Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12. gadis yang sulit kupahami

Satu detik setelah aku membelokkan kaki untuk pergi ke kamarku di sebelah, pintu yang sedang kutatap itu terbuka, memunculkan sosok Mine dengan wajah basahnya akibat menangis di tengah ruangan gelap kamarnya.

Seringnya kami bertengkar, aku tidak ingat apa perkataan kejamku padanya pernah membuat Mine menangis atau tidak. Tetapi ketika kutemui air mata itu turun karenaku, hatiku seperti teriris sampai tak sanggup memandanginya lama-lama.

Aku mengalihkan tatapan. "M-maaf. Seharusnya aku tidak mempermainkanmu seenaknya di dunia yang kubuat sendiri, dan dunia tempatmu kembali nanti."

Untung saja aku bukan seseorang yang kesulitan mengucapkan maaf. Aku memang mempunyai harga diri yang sedikit tinggi, termasuk di hadapan Mine. Tetapi untuk masalah ini, kuakui kelakuanku memang keterlaluan hingga tak aneh Mine sampai menangis.

Mine menundukkan kepala. Langkah majunya membuat ujung kepalanya menempel di dadaku. Aku tidak mengerti dengan sikapnya ini.

"Sebagai manusia yang ingin kembali ke dunia tempatnya berasal, aku tahu harusnya aku tidak mengatakan ini." Suara Mine yang lirih terdengar jelas di keheningan dan kegelapan lorong lantai dua rumahku.

Aku mendengarkan.

"Kita sudah menyepakati ide ceritanya. Aku menyukai secara diam-diam laki-laki keren dari kelasku. Kau tidak salah selama mengetik tadi dan biarpun diriku kau buat nelangsa, kupikir itu sudah biasa mengingat kita selalu bertengkar. Aku sadar diri aku tak boleh berharap kau akan melihat dan menilaiku lebih baik. Wajar saja kau memperlakukanku begitu meski di dunia tulisan sekali pun."

"Kau bicara apa sih, Mine?" Nada bicaraku ikutan melirih. Tapi ucapannya memang seperti gurauan, alias sangat tak jelas.

Kusadari bagian depan bajuku sudah basah karena tangisan Mine. Di situ aku baru menyadari ternyata memahami perempuan apalagi yang sedang menangis itu merepotkan. Atau, aku tidak paham dengan satu pun ucapannya.

Ingat, aku ini sangat buta perihal hal yang sangat Mine sukai. Romansa.

"Shiragami-kun." Akhirnya dia menyebut namaku. "Aku tak suka melihatmu menulis soal diriku yang menyukai laki-laki lain. Aku tahu aku harus tegar soal ini agar aku bisa kembali ke tempat asalku. Tapi, ternyata itu menyakitkan."

Mine melepas wajahnya dari dadaku, melanjutkan tangisan yang mungkin semakin luruh akibat perkataannya tadi. Yang tak kumengerti. Yang tak kumengerti.

Tolonglah. Dia seharusnya tahu aku tak pandai mengenai ini.

"Maaf." Mine menghapus air matanya sendiri. "Shiragami-kun tidak salah apa-apa. Aku saja yang terlalu terbawa perasaan sampai menangis segala."

Memangnya, menangis itu salah, ya?

"Lanjutkan saja apa yang sudah kau ketik tadi. Aku serahkan semuanya ke Shiragami-kun asal ceritaku cepat selesai dan aku bisa segera pergi meninggalkanmu."

Pergi meninggalkanku sendirian di lorong gelap lantai dua rumahku begitu pintu itu dia tutup tepat di depan wajahku.

Huh.

Kenapa aku merasa ada yang salah di sini?

Besoknya hari libur. Semalam aku sedikit kesulitan tidur entah memikirkan apa dan bangun kesiangan. Meski begitu Kenji-nii tak pernah marah atau membangunkanku cepat-cepat untuk segera sarapan. Memangnya dia ibuku? Porsiku tetap dia buatkan.

Selesai sikat gigi dan membasuh wajah, aku melihati pintu kamar Mine yang tertutup. Apa dia sudah sarapan?

Kutanyai Kenji-nii mengenai ini.

"Sudah. Tapi masih kelihatan murung seperti kemarin," konfirmasinya. "Mungkin gara-gara kau tidak ada di meja makan."

Justru gara-gara perbuatan tak pantasku kemarin malam padanya. Mood Mine gampang berubah-ubah.

Aku kembali duduk di kursi meja belajarku selepas sarapan yang kesiangan. Kunyalakan laptop sembari berpikir ulang apa ketikanku kemarin harus kuulang atau kuteruskan saja karena Mine tampaknya tidak keberatan? Dia kemarin bilang begitu, kan.

Aku membaca lagi dari awal hasil tulisanku semalam. Biarpun jarang sekali membaca novel cetak, aku tahu tulisanku ini sangat berantakan. Tapi siapa yang peduli sih seolah ini akan diajukan ke penerbit saja. Selagi ceritanya selesai, Mine akan bahagia, kan?

Tapi kenapa kemarin dia menangis?

Astaga. Tak kusangka aku akan kesusahan begini gara-gara sikap seorang gadis.

Bola mataku mengikuti guliran kursor, memperlihatkan paragraf per paragraf tulisan yang telah kuketik. Dipikir-pikir lagi, sikap bucin Mine di sini memang akan membuat malu pembacanya sendiri. Aku saja sampai menampilkan ekspresi jijik. Bisa-bisanya aku menulis hal memalukan begini. Pada Mine pula.

Kuembuskan napas panjang ke udara, mengeluarkan kecamuk pikiran yang mendera otak. Kuregangkan lagi pundak dan leher untuk mempersiapkan jari-jari yang akan menari-nari di papan ketik.

Baiklah.

Di kertas kosong baru, aku membuat ulang cerita Mine yang diam-diam menyukai seorang lelaki keren dari kelasnya.

'Mine tak pernah absen memandanginya dari bangku belakang ketika guru tak datang ke kelas. Futaro yang selalu bergurau dengan Sakakibara, meminjam penghapus ke Kiriyama. Ah, seandainya bangku mereka bersebelahan. Mine akan menyediakan peralatan tulis yang lengkap agar Futaro bisa meminjam padanya dan mereka akan berinteraksi meski hanya beberapa detik. Itu saja sudah menjadi bahagianya Mine.'

Bibirku menyunggingkan senyum ketika kutulis Mine yang bahagia karena lelaki yang disukainya. Omong-omong, aku seperti sudah lama tidak melihatnya tersenyum. Tinggal seatap dengan Mine, aku malah lebih sering menemukan kemurungan dalam dirinya yang kelebihan bicara itu. Bicaranya sekarang juga sudah berkurang.

Dia kenapa, sih.

Aku memijat-mijat kening, membaca ulang hasil ketikan tadi.

Seperti ada yang tersayat. Tapi apa?

Merasa ini sudah cukup, aku berdiri dari kursi. Aku berjalan ke pintu kamar Mine lalu mengetuknya. Agak lama aku tak mendapat balasan, pintu pun tertarik ke belakang menampilkan Mine lagi dengan muka cemberutnya. Dia memakai baju bebas yang disiapkan Kenji-nii, entah baju milik siapa atau Kenji-nii mendadak memesannya secara online.

Di luar wajahnya yang kurang enak dilihat, Mine tampak segar mengenakan pakaian lain selain seragam sekolahku.

"Aku sudah selesai mengetiknya. Yang kemarin aku menghapusnya lagi karena kau sepertinya tak suka." Bicaraku lumayan gugup karena takut membuatnya terluka lagi.

Mine melirik ke sebelah ruangan yang terhalang dinding. Lalu padaku lagi. "Bawakan ke sini laptop-nya."

Aku langsung menurut. Kulangkahkan kaki cepat-cepat ke kamarku untuk mengambil laptop, lalu masuk ke ruangan pribadi Mine yang menjadi tempat dia mengurung diri.

Mine langsung mengambil laptop-nya dariku, duduk di pinggiran tempat tidur. Aku mengikuti. Duduk bersila di sampingnya dengan tatapan mengarah ke layar laptop.

Seiring Mine menggulir-gulir paragraf, jantungku terpompa-pompa tak karuan.

Dari samping, raut mukanya tidak menunjukkan apa-apa.

"Tidak ada yang berubah."

"Hah?" Aku kaget mendengarnya tiba-tiba bicara.

"Tidak ada yang berubah." Mine mengulangi, menegaskan. "Ceritanya memang sudah benar. Aku diam-diam menyukai Futaro. Kau hanya mengubah kebiasaanku pada lelaki yang kusukai itu dan itu tidak berarti apa-apa."

Aku mengerutkan kening, sedikit tersinggung dengan ucapannya. "Tidak berarti apa-apa kau bilang?"

Mine balas menatapku sengit. "Kemarin sudah kubilang kau tidak perlu mengubahnya dari awal. Ini cuma soal perasaanku, dan kau tidak perlu repot-repot memikirkannya sampai mengulang tulisannya segala. Kenyataannya tidak berubah!"

"Apa sih yang kau bicarakan." Suaraku meninggi.

Kami diam sejenak dalam posisi tatap-tatapan yang cukup dekat. Kemudian, Mine yang pertama melepasnya. Dia menutupi wajah. Dan tersenyum. "Sulit sekali ya membuatmu mengerti, Shiragami-kun."

Sesaat, hanya suara jam dinding yang mengisi udara.

"Aku cuma iseng nanya," kata Mine. "Apa yang kau rasakan selama menulis ceritaku ini? Apa hatimu terasa sakit melihatku menyukai laki-laki lain dan bukannya kau, Shiragami-kun?"

Aku pun terdiam memikirkan perkataannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro