Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

31. keadaan yang terulang lagi

Mine tidak pulang ke rumahku ketika malam tiba. Dan untuk pertama kalinya, aku merasakan sebuah perasaan yang orang-orang sebut dengan kesepian.

Biasanya aku selalu tak mengapa berkawan baik dengan kesendirian.

Tapi memang sudah berhari-hari, Mine tidak pulang ke rumahku.

Kenji-nii mengomeliku. Katanya aku tidak jantan sebagai laki-laki dan pihak yang menyakiti. Aku pun merasa heran. Kenapa meminta maaf dan bicara terasa sesulit ini?

Ini bukan pertama kalinya aku dan Mine bertengkat. Tapi, barangkali, pertengkaran ini memang yang terparah. Mine sampai mencari laki-laki lain.

Tidak. Tidak boleh!

Aku akan memperjuangkan Mine.

Obrolan yang direncanakan Daniel setelah memanggil Junko dan Rieno-sensei terpaksa harus batal sebab Rieno-sensei tidak ditemukan di sekolah dan Junko masih tak mau diganggu.

Lagi pula, bukannya kami butuh waktu untuk memikirkan ini lamat-lamat seorang diri?

Saat aku memeriksa jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Mine... sudah makan malam belum, ya? Porsi yang Kenji-nii buatkan untuknya masih utuh di piring yang dilapisi plastik, barangkali dia akan pulang. Kenji-nii ikut khawatir.

Memang Mine cuma kembali ke tempat tinggalnya yang dulu. Namun setelah berminggu-minggu tinggal di sebuah rumah yang hangat, dirinya pasti merasa ada yang kurang, kan?

Mine harus kembali ke sini.

Aku mengenakan jaket untuk bersiap-siap. Tidak mungkin Mine menginap di rumah Daniel atau Junko. Sepertinya dia sedang berusaha menyatu lagi dengan tempat tinggalnya yang dulu dan pertama. Mine pasti berada di ruangan khusus perpustakaan nomor dua.

Begitu menutup pintu rumah, angin dingin langsung berembus menembus jaket olahragaku. Ditambah sekarang musim panas, suasana sekitat jadi gerah plus dingin karena ulah angin malam. Aku mengencangkan jaket, mempercepat langkah menuju arah sekolah.

Jalanan yang kulewati bisa dibilang sepi pada jam segini. Entah kenapa itu menyebabkan udaranya semakin dingin. Aku mempercepat langkah lagi.

Gerbang sekolah yang pendek namun memanjang sudah terlihat dari ujung jalan. Lampu pos penjaga menyala dan pintunya seperti kurang tertutup rapat. Aku melangkah ke dekat gerbang.

Kemungkinan besar kau itu manusia fiksi, Hiro. Mereka tidak akan bisa melihatmu. Dan jika kau ingat lagi, bukankah memang tak ada seorang pun yang pernah bicara padamu selain Mine, Kenji-nii, Daniel, Junko, dan Rieno-sensei.

Gunakan kelemahan itu untuk menjadi kekuatan.

Aku mengembuskan napas singkat. Dari langkah yang sempat terhenti, aku melanjutkan jalan melompati gerbang sekolahku yang pendek. Dengan tinggiku yang lumayan, aksi tersebut sangat mudah kulakukan.

Di sekitaran halaman luar sekolah dan pinggir lapangan-lapangan, banyak sekali tiang lampu yang menyala. Seketika kurasakan segelintir sensasi hangat masuk ke dalam hatiku. Aku bisa sedikit tersenyum.

Gedung yang memuat perpustakaan nomor dua, terletak paling ujung dari gerbang. Kakiku harus bergerak ekstra agar cepat sampai sekaligus memperpendek jarak temu kami.

Tunggu aku, Mine.

Sebentar lagi tiba di gedung yang dimaksud, kulihat keseluruhan lantai tersebut terang seakan semua lampu di koridor dan ruangannya menyala. Jomplang sekali dengan gedung-gedung lainnya yang gelap gulita, membuatmu berpikir mungkin di situ ada hantu bergentayangan.

Pasti Mine yang membuat kondisinya jadi terang begitu. Setidaknya sifat penakutnya itu bisa membuatnya lebih berusaha keras untuk menghalau kelemahannya tersebut.

Setelah berhasil masuk dengan begitu gampangnya (pintu depannya terbuka, tahu kan ulah siapa), aku disambut oleh pemandangan baru berupa koridor-koridor sepi yang lampunya menyala karena sudah malam. Rasanya ini pertama kalinya aku berada di lingkungan sekolah di jam sehabis makan malam itu.

Merilekskan tubuh, kupelankan langkah kaki menuju tangga. Jangan sampai Mine mendengar suara-suara aneh di tempat sepi begini. Bukannya tak mungkin, Mine akan memikirkan hal yang aneh-aneh lalu ketakutannya meningkat drastis lagi.

Aku sudah sampai di lantai dua. Tinggal menaiki dua bagian anak tangga lagi, lalu posisiku dengannya akan berada di lantai yang sama. Kuteguk ludah sebelum kembali memperkuat diri.

Pada saat itu seolah masuk ke dunia film horor (rasanya dulu aku pernah mengalami ini), lampu-lampu di gedung tersebut padam berbarengan. Disusul suara jeritan seorang perempuan yang andai saja aku tidak mengetahui ada Mine di sini, aku pasti menyangkanya makhluk halus.

Tapi mana ada makhluk halus yang takut gelap.

"Mine!"

Spontan karena khawatir, aku menyebut namanya dengan suara cukup keras dan khawatir sambil berlari menaiki anak tangga menuju lantai tiga.

Suasananya benar-benar gelap seolah berada di jurang laut paling bawah nan mencekam.

Bercanda.

Cuma gelap saja.

Aku berlari menembus suasana hitam-hitam tersebut saat terdengar suara pintu digeser.

"Hiro-kun!"

Ternyata lariannya lebih cepat ketimbang diriku.

Baru beberapa jauhnya dari ujung tangga yang kunaiki untuk sampai di sini, tiba-tiba kurasakan badanku memberat karena mendapat peluk dari seseorang.

Dari cintaku.

Mine menangis, menenggelamkan wajahnya di dadaku. Hal yang kuharapkan ketika siang tadi.

Aku tersenyum lega, membalas pelukan yang kurindukan tersebut, termasuk dirinya yang lebih-lebih kurindukan lagi.

"H-Hiro-kun kok ke sini?"

Omong-omong, sepertinya adegan ini sangat klise? Meneriakkan nama satu sama lain di saat-saat genting lalu berpelukan melepas kangen dan tangis.

Astaga, Hiro.

"Pulang ya, Mine? Kau tidak boleh di sini."

Mine melepas dekapan yang dia beri untukku. Meski di tengah suasana sangat gelap begini, aku masih dapat menemukan tetes air matanya yang berkilau menghadap wajahku.

"Kenapa tidak boleh?"

Tidak, tidak, tidak. Jangan ada pertengkaran lagi.

Tak kuasa, kegugupan melanda diriku.

Tetapi seolah tersadar kami sedang bertengkar, perlahan Mine menjauhkan diri. Beberapa saat dia diam di sana, satu meter dariku.

Tidak berhasil mengeluarkan satu pun kata, Mine tiba-tiba membalikkan badan. Dia masuk kembali ke perpustakaan nomor dua setelah pintunya dia geser.

"Mine."

Tak sempat.

Pintu itu sudah menjadi penghalang antar dirinya dan diriku. Antar pertengkaran yang terjalin dari keduanya.

"Mine."

Tak rela.

Aku tak rela kehilangannya lagi.

Dekapan itu terlalu singkat dan belum sepenuhnya melepas rasa rinduku kepadanya.

"Pulang sama Hiro, yuk?" Kuketuk pintu geser itu sekali, bermaksud mengajak.

Tak ada sahutan apa-apa yang kudengar dari sini.

"Aku... minta maaf telah menyakitimu kemarin. Kata-kataku sangat keterlaluan dan tidak pantas kuucapkan di tengah perasaanku yang sesungguhnya menikmati kebersamaan kita juga. Di sini... aku yang egois."

Déjà vu lagi. Dulu aku dan Mine pernah terjebak dalam situasi ini, di pintu kamarnya.

"Hiro-kun. Aku ingin menunjukkanmu sesuatu."

Setelah itu, terdengar suara langkah kaki samar dari dalam suatu ruangan. Saat itu kusadari ternyata pintunya tidak tertutup rapat makanya mungkin kami bisa mendengar suara satu sama lain dengan lebih jelas.

Mine, di dekat jendela yang menghadap sinar bulan, dirinya berdiri tak jauh dari sebuah pintu yang mulanya kuduga itu ruang arsip.

"Aku menemukan sesuatu, Hiro-kun."

"Sesuatu?"

Tanpa mengangguk, kepalanya tertoleh ke pintu kayu tersebut. "Surat dari Chiba Tanya. Pemilik buku tulis yang kita temukan siang tadi. Sekaligus, pencipta manusia fiksi bernama Mine dan Hiro."

Hah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro