi. "Will, kita tak bisa menunggu lagi," ucap Cadance begitu tegas mendekati keras kepala.
"Kita bisa, hanya kau saja yang tidak sabaran!" Will meninggikan nada. Perdebatan sebelumnya terulang lagi.
"Jangan kacaukan ini Will!" Cadance memberontak, ia suka dengan pilihannya.
Will menghela nafas pasrah dan menekan layar di depan hingga kotak-kotak baru muncul pada layar besar di mana Cadance dapat melihat bagaimana reaksi kerja Aleena ketika ia menyuntikkan serum ketiga.
"Serum ini akan meningkatkan aliran listrik yang ada di otakmu dan kau akan merasa sedikit dorongan keras di dalamnya, namun itu tidak apa-apa karena tubuhmu kini telah 'lumpuh'. Kau akan mendapatkan banyak gambaran-gambaran alam bawah sadar di mana otakmu bekerja dengan reaksi serum kimia, dan kemungkinan kau akan pingsan. Kuingatkan padamu jangan sekali-sekali mencoba untuk membuka mata karena akan berbenturan dengan cara kerja sistem otak kiri. Kimia dan alamiah berbanding di dalam tubuh seseorang, saat alami melawan kimia akan ada arus bercabang, apapun yang memiliki banyak cabang akan membutuhkan kendali ekstra, seperti rel kereta api," jelas Cadance.
Jika saja Aleena dapat berbicara dan menggerakkan bibir dan lidahnya ia akan menanyakan 'apakah akan lama? Apakah sakitnya begitu mengerikan? Apakah perih di otak akan hilang? Dan apakah ia akan terbangun lagi?' Intinya adalah apakah dia akan baik-baik saja setelah mengingat tubuhnya begitu tak berdaya. Namun ia hanya pasrah akan kemungkinan terbaik dan menyerahkan kesehatannya di tangan para Orvos terpintar di dalam ruangan.
Will menatap Aleena kasihan ketika Cadance menyuntikkan jarumnya lagi-lagi di tempat yang sama dan membuat Aleena meringis dalam kesakitan yang begitu besar.
Sayup-sayup mata Aleena kini begitu berat, pandangannya pada lampu neon di langit-langit kini menjadi buram, dan memburam, dan memburam hingga ia tak melihat apapun, hanya sketsa hitam gelap yang ada ia rasakan. Cadance dan Will menatap layar besar dan menunggu reaksi kerja otaknya dan jantunganya dengan serangan serum yang diberikan Cadance.
Sketsa hitam Aleena begitu lama dan polos, tak ada satupun yang bisa di gambarkan, hanya hitam pekat yang meraja lela di gambaran alam bawah sadar. Hingga ia tak bisa menghitung tepatnya berapa lama layar hiyam itu di kepalanya, ia merasa sudah sangat lama, sambil mendengarkan suara samar-samar yang muncul, ia berusaha mengorek pendengarannya yang begitu bising dan riuh perlahan sampai suara semakin jelas memperdengarkan suara riakan air.
Sketsa hitam sebelumnya berubah perlahan menjadi suatu warna biru laut yang begitu muda dan jernih tanpa sampah seolah ia berada di dasar air tanpa tenggelam dan mampu bernafas di dalam. Setelah itu tiba-tiba saja ia melihat tangan yang menyampu-nyapu air di dalam seolah berenang di dalamnya hingga ia sadari jika itu adalah dirinya yang kini terasa tenggelam ditarik oleh berat air laut.
Aleena begitu panik dan takut ketika ia merasakan jika kini dirinya benar-benar merasa tenggelam dengan paru-parunya yang bekerja di bawah air.
Kini ia menyadari jika ia benar-benar tenggelam dan tak berdaya hingga membuatnya melayang dan kaku tertarik oleh air jernih biru yang semakin lama pasokan cahaya matahari mengurang membuatnya berada di dalam gelapnya air asin.
Aleena dengan panik dan cepat membawa tubuhnya ke permukaan dan berenang dengan cepat begitu takut akan kegelapan di bawah kakinya yang menunggu di dasar laut. Berkali-kali dan sekuatnya ia mencoba menahan nafas dan berenang ia tak bisa mencapai permukaan, seolah tak ada permukaan untuk menghirup oksigen.
Mata Aleena tak mampu membuka lebar karena selaputnya tak dapat menahan dorongan air yang masuk di mata, membuat tubuhnya kini terombang-ambing di dasar sembari menatap jauh dalam laut yang gelap. Ia merasa jika ia akan mati halnya kejadian asli, walau hanya gambaran-gambaran alam bawah sadar otak Aleena.
Selagi Aleena tertidur Will begitu ketakutan ketika mesinnya bebunyi cepat dan lebih bising dari yang sebelumnya, diagram yang menunjukkan aktivitas detakan jantung Aleena kini semakin melemah dan berbunyi sangat lamban dengan pengertian jika jantung Aleena begitu lemah di ambang hantaman mimpinya itu. Level diagram batang untuk trombositnya menurun, cairan tubuhnya ikut rendah, staminanya rendah, semua menunjukkan malafungsi.
"Cadance!" Pekik Will keras membuat Cadance ikut terpacu dalam balapan detak jantung Will.
"Will jangan dimatikan!" Tegas Cadance. "Mimpinya buruk, bukan mimpi yang baik. Itu membuat tekanan di otak ketika bermimpi buruk, semua akan kembali saat ia selesai." Ia menenangkan dirinya dan Will.
Tubuh Aleena sampai di dasar laut dalam gerakan lamban, merasakan empuk pasir putih yang padat hingga membuat pasir yang berterbangan kemudian turun kembali menemani Aleena yang sudah di dasar tak bernafas. Tidak bisa melihat apapun, semuanya gelap dan mistis, hanya perasaan takut yang tenggelam bersamanya, bukan harapan.
Lalu ia menutup mata dan Aleena membuka matanya cepat dan dengan begitu saja pandangannya berubah menjadi terang dengan langit biru, gumpalan awan tebal yang memadu padankan teriknya matahari siang itu. Aleena dalam satu tarikan nafas terdalamnya lapar akan oksigen yang tidak ia dapatkan ketika tenggelam tadi. Ia terbatuk-batuk mengeluarkan banyak air asin dari mulut dan hidungnya bersamaan begitu tersiksa ia walau itu alam bawah sadarnya yang begitu mengerikan.
Aleena menarik nafas kasar dan memburu, sangat cepat seperti tidak akan ada lagi oksigen bersih untuk ia hirup. Matanya berusaha menyesuaikan dengan kilauan cahaya terik yang menusuk langsung pupilnya dan tubuh di pinggir pantai dengan ombak yang terus berdatangan mencuci kaki.
Aleena begitu kebingungan mengingat sebelumnya ia mati di dasar laut dan mengapa sekarang ia ada di darat, ia dibingungkan dengan fikirannya sendiri kali ini.
Ia berusaha berdiri dengan kaki yang bergetar hebat, tak kuat dengan berat bajunya yang telah tercampur dengan air asin. Nafasnya masih tak normal, rambut coklatnya tergerai berantakan membuat wajah mulusnya tertutup.
Ia berusaha berdiri dengan lemahnya dan belum sempat ia menjelajah pandangannya ke semua penjuru ia di kejutkan dengan kedatangan Ghroan yang bergerombol menggelinding dari kanan Aleena dari balik pepohonan pantai.
Aleena membelalak besar dan berlari sekuat dan semampunya, menjauhi Ghroan yang menggelinding menancapkan setiap durinya pada pasir empuk setiap kali berguling.
Cipratan pasir yang keluar dari langkah sepatu Aleena benar-benar menghambat perjalanan Aleena dan membuatnya letih dalam berlari dari Ghroan dan putus asa, ia menangis histeris dan terjatuh dalam deretan pasir putih dengan ombak yang menerjang.
"Cadance! Jantungnya melemah! Aku akan memindahkan jantungmu bila ia mati!" Teriak Will di dalam ruangan itu pecah tak teragukan membuat Cadance dan Will begitu dilanda kepanikan.
Cadance dengan tangan yang bergetar mengambil suntikan dan menyuntikkan serum keempat kepada Aleena yang tertidur dengan tenang namun tidak dengan alam bawah sadarnya. Keringat bercucuran di pelipis Aleena begitu pula di kening Aleena timbul gelembung-gelembung keringat sangat banyak.
"Cadance! Apa yang kau lakukan! Kau tidak bisa menyuntikkan serum itu sebelum ia sadar! Kau bisa membunuhnya kau gila!" Sambar Will geram ia benar-benar takut akan kehilangan sosok Aleena yang sudah ia anggap sebagai bagian dari keluarga.
"Ayolah Aleena kendalikan fikiranmu, tenangkan otakmu," desis Cadance menggerutu, lagi-lagi ia menghiraukan Will.
Mesin yang sedari tadi berbunyi lebih cepat kini mengeluarkan suara yang berbeda, suara gemingan keras dan pendek yang berkali-kali yang begitu cepat layaknya situasi yang begitu genting telah terjadi. Will memeriksa mesin dan gambaran di layar yang ada di hadapannya.
"Cadance, otaknya memanas dan tubuhnya mulai kaku! Sudah kuduga ini akan terjadi! Dia tidak bisa bertahan dengan lima serum yang tak bisa menyatu dalam tubuhnya saat ini! Tubuhnya menolak datangnya serum itu dan membuat kerja organ dalamnya tak normal khususnya otak dan jantungnya!" Will berlari ke arah Cadance.
Cadance bernafas cepat dan cemas, ia mendatangi sisi Aleena dan memegang kepalanya yang mulai panas karena efek serum keras terakhir,, berbeda dengan tubuhnya yang kini mulai mendingin dan mendekati kaku seperti jenazah.
Tubuhnya mulai berubah menjadi biru lebam yang muncul akibat penyumbatan darah dan pembekuan yang disebabkan oleh serum keempat yang kini mulai mengacaukan sistem tubuh Aleena.
"Will?" Panggil Cadance dalam nada yang mengartikan tak mengerti dengan kejadian ini.
"Will!" Jeritnya bersambung, Will berlari ke arah Cadance dengan cemas dan memandangi Aleena yang mulai berkeringat dan mengeluarkan darah dari hidung.
"Shit," gerutu Will panik.
Cadance bingung dengan semua yang tak sesuai dengan prediksi akan kemampuan tubuh Aleena dalam memerangi serum-serum yang masuk dalam dirinya. Ia dengan gusar mengambil serum berwarna ungu muda mendekati kebeningan dan tangannya dihentikan oleh Will yang mencengkramnya keras.
"Apa yang kau lakukan!?"
"Dia tak bisa disadarkan begitu saja jika Moxyrum baru saja bekerja -serum keempat-, kau bisa menghancurkan otak gadis ini, you dumb ass!" Jerit Will geram dan menatap Cadance begitu mengerikan.
"Moxyrum akan membuat darahnya terhenti jika ia tak sadarkan diri dan mengatur nafasnya sendiri, kau harus membangunkannya!" Jelas Cadance merasa ia paling mengerti dari pada Will dan dalam cengkraman Will yang mulai merenggang ia mengambil kesempatan dengan menyuntikannya pada lengan Aleena dan mendorong masuk serumnya.
"Bodoh! Kau bisa membuat ingatannya menghilang dan tak mendapatkan sedikitpun darinya! Kau tak ingat jika tanaman Mandalion dan Eppinol dapat membuat efek halnya gugur otak secara permanen? Mandalion ada di serum pertamamu ketika melakukan ekperimen padanya dan Eppinol ada di serum Rezziorum -serum ketiga- ! kau lupa?" Will mengambil suntikan dari tangan Cadance dan membantingnya hingga terpecah belah berserakan.
Namun semuanya sudah terlambat bagi Will maupun Cadance yang kepintarannya telah binasa setelah bertahun-tahun terkurung dalam bunker. Will sangat menyesal mengizinkan Cadance melakukan pemeriksaan dan percobaan akan Aleena yang tak mengerti apa-apa sebelumnya. Ia tak tahu apa yang reaksi kerja otak dan jantung Aleena nantinya ketika efek serum-serum berlaku di dalam tubuhnya.
Belum sempat Cadance mengintrupsi, mereka berdua dikejutkan dengan bunyi dengingan panjang dari mesin Will yang menunjukkan aktifitas jantung Aleena yang berhenti berdetak.
Mata Will membelalak besar begitupun Cadance takut, Will berlari untuk mematikan mesin dan Cadance dengan cepat telah berada di samping Aleena dengan tangan yang menyapu rambutnya dan memeriksa denyutan jantung Aleena di leher.
"Shit," gerutu Cadance, kini tangannya melebar dan mendorong dada Aleena memberi bantuan pertama ketika jantung tak berdetak, berulang kali ia terus menuturkan kalimat 'Ayolah .. Ayolah' di setiap dorongan tangannya yang kencang.
Tubuh Aleena begitu terguncang berulang kali di atas ranjang akibat perlakuan Cadance saat itu yang berusaha membuat tubuhnya berkerja kembali dan membuat jantungnya berdetak normal.
Bukan kematian yang Cadance harapkan dari hari itu melainkan jawaban.
"Ayolah!" Pekik Cadance, kini dorongan tangannya semakin keras putus asa, keringatnya menetes pada pipi Aleena dan bercampur dengan keringat milik Aleena.
"Will! Tinggalkan mesinmu dan ambil defibrillator!" Suruh Cadance begitu panik.
Gemingan suara panjang yang melengking di telinga masih terdengar menandakan tak ada kehidupan lagi bagi Aleena. Hidung Aleena terus menerus mengeluarkan cairan merah berbau anyir dan mengalir menuju tempat terendah di wajah. Pupus sudah harapan Cadance mengingat jantung Aleena tak berdetak kembali. Mata hijau cantik milik Aleena kini hilang di balik kelopak mata. Jantungnya berhenti bekerja.
******
-Terima kasih untuk membaca dan terus mengikuti, kritik saran yang begitu membangun semangat saya ditunggu dan tinggalin jejak bila berkesan!
*Defibrillator : Alat pengejut jantung
-Add to your reading list would be so nice, All the love - Dinda
More about Ghroan :
Ada 3 jenis Ghroan,
1. Grayden : Anakan Ghroan, yang kecil2, mereka gak punya muka, jadi seluruh tubuhnya tertutupi kulit hitam dan bulu aja.
2. Gaver : 50% dari mereka punya wajah, ini dewasanya Grayden, jadi 50% sisanya dalam proses memiliki wajah (?) Haha. Matanya sebulat kelereng dan sekecil ikan. Giginya seperti ikan barakuda.
3. Glox : fisiknya sama kaya Gaver, bedanya hanya perubahan warna saat di gelap.
4. Gemirix : pemimpin Ghroan, jenis paling besar dan kadang ada yang raksasa. Mereka punya wajah yg sama seperti Gaver tapi lebih mengerikan. Perbedaannya dengan ghroan lainnya, duri mereka tidak kaku, namun bisa lentur bagaikan ubur-ubur.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro