Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lima

Hana tidak pernah tahu hari berlalu begitu cepat. Rasanya baru kemarin saat Bia memintanya untuk menemani menghadiri resepsi pernikahan anak salah satu temannya.

Seperti yang Bia katakan, tepat satu jam sebelum acara dimulai, wanita itu sudah masuk ke kamar Hana. Sekadar memastikan keponakannya itu sudah pantas atau tidak untuk menghadiri pernikahan anak salah satu temannya.

“Ya ampun Hana! Serius kamu kayak gini?” Bia memekik melihat Hana yang terlihat begitu polos. “Kamu nggak dandan?”

“Hana udah dandan kok, Tan,” kilah Hana. Kalau memakai pelembab sudah termasuk berdandan, Hana sudah melakukannya.

Bia menggeleng. Ditariknya tangan Hana, membawanya masuk kamar Ana yang berada tepat di samping kamar Hana.

Setelah mendudukan Hana di depan meja rias, Bia langsung mengambil tas make up dari dalam lemari. Memperlihatkan isinya pada Hana.

“Ini baru Tante beli sebulan yang lalu. Jadi jangan khawatirin make up-nya expired apa nggak.”

Hana dibuatnya melongo saat melihat peralatan make up yang terpampang jelas di hadapannya itu. Sebelum sempat Hana menyuarakan pikirannya, Bia langsung memposisikan dirinya di depan tubuh Hana. Memoles sesuatu yang terasa lengket di wajahnya.

“Tante mau ngapain?”

Hana berusaha berontak, namun ternyata Bia mempunyai kekuatan yang lebih besar dari yang ia perkirakan. Hana yang kalah tenaga hanya bisa pasrah saat Bia menyentuh wajahnya. Ditengah-tengah aksinya memoleskan sesuatu di wajah Hana, Bia berkata, “Datang ke acara pernikahan itu bisa dijadikan sebagai salah satu cara menggaet laki-laki lajang. Kamu harusnya tahu itu, Hana.”

Hana terdiam. Ia baru tahu kalau acara pernikahan bisa dijadikan sebagai ajang pencarian jodoh terselubung seperti yang Bia katakan.

Entah apa yang Bia lakukan pada wajahnya saat ini. Hana hanya bisa diam tak bergerak, menutup matanya saat sesuatu menyentuh kelopak matanya. Hana baru membuka mata saat Bia menyuruhnya menatap wajahnya sendiri di cermin.

Hana terperangah melihat pantulan di cermin. Tak percaya dengan apa yang tertangkap matanya.

Seorang gadis dengan riasan tipis namun tetap memesona terlihat dari balik cermin. Matanya terbeliak dengan mulut yang terbuka sedikit.

“Gimana? Cantik kan? Tante sudah sering nyuruh kamu dandan, lebih merhatiin penampilan, tapi kamunya masih aja ngeyel. Sebagai wanita hukumnya wajib peduli sama penampilan.”

Bia terlihat senang dengan hasil karyanya. Apalagi melihat ekspresi terkesima Hana, membuatnya semakin yakin hasil karyanya yang satu ini benar-benar menakjubkan.

Sejujurnya, Hana ingin mengatakan bahwa orang yang berada di dalam cermin bukanlah dirinya. Gadis yang kini berada di dalam cermin memiliki wajah yang sangat cantik. Terlihat begitu segar dan menarik dengan polesan make up karya Bia. Berbeda jauh dengan gambaran fisiknya sehari-hari yang tidak tersentuh polesan sama sekali.

“Terpesonanya nggak usah kelamaan. Yuk kita berangkat sekarang.”

Bia benar, Hana begitu terpesona hingga rasanya enggan untuk beranjak lagi.

Bia tersenyum lebar. Dengan lembut ia menarik tangan Hana, membantu gadis itu berdiri. Saat jemari Bia menyentuh kulitnya, Hana mengerjap. Tersadar dari ketersimaannya.

“Tan, apa benar yang di cermin itu … aku?” Hana masih tak percaya.

Bia tak menjawab. Gantinya ia terkekeh pelan, mengamit lengan Hana.

“Makanya kalau Tante nyuruh kamu buat dandan dan sedikit peduli sama penampilan, kamu jangan ngeyel. Kamu itu cantik Hana. Tante yakin di luar sana akan banyak laki-laki yang terpesona sama kamu. Selain Dito tentunya,”

Hana ikut tertawa saat nama Dito disebut. Ia tidak bisa membayangkan seperti apa ekspresi Dito apabila melihatnya seperti ini. Terpesonakah ia?

***

Begitu menginjakkan kaki di gedung resepsi, Hana tidak bisa menyembunyikan kekagumannya melihat konsep yang dipilih sang mempelai. Resepsi pernikahan itu terlihat cantik dengan lampion warna-warni yang tergantung di langit-langit. Di tiap sisinya dihiasi oleh pohon-pohon plastik yang menciptakan kesan segar dan damai.

Walau diadakan di dalam gedung, namun suasana taman yang ceria begitu terasa. Hana sempat menyayangkan pilihan mempelai. Seharusnya mereka mengadakan pesta outdoor untuk menguatkan kesan taman yang indah.

"Makanya cepetan nikah biar bisa ngadain resepsi kayak gini." Bia langsung berbisik sambil tersenyum jail. "Suruh Dito cepet lamar kamu. Tante yakin kalau kamu nikah sama Dito, resepsinya bakal meriah banget.”

Pipi Hana langsung bersemu merah. Menikah dengan Dito? Tentu saja hal itu sudah terpatri di otak Hana. Bahkan ia sudah memiliki desain sendiri untuk gaun pengantinnya kelak.

"Apaan sih, Tan?" jawab Hana malu-malu.

"Lah, Tante bener, kan? Kalian udah lama pacaran. Buat apa lama-lama pacaran? Mending hubungan kalian segera diresmikan dengan ikatan yang lebih jelas."

"Hana kan masih kuliah, Tan."

"Enggak ada larangan untuk menikah saat kuliah, kan? Yang Tante lihat, Dito udah siap buat menikah kok. Dia juga udah punya pekerjaan tetap." Tante Bia mengambil salah satu piring salad di dekatnya. "Tante udah bisa bayangin, gimana meriahnya pernikahan kalian nanti. Apalagi, pasti nanti ada pedang poranya." Mata Tante Bia langsung berbinar. "Kamu akan jadi wanita yang paling beruntung, Han."

"Tante ..." Hana meringis. "Hana mau lulus kuliah dulu. Ini aja Hana lagi pusing karena belum dapet tempat magang."

Tante Bia mengibaskan tangannya, tak peduli. Ditatapnya Hana sekilas sebelum matanya memindai sekeliling.

"Pengantin wanitanya masih muda kok." Tante Bia menunjuk pengantin wanita di atas panggung dengan matanya. "Dia juga kayaknya masih kuliah kayak kamu."

"Tante ..." Hana langsung protes.

"Eh, Han, kamu ke depan gih. Berdiri di dekat panggung." Tante Bia mendorong bahu Hana. Mengabaikan penolakan Hana yang begitu kentara.

"Enggak mau ah, Tan. Ngapain juga sih?"

"MC-nya nyuruh kamu ke depan," sahut Tante Bia. Masih berusaha mendorong tubuh Hana.

"Ngapain? Hana aja nggak kenal sama pengantinnya." Hana masih berusaha menolak.

"Udah, turutin aja. Sana, cepetan maju, nanti rejekinya diambil orang."

Meski bingung dengan rejeki yang Tante Bia maksud, Hana melangkah juga mendekati panggung. Dahinya berkerut bingung melihat kumpulan muda-mudi berdiri di dekat panggung dengan tatapan penuh harap.

Sekilas, Hana melihat sang mempelai wanita tersenyum pada kumpulan di dekat panggung. Ia kemudian berbalik membelakangi para tamu. Tangannya yang memegang buket bunga diletakkan di depan dada, dan setelah MC memberikan aba-aba, sang pengantin pun melempar buket bunganya.

Hana yang bingung dan masih belum mencerna apa yang terjadi, perlahan mundur ke belakang. Apalagi para perempuan di hadapannya berteriak heboh, bahkan ada yang saling sikut.

Diliputi kebingungan, Hana mengangkat tangannya saat menyadari ada sesuatu yang melayang di atas kepalanya. Teriakan heboh itu seketika terhenti. Waktu terasa berhenti saat itu juga saat Hana merasakan jantungnya berulah.

Hana semakin tidak mengerti apa yang terjadi saat beberapa pasang mata itu kini berbalik, menatapnya. Merasakan sesuatu di genggamannya, seketika Hana menoleh. Ia terkejut melihat sebuah tangan kini menggenggam tangannya. Pun dengan buket bunga yang entah kenapa bisa ia genggam dengan sempurna.

Hana mendongak, dan seolah semua sudah diatur untuk bergerak lambat, pandangannya bertemu dengan sepasang mata lain yang tak berbeda jauh dengan tatapannya. Terlihat syok dan bingung.

"Wah, ternyata yang mendapatkannya adalah sepasang laki-laki dan perempuan. Mohon beri tepuk tangan pada pasangan yang beruntung ini." Suara nyaring MC dan tepukan riuh yang membahana membuat kesadaran Hana seketika kembali. “Kepada yang mendapatkan lemparan bunga, harap naik ke atas panggung untuk berfoto bersama kedua mempelai.”

Seolah tersadar, laki-laki itu langsung menarik tangannya. Menatap ke depan seolah sebelumnya tak terjadi apa-apa.

Hana melirik buket bunga di tangan kanannya. Ia bukannya tidak tahu mengenai mitos bunga pengantin. Hatinya berdetak cepat saat menyadari bahwa ini bukan mimpi.

Apa ini berarti bahwa ia juga akan segera naik pelaminan?

***


Selamat membaca. 😊
.


.
.
Xoxo
Winda Zizty

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro