Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Empat

Sedari tadi yang Ferga lakukan hanya bergeming. Berdiri di dekat jendela seraya menatap undangan di atas meja kerjanya dengan tatapan kosong. Nama Felis terlihat begitu cantik terukir di atasnya. Dada Ferga seketika sesak. Perih.

Seharusnya namanya yang bersanding dengan nama Felis. Seharusnya saat ini merupakan saat-saat bahagianya bersama Felis. Seharusnya tangannyalah yang akan menggenggam tangan Felis di hadapan semua tamu undangan.

Tapi entah kenapa, bukan namanya yang terukir di dekat nama Felis. Bukan dirinya yang saat ini tengah berbahagia menanti datangnya hari untuk bersanding dengan Felis. Bukan dirinya yang akan menggenggam erat tangan Felis di hadapan semua orang. Dan Arlan adalah orang yang beruntung itu.

Membayangkan Arlan yang akan menemani hari-hari Felis membuat Ferga tak berdaya. Udara di sekitarnya terasa hampa.

Ferga mengusap wajahnya, gusar. Megap-megap. Merasa oksigen di sekitarnya kian menipis.

“Nggak usah datang kalau nggak yakin. Daripada bikin nyesek.”

Sebuah suara di belakangnya membuat Ferga seketika menoleh. Dilihatnya Danu bersandar di daun pintu sambil bersedekap.

“Menurut lo, gue harus datang atau tidak?” tanya Ferga putus asa.

Danu melangkah mendekati Ferga. Matanya menangkap undangan yang menjadi sumber kegelisahan Ferga saat ini. Tahu apa yang mengganggu sepupunya itu, Danu menatap Ferga iba.

“Tapi kalau lo mau mendoakan kebahagiaannya, elo harus datang. Sebagai teman.” Ia berdeham pelan, menepuk bahu Ferga sebelum meninggalkan lelaki itu di ruang kerjanya.

Sepeninggal Danu, Ferga bergeming. Memikirkan ucapan Danu yang juga sempat disuarakan Marsal.

Mendoakan kebahagiaan Felis? Bisakah dia? Apalagi datang sebagai seorang teman. Padahal nyatanya mereka pernah lebih dari sekadar teman kuliah.

Lagi diliriknya undangan itu.

Memejamkan mata dengan kepala yang terasa begitu pening karena berbagai pilihan yang harus ia ambil segera.

***

Ferga tidak tahu keputusannya ini tepat atau tidak. Setelah berpikir semalaman, ia akhirnya melajukan mobilnya menuju tempat resepsi pernikahan Felis. Meski hatinya harus hancur, ia ingin melihat Felis bahagia. Memberikannya doa tulus agar bisa berbahagia menjalani lembaran baru hidupnya.

Ferga tidak dapat menahan kekagumannya saat melihat Felis yang begitu anggun dalam balutan gaun pengantinnya. Walau jarak pelaminan dengan posisinya sekarang cukup jauh, Ferga dapat melihat aura bahagia yang Felis pancarkan.

Ferga mendesah. Tahu bahwa memang bukan dirinyalah sumber kebahagiaan Felis saat ini.

Berdamai dengan hatinya, Ferga melangkah maju. Mendekati pelaminan yang entah kenapa terlihat begitu ramai.

Dilihatnya Felis tersenyum menatap seluruh tamu undangan. Ferga tidak dapat menyangkal saat jantungnya kembali berdetak kencang melihat senyuman itu. Pun kini bayangan saat masih berpacaran dengan Felis kembali mengisi memorinya.

Ferga tersenyum samar. Mencoba mengenyahkan pikirannya. Saat akhirnya ia bisa kembali ke kenyataan, dilihatnya Felis berbalik.

Ia tidak tahu kenapa saat ini MC menghitung mundur dengan begitu semangat. Dan setelah hitungan berakhir, Felis melemparkan sesuatu yang entah apa pada undangan yang berdiri di belakangnya.

Ferga mendongak. Melihat sesuatu mendekat ke arahnya. Sekelebat bayangan tertangkap di matanya. Dan saat itulah secara otomatis tangannya terulur ke depan. Meraih sesuatu yang terasa begitu halus dan lembut di genggamannya.

Seketika ia menoleh. Terkejut mendapati seorang gadis tengah menatapnya. Mata bermanik cokelat gelap—nyaris hitam itu menembus mata Ferga dalam sekejap.

Sang waktu seolah terhenti saat matanya terkunci di mata gadis itu. Mata yang terbeliak itu tidak berkedip sama sekali.

Ferga mengerjap saat suara MC terdengar. Sadar akan kesalahannya yang lain—menggenggam tangan gadis itu—cepat-cepat Ferga menarik tangannya. Menatap lurus ke depan. Menganggap kejadian itu hanya kecelakaan. Ia tidak berniat meminta maaf karena tidak ada yang perlu disalahkan maupun menyalahkan.

Tak sengaja matanya menangkap sosok Felis yang mematung di tempat. Wanita yang tengah berbahagia itu terlihat terkejut dengan kehadiran Ferga. Ditambah dengan kenyataan bahwa Ferga baru saja menerima lemparan buket bunga darinya. Wajar kalau wajah Felis yang semula merona kini tampak pias.

Entah Ferga harus merasa sial atau beruntung karenanya.

“Kepada yang mendapatkan lemparan bunga, harap naik ke atas panggung untuk berfoto bersama kedua mempelai.”

Kalau bukan karena kata-kata itu, Ferga tidak akan menggerakkan tubuhnya. Ia akan tetap mematung hingga perasaannya kembali normal. Diliriknya gadis yang berdiri di sampingnya. Ferga tersenyum samar menyadari bahwa bukan hanya diinya saja yang terkejut dengan kejadian barusan, tetapi gadis itu juga.

Susah payah Ferga dan gadis itu naik ke atas panggung. Matanya kembali  bertemu dengan mata Felis. Membuat jantungnya itu kembali berdetak cepat.

Felis sedikit membuat jarak dari suaminya. Membiarkan tempat kosong itu diisi Ferga dan gadis itu. Ferga semakin merasa kaku saat menyadari ia akan bersisian dengan Felis.

Ia menelan ludah saat berdiri dengan jarak yang begitu dekat dengan Felis. Sepertinya, Felis juga merasakan kecanggungan yang sama karena ia langsung berdeham pelan.

Ferga mencoba menggariskan senyuman terbaiknya saat lensa kamera mulai membidik ke arahnya. Suara tepuk tangan semakin riuh terdengar. Namun Ferga semakin merasa asing dengan perasaannya sendiri.

Dengan kerongkongan yang terasa kering, akhirnya Ferga menggerakkan bibirnya. Menyuarakan kalimat yang sejak di perjalanan telah ia karang dengan sempurna. Tepat saat kedua matanya kembali bersirobok dengan Felis, ia berujar pelan, “Semoga kalian bahagia. Kamu dan Arlan … suamimu.”

***

Selama dua puluh lima tahun hidupnya, hari ini adalah hari terberat dan terpanjang dalam hidup Ferga. Setelah menghadiri pernikahan Felis dan Arlan, Ferga tak lantas berlalu dari gedung pernikahan itu. Ferga masih di sana, bergeming di dalam mobilnya sambil mengamati gedung itu dari kejauhan.

Barulah setelah mobil pengantin itu berlalu melewati mobilnya, ia beranjak dari sana.

Ferga melajukan mobilnya tak tentu arah. Ia membutuhkan pengalih perhatian untuk saat ini. Mengabaikan rasa sesak di hatinya yang terlalu sulit menerima kenyataan.

“Kita nggak bisa bersama Fer.”

Bahkan saat ini, kata-kata Felis masih terngiang di benaknya.

Tanpa diminta, pikiran Fera melayang ke dua tahun yang lalu. Ia masih ingat betul hari di mana Felis memutuskan mengakhiri semua. Menyerah untuk mempertahankan perbedaan yang begitu kentara di antara mereka.

“Kamu bisa dapetin yang lebih baik dari aku, Fer.” Felis menunduk. Poninya yang menutupi dahi bergerak tertiup angin.

Ferga menggeleng pelan, tak percaya dengan apa yang ia dengar.

“Karena rasa cinta aja nggak cukup untuk mempertahankan perbedaan kita. Aku bukan berhenti berjuang, aku hanya bersikap realistis. Mereka benar, kita gak ditakdirin bersama.”

Walau sekilas, Ferga dapat melihat mata Felis yang berkaca-kaca. Gadis itu langsung mengalihkan pandangannya saat merasa tatapan Ferga yang menghujamnya lurus.

“Kita akhiri saja, Fer.”

Dan Ferga tidak bisa untuk tidak menyetujui permintaan itu. Hatinya terasa begitu sakit saat melihat Felis berdiri dan melangkah menjauh meninggalkannya sendirian di taman itu.

Ferga tidak pernah lagi bertemu dengan Felis setelahnya. Tidak juga menghubungi gadis itu walaupun ia sangat ingin. Dan saat Felis tiba-tiba menghubunginya, Ferga senang bukan kepalang.

Tapi, lagi-lagi Ferga harus merasakan sakit saat Felis menyodorkan undangan padanya.

“Aku akan menikah.” Felis berkata begitu lancar. “Aku harap kamu mau datang.”

Kata-kata itu membuat luka lama di hati Ferga kembali terbuka.

***

Halo ... ada yang nungguin update terbaru The Flower Bride?
Hari ini aku membawa lanjutan ceritanya.

Kalian menyukai cerita ini? Ingin tahu update terbaru dari cerita ini? Masukkan cerita ini ke library dan atau reading list kalian, ya. Dan jangan lupa untuk berkomentar di cerita ini agar cerita ini dapat lebih baik lagi. Kasih vote pun boleh banget.

Okee?

Xoxo

Winda Zizty

5 Juli 2017

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro