9. Pelaku
Griffin menatap papan tulis putih itu lantas menghapus tanda tanya dan menggantinya menjadi tanda lurus dan menuliskan kata Alisha tepat di sampingnya.
“Tapi belum tentu pisau lipat itu digunakan untuk membunuh korban,” gumam Griffin dengan kedua tangan yang bersedekap di depan dada. “Bisa saja itu pisau lipat yang lain dan kebetulan Jack menguburnya.”
Merasa ada sesuatu yang mengusik pikirannya, Arnold menimpali. “Seadanya waktu itu Jack tak mendorong sehingga menggantikan posisiku yang seharusnya akulah yang terkena runtuhan itu. Kasus ini pasti sudah terungkap, Senior.”
Griffin menoleh ke arah Arnold. “Ayolah, Ar. Jangan merasa bersalah, itu bukan kesalahanmu. Apa yang menimpa Jack, itu murni kecelakaan.”
Laki-laki itu mengacak rambutnya frustrasi lalu menatap tempat duduk yang biasa Jack tempati. “Maaf, Jack, karena emosi yang menguasaiku kau jadi seperti ini,” ucap Arnold seolah-olah berbicara dengan orang yang bersangkutan, “dan, Senior, maaf telah membantah perintahmu waktu itu.” Ia menunduk seperti menyesali perbuatannya waktu itu.
“Sudah berapa kali kau minta maaf?" Terdengar suaranya naik beberapa oktaf. "Fokus, Ar. Ini bukan Arnold yang aku kenal. Ingat, tim ini tinggal kita seorang.” Griffin menepuk-nepuk kedua tangannya berusaha memberikan semangat. “Get up, get up!”
Seperti ada kobaran semangat yang tersalurkan, Arnold mendongakkan kepalanya.
“Jika kau merasa bersalah, selesaikan kasus ini,” kata Griffin kemudian.
Bak merenungi perkataan itu, Arnold terdiam sejenak. Benar juga yang dikatakan sang ketua. Bagaimanapun juga, Arnold tak ingin emosi itu kembali mengendalikan dirinya.
Dengan ragu, ia berkata, “Ba-baik, Senior. Sampai di mana kita?” Kemudian tertawa. “Entah kenapa kasus ini mengingatkanku pada suatu film,” ucapnya berusaha mencairkan suasana.
“Film?” ulang Griffin mencoba menanyakan maksud perkataan Arnold.
“Iya, tentang persahabatan yang berakhir cinta bertepuk sebelah tangan. Sudah lama aku tak menon--”
“Tunggu!” Belum sempat Arnold menyelesaikan perkataannya, Griffin langsung menimpali. “Bukankah katamu Jack juga mencintai Alisha?”
Arnold yang melihat Griffin menatapnya tajam, lantas membuat dia menegapkan tubuh. “Iya dan ternyata Alisha mencintai Bamz begitu juga sebaliknya, kan?” Seperti bisa menebak apa yang ada di pikiran ketuanya, Arnold kembali berkata, “Tapi kurasa bukan Jack yang membunuh Bamz, Senior." Laki-laki itu seperti mengingat sesuatu. "Apalagi perkataan Jack sebelum tewas seperti kebenaran tanpa keraguan.”
“Bukan … em. Maksudku, buat apa dia melakukan itu semua jika tidak ingin melindungi orang yang disayangi? Apalagi jika perbuatan Jack diketahui akan mengancam karirnya saat pekerjaan inilah impian dia dari dulu, padahal seperti yang dia katakan bahwa bukan dia pelakunya.”
Mendengarnya membuat bola mata Arnold berbinar saat membangkitkan semangat yang sebelumnya layu. “Dan satu lagi, Jack-lah yang paling memaksa agar Alisha bisa tergabung dalam tim kita,” ujar Arnold saat mulai memahami maksud dari perkataan Griifn.
“Benar.” Griffin membuka catatannya kembali sambil mengingat-ingat sesuatu. “Eh … dan bisa jadi orang yang memukul dan kemungkinan menghapus rekam jejak pada CCTV di tempat kejadian perkara dengan ciri-ciri yang diberikan sepertinya sesuai dengan ukuran dan postur tubuh Jack.”
***
Terlihat dua amplop besar dengan logo medis terletak pada meja ruang kerja Griffin, dan itu adalah hasil tes dari tim forensik yang telah keluar.
Arnold yang tanpa sengaja melewati ruang kerja Griffin pun terhenti ketika tempat kerja mereka hanya dibatasi sebuah sekat saat meja yang diberikan saling berdempetan.
Melihat Griffin akan membuka salah satu amplop itu secara bergantian, Arnold langsung berdiri di samping kursi sang ketua. “Bagaimana hasilnya, Senior?”
Ada sesuatu yang berkedut di sekitar bibir Griffin. “Bravo! Sesuai dugaan. Bercak darah pada alas sepatu itu kepunyaan korban karena memiliki kesamaan jenis darah ... em mustahil jika itu milik Alisha karena memiliki jenis darah yang berbeda.”
Arnold tersenyum lalu mengutarakan rasa penasarannya. “Lalu dengan bekas gigitan pada tubuh korban?” tanya Arnold penuh antusias.
“Ditemukan DNA milik Bams pada sikat gigit itu.” Griffin dan Arnold langsung saling menatap satu sama lain.
“Yang berarti ada pertengkaran hebat dan membuat Alisha membela diri hingga pada akhirnya berani menusukkan pisau lipat itu pada tubuh korban!” Penjelasan panjang lebar itu langsung diangguki oleh Griffin.
“Tepat sekali. Mari persiapkan surat penangkapan, segera!”
“Siap, Senior!”
Setelah mendapatkan surat penangkapan sesuai rencana, Griffin dan Arnold langsung pergi ke rumah Alisha.
Suara sirine mobil kepolisian mengudara di sepanjang perjalanan. Mobil itu berhenti di sebuah halaman rumah yang terakhir kali pernah mereka kunjungi ke tempat ini.
Seperti sudah tak berpenghuni, rumah ini terlihat sepi. Dengan segera Griffin langsung mendobrak pintu rumah ini yang ternyata kosong.
“Sial!”
Dengan penuh waswas, kedua tangan mereka sudah bersiaga menodongkan pistol yang diarahkan ke atas untuk berjaga-jaga.
Griffin dan Arnold pun berpencar ke penjuru ruangan guna mencari penghuni rumah dengan sesekali memanggil nama Alisha. Namun, tetap saja tak ada sahutan atau apa pun.
“Senior!” Hingga suara itu berhasil membuat Griffin membalikkan tumit kakinya, berusaha mencari sumber suara.
Betapa terkejutnya laki-laki itu saat menemukan Arnold yang sudah berada di kamar pemilik rumah ini sebagai sandera dengan pistol yang berada di pelipis.
“Jangan mendekat, atau dia aku tembak!”
***
Jangan lupa meninggalkan jejak
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro