❊ Bab 2 ❊
"Yuhu!"
Karif dan aku menjelajahi rumah Arman menggunakan angin ciptaannya, yang juga merupakan peliharaanku di Vanam.
Karif berseru dengan riang seiring dengan melajunya kami keluar rumah ini. Sementara aku terus berpelukan dengannya, takut jatuh.
Angin ini belum memiliki nama, sehingga aku memberinya nama "Hava" untuk saat ini. Meski selagi di Vanam jarang bermain bersama, Hava dapat dipanggil di mana saja dan kapan saja.
"Maju, Hava, maju!" seru Karif sambil tertawa girang.
Kami terbang menembus ruang demi ruang di rumah Arman yang kini kosong layaknya kuburan. Aku sedikit takut apalagi sekarang sudah malam dan Davan menjadi sunyi ketika tahu penguasanya sedang diserang.
Kami tiba di ruang tengah bekas keluarga Frida berkumpul dan berdiskusi tentangku.
Kulihat tiga Penjaga lain tengah duduk dan langsung berdiri ketika mendengar seruan Karif.
"Kami pulaaang ...!" seru Karif sambil menggendongku ke bawah.
Aku pun turun dan menyambut ketiga orang tuaku.
"Ila!" Manjari memeriksaku. "Mereka apakan kamu? Kamu terluka?"
"Tidak." Aku menggeleng.
Aditya menyentuh gaunku, tanda penasaran. "Baju macam apa ini? Barang murahan!"
Aku sedikit menyesal mengganti baju lamaku dengan berian keluarga Arman. Namun, semua kulakukan agar mereka percaya padaku.
"Jangan risaukan," tegur Sardee. "Untuk saat ini, kita bicarakan soal keluarga meresahkan ini."
Tanpa disuruh, mereka semua duduk saling berhadapan di meja bundar ini ditambah aku yang duduk di sisi Karif dan Manjari.
Sardee dengan tubuhnya yang tinggi dan besar membuatnya tampak mengintimidasi, ditambah cahaya lampu menciptakan bayangan yang seakan menyembunyikan wajah aslinya. Menyimpan seribu misteri di balik wajah itu.
"Kita sudah menaklukan rumah ini, menghabisi kepala keluarganya, hingga menangkap beberapa anggota keluarga lain." Sardee memulai percakapan. "Sekarang tugas kita menjaga Davan dan memastikan tempat ini menjadi lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu, sebaiknya kita kembangkan dari sisi tempat tinggal menjadi lebih layak bagi rakyatnya serta pangan yang cukup. Ada yang keberatan?"
Tatapan mata biru Sardee menyusuri kami, seakan membaca langsung ke relung hati dan pikiran. Aku terkadang tidak mampu membalas ucapannya lantaran aura yang menyelubungi orang tuaku ini. Bisa dibilang dia cukup mengendalikan seseorang hanya dengan berbicara.
Namun, tentunya ada yang terbiasa dengan aura Sardee. Tidak lain dan tidak bukan adalah ketiga Penjaga yang merupakan sahabatnya sejak lama.
"Um, memangnya kita bisa memberi mereka semua makanan sementara Frida dan beberapa penyihir kabur?" tanya Aditya dengan nada polos. "Jangan-jangan beberapa dari rakyat Davan masih setia dengan pemimpin korup mereka."
"Itulah mengapa pentingnya menjaga Davan dan memastikan tidak ada pemberontakan," ujar Sardee. "Untuk ini, aku memerlukan setidaknya satu dari kalian yang bertugas mengawasi rakyat. Atau kita semua mengawas selagi bisa."
"Lalu, kita bisa menjamin rakyat Davan jika kita pemimpin yang pantas bagi mereka?" tanya Manjari. "Apalagi cara kita tadi. Kesannya jelas seperti kudeta alih-alih berganti kekuasaan."
"Membangun kepercayaan tidak mudah apalagi untuk yang asing." Sardee berkata seakan membenarkan. "Seperti yang kujelaskan tadi, itulah pentingnya menjaga keamanan Davan dari para penyihir dan memberi mereka makanan yang cukup serta tempat tinggal layak. Dengan begini mereka bisa menanam rasa percaya pada kita."
Karif melambai tanda minta perhatian. "Aditya tadi bertanya apa kita bisa memberi mereka jaminan sementara Frida saja masih jadi ancaman? Kurasa engkau butuh satu pengawas yang tugasnya berpatroli di luar daerah, seperti aku. Selagi kalian memulihkan negeri ini, aku akan memburu para penyihir dan menghabisi mereka."
Sardee menatap Karif tanpa ekspresi, tapi dari ucapannya sudah terbukti. "Urusan para penyihir aku serahkan padamu, Karif. Kalau ada sesuatu, laporkan saja."
Karif mengiakan lalu bersandar dan sepertinya mulai tenggelam dalam pikirannya sendiri.
"Dengan apa kita memberi rakyat tempat tinggal layak?" tanya Aditya.
"Cara yang sama seperti kita membangun rumah Ila dulu." Sardee menatapku. "Manjari bisa membuatkan kayu kokoh yang langsung bisa menjadi rumah layak bagi satu keluarga kecil. Untuk makanan nanti, kita perhatikan hasil ternak atau kebun mereka."
"Kita tidak bisa memberi mereka makanan dari Vanam?" tanya Manjari.
"Kita tidak bisa sebaik itu," ujar Sardee tegas. "Mereka memang sekarang menjadi tanggung jawab kita, tapi bukan berarti kita harus mengorbankan hak sendiri sepenuhnya. Vanam akan tetap kita jaga sampai tiba waktunya."
"Lantas, apa gunanya Vanam bagi dunia?" tanyaku ada akhirnya. "Masa dibiarkan seperti itu terus?"
Sardee menatapku, sorot matanya tetap keras seperti biasa. "Kita gunakan sumber daya di sana untuk keperluan penting. Selagi sekarang bisa menggunakan yang lain, kenapa tidak?"
Aku mengerti mengapa Frida menyebut mereka, sebagai makhluk yang egois. Memang benar sumber daya harus digunakan sebaik mungkin, tapi selamanya bisa dipakai untuk segala jenis keperluan hingga yang sepele, terlebih dengan khasiat setinggi tumbuhan di Vanam yang begitu langka. Hanya akan digunakan saat benar-benar perlu.
"Sudah cukup sampai di sini?" tanya Sardee. Melihat keheningan yang cukup lama, dia akhirnya menutup obrolan malam ini. "Baik, sekarang tinggal menunggu hari esok dan memastikan semua berjalan dengan lancar. Beristirahatlah dan jaga diri."
Dengan begitu, pertemuan berakhir.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro