Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1. salah memilih tempat tidur baru

Dunia ini milik Tuhan.

Kita hanya menumpang tinggal di dalamnya dan berbalas budi dengan banyak-banyak melakukan ibadah seperti pergi ke kuil atau merawat Bumi sebaik mungkin agar tidak rusak.

Meski begitu, setiap manusia pun mempunyai dunianya sendiri. Di rumah, di kelas, di klub (jika mengikuti klub), saat bersama dengan teman atau pacar, memiliki dunia di dalam dunia.

Kecuali diriku.

Aku tidak mempunyai dunia apa-apa selain dunia tempatku tinggal. Dan aku tidak mempermasalahkannya.

Oh. Mungkin dunia gelap atau mimpi yang sering terjadi ketika aku tidur. Tapi belakangan aku sudah jarang sekali bermimpi. Hanya hitam yang kulihat sepanjang mataku tertutup ketika tidur di dunia nyata.

Dan aku tidak mempermasalahkannya.

Aku tidak tahu itu sudah bulan apa, malas mengecek kalender, tidak ada gunanya, tidak ada hari khusus yang kutunggu. Tapi bunga sakura yang masih eksis di sepanjang aspal jalan menuju sekolah, tak perlu membuatku pusing berpikir itu musim apa. Musim apa pun tak masalah karena aku tak mempunyai musim kesukaan.

Aku biasa tidur di mana saja, dan setiap tempat mempunyai kesannya sendiri. Misalnya di kelas, aku sampai selalu tahu tentang kabar terkini anjing peliharaannya Kirisaki-san, setiap hari dia menceritakannya ke Himeko-san dan Mayaka-san ketika memakan bekal di meja Kirisaki-san. Mejaku berada di samping mejanya.

Misalnya lagi ketika di rerumputan belakang gedung sekolah kelas dua. Setidaknya sebanyak dua kali dalam seminggu, aku selalu menjadi saksi bisu aksi penerimaan dan penolakan cinta. Alhasil tempat itu antara menjadi tempat kebahagiaan atau kesengsaraan.

Selanjutnya di atap. Di sini lebih sering terdengar suara dering asing daripada obrolan manusia. Atap di suatu sekolah di Jepang kalau tidak sepi, dijadikan tempat merokok oleh murid laki-laki nakal, tempat mengungkapkan hal-hal sedih sebelum berpisah, ladang kelompok-kelompok mengadakan acara makan bekal bersama, berarti dikunci. Syukurlah di tempatku berada atapnya selalu sepi.

Tertidur bukan berarti aku langsung menuju dunia gelap yang disebut alam tidur (mungkin ini hanya istilahku saja?). Seringnya justru karena berisik, aku hanya menelungkupkan kepala di lipatan tangan saja, atau merebahkan kepala di silangan tangan saja, tapi tidak benar-benar tidak sadar. Mataku hanya terpejam dan aku sudah merasa cukup.

Namun hari itu kalau tidak salah hari Selasa (aku mendengarnya dari Kanade-san yang berkata 'Aku tidak bisa kalau hari ini. Setiap Selasa kan aku ada les biola' kepada Chinatsu-san di kelas), aku memutuskan untuk mencari tempat baru untuk tidur. Bukan berarti aku merasa bosan, hanya saja ini sulit dijelaskan.

Aku memilih perpustakaan. Perpustakaan nomor dua yang lebih sepi dan kecil. Terletak di sudut lorong setelah ruang klub american football, klub minum teh, dan klub kerajinan tangan. Butuh waktu sepuluh menit untuk berjalan ke sana dari kelasku yang berada di gedung kelas dua.

Begitu aku menggeser pintu perpustakaan, terlihat sinar matahari terik menembus jendela-jendela. Tak ada siapa pun di sini selain pegawai penjaga perpustakaan yang tengah membaca buku kuno; sampulnya suram dan penuh dengan bercak kuning.

Aku berjalan ke tengah, berharap menemukan meja panjang tempat biasa siswa membaca. Sebelumnya aku tidak pernah masuk ke sini.

Ternyata mejanya tidak panjang, tetapi berbentuk persegi berjumlah tiga dengan masing-masingnya diisi empat kursi. Ada rak pendek panjang yang berdiri di belakangnya, menempel ke dinding di bawah lebih banyak lagi jendela. Tempat ini penuh dengan jendela. Namun tenang saja, tak akan ada orang yang mengintip dari luar karena tempat ini terletak di lantai dua.

Aku melangkah ke meja paling ujung. Meskipun tidak ada siapa-siapa di sini (tentu saja selain si penjaga), aku tetap ingin memisahkan diri dengan orang-orang agar mendapat waktu tidur yang sempurna.

Saat aku menarik salah satu kursi di meja sana dan duduk, terdengar suara mengaduh yang lumayan keras. Pastinya bukan suaraku. Atau si penjaga. Tetapi seorang gadis yang baru saja kutendang tubuhnya karena bersembunyi di bawah meja. Tak sengaja.

Aku melihat ke bawah.

Dia membalas pandanganku dengan wajah meringis.

"Tidak sopan sekali menendang tubuh seorang gadis. Kau ini laki-laki bukan, sih?" Matanya menyipit, rambutnya tergerai sampai ke atas punggung.

Kami saling menatap selama beberapa detik. Rautnya masih menunjukkan kekesalan.

Kemudian.

Dia berteriak 'waa' panjang.

Seharusnya si penjaga menginterupsi mengingat aturan tidak langsung perpustakaan yang mengharuskan diam. Atau dia seorang tunarungu? Atau gadis ini sudah terbiasa berteriak sehingga si penjaga merasa itu bukan apa-apa?

Gadis berseragam sekolahku itu keluar dari bawah meja dengan menyingkirkan kursi di sebelahku. Wajahnya dipenuhi perasaan terkejut dan mulut yang sedikit terbuka menghadapku.

"K-kau bisa melihatku?"

Aku mohon apa pun selain drama.

Aku menghindari wajahnya, beranjak dari kursi dan keluar perpustakaan. Tapi gadis itu tidak membiarkannya. Dia menarik kuat lenganku yang terbalut kemeja seragam. Langkahku jadi melambat.

"Tunggu dulu dong. Kau belum menjawab pertanyaanku." Sekilas barusan kulihat fisik dan suaranya terkesan dewasa. Namun kenapa tingkahnya seperti anak-anak begini?

Tapi bukankah tanpa bertanya pun seharusnya dia tahu bahwa aku bisa melihatnya? Memangnya dia ini hantu.

"Tidak, aku tidak bisa melihatmu." Kujawab asal saja biar cepat.

Cengkeramannya berhenti, tapi entah kenapa juga langkahku ikutan berhenti.

Selanjutnya dia berjalan ke depanku, dan sialnya aku kelepasan memandang matanya. Apanya yang tidak bisa melihat.

Wajahnya merengut dan menyelidik. Kemudian tangannya meraba-raba dua lenganku.

"Hei." Aku memegangi pundaknya untuk menghentikannya. Tingkahnya keterlaluan. "Aku tidak bisa melihatmu, jadi biarkan aku sendiri."

Ucapan yang sangat bodoh. Aku baru tahu ternyata aku sebodoh ini.

Aku hendak pergi lagi, dan untungnya dia tidak mengikuti. Tetapi ....

Dia menendang tulang keringku!

Tubuh lemahku terjatuh ke lantai. Aku juga baru tahu ternyata aku jarang sekali berolahraga.

"Apa masalahmu? Aku hanya bertanya apa kau bisa melihatku atau tidak tapi kau menjawabnya dengan asal. Kau tahu selama ini aku terdampar di sini tanpa tahu aku sedang berada di mana selain perpustakaan dan tak berani pergi keluar karena takut kalian adalah makhluk yang macam-macam. Tak ada yang menghiraukanku dan bisa kusentuh. Aku diabaikan karena kupikir aku bukan manusia dunia sini. Dan setelah akhirnya aku bertemu dengan orang yang bisa melihat dan menyentuh kulitku, kau tidak mengindahkannya dan menyakiti hatiku!"

Jadi sebenarnya dia kekanak-kanakan atau cerewet? Yang pasti sih suka memulai drama.

Melihatnya yang menudingku dengan menunjuk-nunjuk memakai jari telunjuk, membuatku berkeringat karena seolah melakukan aktivitas lain selain tidur ketika istirahat.

Apa ini? Apa aku salah dalam memilih tempat tidur selanjutnya?

Ketika aku menoleh ke meja tempat pegawai penjaga perpustakaan berada, dia masih fokus membaca buku tanpa sedikit pun bergerak dari posisinya.

Jadi, apakah benar gadis ini hantu?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro