Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

❈ Bab 1 ❈

"Frida datang!"

Bibiku yang sedari tadi memantau kota melalui jendela akhirnya bersuara. Beliau memang senang melihat pemandangan luar meski tidak semegah rumah yang kami diami. Dia yang sering menjagaku di rumah ketika orang tua kami tengah berpesta.

Aku yang tadinya membaca, memutuskan untuk mendekat dan bertanya. "Ke mana saja dia?"

Frida adalah kakakku. Dia sudah lama pergi bertualang entah ke mana, lebih tepatnya hampir dua bulan lamanya. Sudah jadi kebiasaan bagi sebagian keluarga di sibi kalau kami akan berburu alat sihir saat dewasa. Kebetulan Frida mendapat tugas setelah sepupu kami yang sampai sekarang belum jelas kabarnya.

Aku dan Frida beda sepuluh tahun sehingga dia terasa seperti bibi alih-alih kakak. Sama seperti kami sekeluarga, Frida memiliki kulit sawo matang yang mulus serta rambut hitam bergelombang sepinggang dengan mata sebiru langit malam.

Kakakku berjanji akan membawa pulang benda sihir yang paling kuat untuk kami sekeluarga menguasai dunia, yaitu Hutan Vanam beserta isinya.

Dari buku yang kubaca, Vanam merupakan hutan penuh sihir serta hewan menakjubkan menghias dunia. Bahkan bisa dibilang termasuk keajaiban dunia jika ada tidak dijaga oleh keempat penjaga itu.

Empat penjaga Vanam ini terdiri dari roh yang mampu mengendalikan alam sekitar dan bisa dibilang telah menaklukan beberapa keluarga penyihir.

Beberapa dari keluargaku sudah mencoba masuk, namun semua menyerah karena tidak berhasil menembus pembatas antara Vanam dan Davan. Pembatas yang dimasud memang terbuat dari sihir keempat penjaga itu, tapi tidak selamanya kuat. Di tahun ini, Frida berhasil pulang membawa prestasi.

"Frida!" Bibi berlari menyambut kakakku yang baru saja membuka pintu kamar.

Berbeda dari dugaanku, Frida kembali dengan badan yang utuh tanpa luka. Meski ada sedikit bekas goresan di wajah yang tidak kentara.

Di samping Frida, berdiri seorang gadis berkulit kuning langsat dengan rambut lebat dan mata cokelat. Dia bergandengan dengan kakakku sambil menatap seisi ruangan, matanya melebar seiring dia mengamati kamar ini.

Hingga dia menatapku.

Frida rupanya menyadari bahwa kami saling bertatapan. Dia tersenyum lalu mendekatkan gadis itu padaku.

Gadis itu hanya diam selagi mendekat. Wajahnya tidak tampak takut maupun malu, melainkan hanya kebingungan.

Sangat aneh tamu ini.

Aku mencoba menjadi ramah. "Halo, selamat datang. Aku Arman."

Frida kemudian menepuk bahu gadis itu. "Ini Ila. Ila, ini Arman, adikku."

Frida tidak menjelaskan dari mana asal gadis ini, dia tampak kebingungan seakan baru saja dibawa ke sini tanpa kejelasan. Atas perintah kakakku, aku lalu mengizinkan gadis asing ini menemaniku. Lumayan ada alasan untuk tidak belajar sihir.

"Nanti malam, ajak dia makan bersama," perintah Frida. "Jam segini pulang membuatku mengantuk."

Dengan begitu, Frida pun meninggalkan kami, juga Bibi. Tampaknya mereka akan sibuk mengobrol perihal prestasi Frida.

Aku menuntun Ila ke kamarku. Dia tidak mau duduk di kasurku kalau tidak disuruh. Aku di meja belajar sementara dia akhirnya memilih bersila di kasur. Itu pun setelah beberapa kali ditawar.

Ila tidak bersuara, sepertinya dia pemalu atau barangkali bingung harus bicara apa. Aku sebagai tuan rumah mau tidak mau kembali bicara.

"Ila, dari mana asalmu?" tanyaku. Ila dan aku kembali bertatapan.

Ila terdiam sejenak. Dia menunduk, tanpa memikirkan kembali nama tempat asalnya. Harusnya ini tidak begitu sulit. Kecuali dia memang benar-benar tidak tahu tempat asalnya.

Kemudian, dia menyebut nama yang sontak membuatku nyaris terjatuh.

"Dari Vanam."

"HAH?!" Kursi yang kududuki hampir roboh. Untungnya berhasil kutahan keseimbangan dengan mengentakkan kaki. "Serius?"

Ila mengangguk. "Aku tinggal di sana."

"Bagaimana caramu keluar? Frida membawamu?" tanyaku.

Ila kembali mengiakan, tidak menjawab pertanyaan pertama. Ini sungguh aneh. Belum pernah kudengar seseorang keluar masuk Vanam begitu mudah.

"Ke mana para penjaganya?" tanyaku.

"Mereka sibuk," jawab Ila.

"Sibuk?"

"Ya, mereka jarang berada di Vanam." Ila kemudian melangkah keluar. "Boleh keliling?"

"Boleh." Aku tentu bingung.

Ila bertingkah seakan dia yang menjadi tamu penting di sini. Apa perannya? Apa dia mata-mata Frida sekarang?

Lantas, apa hubungan Ila dengan keempat penjaga itu? Sibuk? Kurasa tidak semudah itu. Ketika hendak bertanya, gadis itu justru lenyap dari kamar, terkesan tidak sabar berkeliling. Sungguh tidak sopan.

"Tunggu!" seruku pada Ila.

Dia untungnya sedang menunggu di luar pintu saja. Maka, dia dan aku bergandengan mengelilingi rumah.

Aku dan Ila kemudian menjelajahi rumah keluargaku yang megah. Dia diam sepanjang jalan, tapi dapat kudengar decak kagum darinya setiap kali melihat hiasan rumah.

"Apa ini?" Ila menunjuk ke atas.

"Itu lampu," jawabku.

Kami berdiri di bawah lampu hias yang menggantung di langit-langit. Pantulan cahayanya mungkin telah menarik perhatian Ila. Terlebih ini termasuk barang mewah yang hanya dimiliki keluargaku di negeri Davan ini.

"Kamu ini apa?" tanyaku pada Ila. Melihat lampu saja dia tidak tahu.

"Aku dryad," jawab Ila.

Dryad? Peri hutan?

"Kamu peri?" tebakku.

"Ya, aku diciptakan di Vanam," jawab Ila dengan senyuman.

Diciptakan? Bukankah seseorang akan bilang "dilahirkan"?

"Siapa penciptamu?" tanyaku.

"Empat Penjaga," jawab Ila. "Kalau kamu, siapa penciptanya?"

"Aku dilahirkan," jawabku. "Dari kedua orang tuaku."

Aneh, baru kali ini kudengar peri diciptakan oleh sesuatu alih-alih terlahir dari rahim. Biasanya peri akan lahir dari peri juga. Sebagian terlahir dalam kucup bunga untuk jenis yang lebih kecil, itu berlaku bagi peri nektar. Tapi, mereka juga masih dilahirkan dari sesama peri juga. Lantas, apa Ila jenis baru?

"Berarti punya orang tua?" Ila bertanya.

Ila, meski dari hutan, ternyata tidak sebodoh itu. Aku merasa malu membayangkan Ila sebagai gadis lugu yang sangat tidak tahu apa-apa. Ternyata, dia hanya tidak tahu beberapa hal di luar hutan seperti perabotan rumah. Barangkali aku harus menanyakannya beberapa hal perihal tempatnya berasal.

"Ya, aku punya orang tua," jawabku. "Ila, selama tinggal di Vanam, punya rumah?"

"Ya, tapi hanya terdiri dari satu ruang kecil dan kasur serta perapian," jawab Ila. "Tidak banyak hal yang terjadi di sana. Kamu mungkin bakal bosan mendengar ceritaku."

"Tidak apa, ceritakan saja." Aku tentu tertarik.

Ila pun menceritakan kisahnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro