22. nasihat dari laki-laki sepertiku
"Aku mau minta maaf."
Sebuah kalimat yang tak pernah kubayang akan keluar dari mulut seorang gadis pengganggu. Tapi dari tampangnya yang kelihatan menyesal, Junko memang serius mengucapkannya. Namun aku sedikit bingung dia meminta maaf untuk tingkahnya yang mana?
"Kemarin, biarpun aku telah berkata tidak akan mengganggumu lagi, hari kemarin aku masih saja mengganggu hari-harimu walau tidak separah sebelumnya."
Bola matanya menghindari diriku.
"Aku, setelah melihat.... Ah, siapa sih nama cewek itu?"
"Naoe Mine."
"Naoe-san, setelah aku melihatnya, aku langsung merasa kalah darinya."
Astaga, masalah itu lagi. Sifat serakahnya benar-benar mengganggu.
"Bagiku, aku ini gadis paling cantik di dunia ini. Atau minimal, di sekolah ini. Dan setelah kulihat dirinya yang nyaris serupa bidadari, aku langsung merasa kalah!"
Aku setuju soal Mine yang nyaris seperti bidadari. Aku pun baru menyadarinya belakangan ini yang lagi-lagi membuat hatiku berdebar karena merasa tidak percaya dicintai oleh gadis spek bidadari.
Tapi memangnya biarpun dia seperti bidadari, Mine otomatis 'menang' dari segala aspek yang sebetulnya tidak perlu diperdebatkan?
Apakah fisik itu hanya tentang kalah dan menang? Lebih dan kurang? Tanpa melihat misal kelakuan jahatnya, asal dia cantik sempurna, orang-orang jadi harus menghormatinya?
Aku tidak memahami jalan pikirannya itu. Tapi melihat sifat serakahnya yang selalu ingin lebih unggul dari siapa pun, mendadak aku jadi ingin menyadarkannya.
"Tapi aku cinta dia bukan karena Mine kayak bidadari."
"Bohong."
"Serius!"
Junko mempertahankan raut tidak percayanya.
Aku berdecak. Hampir bilang 'Aku bukan laki-laki kebanyakan yang terobsesi dengan gadis cantik', tapi pasti dia langsung membalasnya dengan 'Bullshit'. Justru sikapku akan terlihat payah karena berusaha menunjukkan citra laki-laki baik. Nyatanya? Aku pun tidak tahu, tidak bisa menilai diri sendiri.
"Aku minta maaf karena menjadikanmu bahan pembuktian." Junko melanjutkan topik yang tertunda. "Ketika aku tahu aku kalah dari Naoe-san, lalu melihat interaksi manis kalian, aku ingin mencoba merebutmu darinya. Apa aku akan menang? Apa kau akan tertarik padaku?"
"Tidak."
"Tidak usah dijawab," deliknya. "Kemarin, aku sampai sengaja melewatkan sarapan untuk terlihat natural di hadapanmu dan bukannya dibuat-buat. Aku mencoba memancingmu dengan lebih natural, dan masih saja gagal."
"Sudah kubilang," aku berkata pelan, "aku...."
Mencintai Mine.
Jika kuucapkan ini di depannya, dia bisa-bisa semakin merasa kalah dan rendah diri.
"Kau tahu apa jawabanku."
"Aku ingin mengucapkan terima kasih atas tindakan baikmu kemarin padaku. Aku tahu itu cuma perlakuan baik antar sesama manusia, tidak ada perasaan lebih di dalamnya."
"Lain kali jangan begitu lagi."
"Apa?"
"Jangan melewatkan sarapan lagi."
Aku mendadak ingat kata-katanya kemarin di kantin soal adanya urusan penting yang tak bisa dia tinggalkan sampai harus melewatkan sarapan. Rupanya urusan penting itu... demi memancing rasa simpatiku?
Aku tidak tahu harus marah atau bertambah kasihan. Junko sampai berbuat sejauh itu untuk mencapai kemenangan yang sesungguhnya tidak berarti apa-apa?
Maksudku, Mine sudah menang segalanya dari Junko di hadapanku. Percuma mau dia menjelek-jelekkan Mine pun, aku tetap akan memilih Mine daripada dia. Tapi jika bertanya ke teman-teman dekat Junko yang Mine tidak punya, jawabannya pasti sudah jelas, kan? Junko yang menang.
Aku tahu itu namanya kepuasan pribadi. Tapi bukannya kepuasan itu tidak akan pernah berakhir? Dia mau menyakiti dirinya seberapa jauh lagi untuk mendapatkan kepuasan yang tak ada ujungnya. Setelah merasa menang dari Mine, pasti nanti muncul orang yang lebih cantik lagi dari Mine, dan Junko uring-uringan lagi. Tidak akan selesai-selesai.
"Dengar," ucapku, masih pelan. "Kau berharga di mata teman-temanmu. Dan Mine jelas tidak ada apa-apanya di hadapan mereka karena ya, mereka tidak saling kenal. Cuma hubungan normal antar orang asing. Biarpun kata mereka Mine lebih cantik darimu, mereka tidak akan meninggalkanmu, Inumura-san. Kalau mereka meninggalkanmu hanya karena alasan itu, artinya mereka bukan benar-benar temanmu. Mereka bukan orang yang kau cari atau pantas berada di dekatmu."
Junko terdiam mendengar perkataan panjangku, salah satu perkataan panjangku yang kuucapkan untuk orang lain. Bahkan seingatku aku tak pernah berbicara panjang sepositif ini ke Mine. Aku merasakan nyeri di hati menyadari kenyataan tersebut. Dulu, aku sering menyakitinya.
"Tenang saja, aku tidak membenci Inumura-san."
"Memang siapa yang perlu pengakuanmu?"
Sudah dikasih hati, hatinya ditendang-tendang sampai ke langit!
Junko mengembuskan napas panjang, meletakkan kepala di lipatan tangan. "Aku tak menyangka akan mendengar nasihat dari orang sepertimu."
"Orang sepertiku bagaimana? Dulu kau memujiku."
"Karena kupikir kau cowok gaul. Nyatanya teman pun tak punya."
Daniel tiba-tiba muncul.
Momen ini mengingatkanku dengan awal perjumpaan dirinya dan Mine. Saat itu Mine terkejut aku mempunyai seorang teman dan terkejut ada manusia lain yang bisa melihatnya. Dan sekarang pun dia muncul lagi seolah meruntuhkan anggapan hina Junko tentang diriku yang tak punya teman.
"Tumben kau mengobrol dengan cewek lain selain Mine." Dia duduk di meja terakhir yang tersisa, meja paling depan yang berada paling dekat dengan pintu dan meja penjaga.
Junko melihati Daniel dengan terkejut. "Siapa dia?"
"Cowok gaul yang kau dambakan."
Oh, benar sekali. Mereka akan menjadi pasangan yang sangat cocok!
Daniel menoleh ke samping, ke arahku dan Junko yang berada di dua meja sisanya. "Siapa dia?"
Cie, menanyakan diri masing-masing.
"Junko. Gadis cantik dan populer di sekolah."
Tapi setahuku, Daniel tidak tertarik dengan apa pun selain gitar. Ah iya, dia sudah punya pacar. Gagal sudah.
Tapi bukannya dulu juga aku begitu? Sangat asing terhadap urusan percintaan sampai aku terjebak dengan masa-masa berdua dengan Mine yang menimbulkan perasaan spesial itu.
Kutinggalkan mereka berdua, berharap akan ada sesuatu yang terjadi besok.
Astaga, aku benar-benar telah terkontaminasi Mine. Bisa-bisanya aku peduli terhadap hal ginian.
Aku pulang lebih cepat, dan bertemu Mine di jalan.
Aku memandangnya bingung. Sama seperti hari kemarin, dia pergi ke sekolah sendirian tanpa diriku? Kenapa?
"Kau mau ke mana?" Pertanyaan bodoh sebab saat ini dirinya tengah mengenakan atasan seragam tanpa blazer dan rok hitamnya yang biasa, mengikuti seragam musim panas sekolah yang dikenakan gadis lain.
"Sekolah." Dia menjawab lurus.
"Jangan deh." Kugenggam tangannya lalu memimpin jalan di depan. "Ada yang sedang melakukan pendekatan."
"Siapa?"
"Lihat saja besok."
"Pendekatan? Sama seperti kau dan aku dulu?"
Aku menoleh dan mengernyit. "Bukannya kau yang duluan mendekatiku?"
"Enak saja." Mine mendekatkan diri padaku. "Dua-duanya kali."
"Maksudnya?"
"Tahu, ah. Hiro-kun tidak berubah."
Siapa bilang?
Aku sudah sangat berubah tahu.
Dan ini gara-garamu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro