Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 1: DEPARTURE

SEHARUSNYA DIA MATI...

JIKA BUKAN KARENA GADIS ITU...

+++++

Namaku Budi Ramadan, dan yah bisa dibilang aku (mungkin) orang paling nista di kelompok Underground Bullet.

Siapa yang belum punya partner? Aku.

Siapa yang paling tua disini? Aku.

Siapa yang paling sering luka parah? Aku.

Bahkan Ren saja kalah banyak dibandingkan diriku, kalah di jumlah luka sih.

Umurku sudah 18 tahun, dan bisa dibilang kamilah yang menjadi penerus grup UB generasi kedua. Generasi pertama? Kalian bisa baca nanti di seri setelah ini. Si authorku yang baik dan budiman ini sedang membuat seri UB versi -00. Nah di cerita itu dia bakalan ngebocorin sedikit soal UB generasi pertama dan menceritakan latar belakang kami semua.

Loh, kok jadi promosi ya? Salahkan authornya ya jangan aku!

Omong-omong, aku baru selesai dari pemulihan luka kasus sebelumnya dan aku disodori kasus lagi.

Permintaan untuk menyelesaikan sebuah kasus selalu datang via e-mail. Kebanyakan kasus belum muncul ke permukaan. Dalam artian lain, belum diketahui media dan masyarakat.

Pintu kamarku terbuka dan menampakkan Ren serta Roni yang berdiri di ambangnya.

"Ada apa?" tanyaku.

"Apa ada kasus lagi?" tanya Ren.

Aku menggelengkan kepala. "Untuk kalian sementara ini belum ada misi."

Keduanya menghela napas sedih, lalu kembali menatapku.

"Kau sendiri?" tanya Roni.

Aku tersenyum tipis.

"Aku disodori sebuah kasus penting. Jangan kaget jika aku pulang tinggal namaku saja." ucapku dengan nada pelan.

+++++

For: Underground Bullet
From: Black Hoodie

Budi, ada kasus khusus untukmu. Bagi anggota UB yang lain, istirahat saja. Detail kasusnya akan dikirim tengah malam ini sekaligus tiket pesawat untukmu. Waktu misimu sekitar dua minggu. Berhati-hatilah, misi ini lumayan berat.

P.S jangan beritahukan hal ini pada anggota lain, usahakan berangkat tengah malam.

Aku kembali membaca e-mail itu. Deretan kalimat ini masih membayang di kepala, membuatku takjub sekaligus heran. Baru kali ini, aku diberi kasus seperti ini. Apa sebegitu beratnya kah? Sampai tidak boleh diberitahukan pada anggota lain.

Roni dan Ren merengek-rengek padaku saat makan malam tadi. Keduanya memaksaku untuk memberi tahu soal kasus yang diberikan padaku. Untungnya aku selalu punya jurus ampuh untuk berkelit dari keduanya.

TRING!

E-mail yang kutunggu akhirnya sampai, tiket pesawat online dan detail misi itu tertera jelas di layar laptopku.

For: Budi Ramadan
From: Black Hoodie

Budi, kali ini misimu berpusat di sebuah tempat di pulau Kalimantan. Tempat itu adalah hutan rimba yang belum dijelajahi manusia. Hutan di sana memudahkan seorang bandar narkoba bernama Don Buos, memasok dan menyebar narkoba buatannya. Berhati-hatilah, Don memiliki sepasukan bawahan yang siap untuk memusnahkan siapapun yang masuk ke wilayahnya.

Budi, siapkan perlengkapan di daftar ini dan segeralah berangkat. Sekali lagi, jangan beritahu siapapun.

+++++

Aku memeriksa kembali semua peralatan didalam tasku. Lalu aku mengecek lorong dan dengan sangat hati-hati, aku melangkahkan kakiku menuruni anak tangga markas.
Sesampainya dibawah, aku memutar gagang pintu besi markas dan menyelinap keluar dengan sepatu yang ditenteng di tangan.

Oke, keluar diam-diam berhasil. Selanjutnya, bandara.

Lorong bawah tanah terasa pengap sekaligus lembap. Sepertinya ini karena hujan kemarin. Maklum, Jakarta sudah memasuki musim hujan. Saat ini, musim tak lagi bisa ditebak.

Beruntung, markas kami terletak di tempat yang 'benar' (ingatkan si Author untuk membubuhkan tanda kutip di kata benar). Karena jika tidak, di musim hujan markas pasti tenggelam.

+++++

Author POV

Budi terus melangkah dengan cepat melewati lorong yang berliku-liku. Pintu keluar masuk bawah tanah yang berupa tutup saluran air, bergeser membuka saat Budi menekan tombol rahasia.

Satu persatu anak tangga dari besi dinaikinya, hingga angin malam yang sejuk mengenai wajahnya. Di permukaan, waktu sudah malam hari.

Budi melemparkan tasnya ke permukaan dan naik ke atas. Kemudian dia menutup pintu saluran dengan tombol rahasia lain.

Matanya melirik jam tangan di lengan kanannya. Sudah jam setengah dua belas malam. Tepat waktu, pikirnya.

Dipanggulnya tas ransel serta tas satunya, kemudian dia berjalan pergi.

Tanpa menyadari seseorang bertudung putih mengawasi dari balik pepohonan.

+++++

Suhu dingin ac langsung menerpa saat dirinya masuk ke bandara Halim Perdanakusuma. Terlihat banyak orang berlalu lalang dengan tas dan koper masing-masing. Waktu jelas tak mempengaruhi mereka untuk melakukan perjalanan.

Sementara itu, Budi tengah mengantri untuk memasuki pesawat yang ternyata sudah akan terbang. Petugas bandara yang mengecek tiket pesawat, tersenyum padanya sambil mempersilahkan Budi untuk masuk ke sebuah lorong penghubung.

Budi mengangkat tasnya dan berjalan memasuki lorong tersebut.

Dia menghela napas lega setelah menghempaskan tubuh di bangku pesawat. Pesawat belum berangkat karena belum semua penumpang telah masuk. Setelah menunggu beberapa menit, barulah pesawat bergerak dan mengambil ancang-ancang untuk terbang.

+++++

Pagi hari, bawah tanah Jakarta pusat.
Markas Underground Bullet

Roni, Eko, dan Ren berlarian ke seluruh penjuru markas. Ketiganya berteriak-teriak seperti baru saja kehilangan akal. Sementara itu, Elena, Rinka, dan Kirana menonton ketiganya dengan wajah heran.

"Kalian kenapa sih?" tanya Kirana sambil menggosok matanya.

Elena menguap lebar. "Pagi-pagi sudah ribut, apa ada tikus yang masuk?"

Rinka membelalak. "Apa?! Dimana tikusnya?!"

"Tidak ada tikus dimanapun Rinka!" ucap Eko.

"Lah, lalu kenapa kalian bertiga lari-lari kayak habis disembur api sama naga Smaug?" tanya Elena.

"Budi hilang!!" teriak Roni.

Ketiga cewek itu saling bertatapan dan...

"Oh." ucap mereka bersamaan.

Ren mendengus. "Apa maksud kalian dengan 'oh' tadi?"

Elena menatap partnernya itu dan memberikan selembar kertas putih yang agak lusuh padanya.

"Budi yang menulis ini," ucap Elena "Kayaknya dia lagi mengurus kasus penting." tambahnya.

Ren membaca surat itu dari awal hingga selesai dan memberikannya pada Roni dan Eko. Senyum terukir jelas di wajah Ren, dan tiba-tiba dia berteriak,

"Siapkan pesta! Dua minggu lagi! Aku punya firasat kalau Budi bakal bawa partnernya!"

+++++

Pagi hari, kawasan hutan belantara.
Pulau Kalimantan, sektor H4 (Hutan 4).

Sebuah tenda berwarna hitam legam dengan ukuran lumayan besar, berdiri di pinggir hutan. Warnanya yang hitam sangat tidak sinkron dengan warna pepohonan. Tentu saja, karena tenda itu khusus untuk malam hari. Di saat semuanya menjadi gelap.

Sesosok pemuda berkacamata keluar dari dalam tenda. Mata kuning terangnya menyipit saat sinar matahari menyinari dirinya. Sebuah teropong tergantung di lehernya.

"Sudah pagi," gumamnya pada diri sendiri, "Saatnya menyelam." tambahnya.

+++++

Budi berjalan meninggalkan tendanya. Berbekal sebuah tas punggung, dia menelusuri hutan belantara itu. Sebilah badik tergenggam erat di tangan kanan, memotong tanaman-tanaman rambat di hadapannya.

Sesekali, ular melintas di hadapannya. Budi hanya menatap hewan melata itu selintas, dan kembali melanjutkan kegiatannya.

Hingga, suara itu terdengar. Suara yang akan merubah takdirnya.

"AAAAAA! TOLONG!!"

+++++

TO BE CONTINUED...

Haleoo!!!

Ini bab awal dari The Forest Of Crime, menurut kalian gimana? Apa aneh? Rancu? Atau khawatir si Budi bakal jadi bujang lapuk? *ditembak Budi pake Bazooka*

Tenang, si Jom... Eh Budi bakal muncul lagi kok di bab berikutnya! Jadi, tetap baca ya! Saya tunggu juga vote serta komen kalian ;)



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro