Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8. Kamuflase

Terlihat berbagai wartawan dari beberapa media berkumpul lengkap dengan meja dan laptop mereka yang digunakan untuk merekam atau mencatat pada sebuah ruangan khusus lalu di bagian paling depan terdapat sebuah podium dengan lambang kepolisian. Disusul suara bisik-bisik dengan kepadatan ruangan tentang alasan diadakannya kegiatan ini hingga suara itu menjadi hening saat munculnya Griffin yang melangkah ke arah podium.

"Baik langsung saja. Inti dari saya sebagai ketua tim mengadakan konferensi pers mendadak adalah ingin mengumumkan kepada masyarakat tentang penutupan sementara atas kasus tewasnya saudara Bamz yang diduga sebagai kasus pembunuhan."

Suara jepretan kamera dengan kilatnya secara beruntun telah memenuhi ruangan.

"Hal ini dikarenakan kasus ini tidak ditemukan titik temu yang jelas, apalagi anggota kami tewas dalam melakukan penyelidikan tersebut."

Pernyataan itu langsung mengundang pertanyaan dari beberapa wartawan hingga mereka melangkah maju mendekati podium tanpa melewati batas yang ada.

Di lain sisi pada tempat yang berbeda, Alisha yang melihat tayangan berita itu di televisi sempat kaget karena tidak ada yang mengabarkan apa pun padanya. Apalagi konferensi pers yang diadakan berhasil mencuri perhatian masyarakat yang menjadi berita terhangat saat ini.

Tanpa diduga perempuan itu menarik sudut bibirnya ke atas, seperti sesuatu yang berhasil dicapai.

Dengan segera Alisha mengambil ponsel lalu mengetikkan nama seseorang pada pencarian kontaknya.

"Ya, Alisha. Bagaimana kabarmu? Apakah kau sudah agak sehat?"

Terdengar suara seseorang di seberang sana saat Alisha mengucapkan kata, "Hallo".

"Iya, Arnold. Udah agak mendingan, dan ... em. Mengapa kasus kekasihku ditutup begitu saja?" tanya Alisha langsung pada intinya.

"Ah ya itu. Kurasa kau sudah mendengar beritanya."

"Benar sekali. Bukankah itu sudah menjadi topik terhangat, bukan?"

Benar, apa yang dikatakan oleh perempuan itu benar adanya. Seperti kehilangan kata-kata, laki-laki pemilik nama Arnold itu terdiam lalu berkata, "Maaf, Alisha. Maaf, tidak mengabarimu terlebih dahulu." Ada nada penyesalan di akhir kalimatnya.

"Ya, aku cukup kaget mendengarnya apalagi mendengar langsung dari berita televisi dan tak ada satu pun dari timku yang mengabari."

Arnold terdiam saat mendengar suara Alisha yang agak lirih. "Apakah kau kecewa?"

"Sangat tapi ... ya sudahlah." Ada senyum getir di bagian akhir.

"Ya, itu bukan karena alasan. Karena Senior tak ingin mengganggu waktu cutimu."

Mendengarnya Alisha hanya bisa tertawa. Tawa yang bercampur dengan isak. "Oke, sampaikan permintaan maafku padanya juga. Aku ... jadi merasa tidak enak karena bagaimanapun juga ... aku yang memaksa untuk tergabung dalam tim tapi aku malah mengambil cuti," sesalnya

"Hei, jangan bilang seperti itu, oke?"

"Tidak, Ar. Aku memang payah."

"Oke tapi mengapa harus melalui aku?" Terdengar suara tawa dari seberang sana. "Jika kau bisa mengatakannya sendiri, Alisha."

"Maksudnya?" ucap perempuan itu mengernyit tak paham.

"Besok, aku dan Senior akan berkunjung."

***

Sesuai pernyataan itu, Griffin dan Arnold memenuhi janji tersebut. Kini mereka telah sampai di halaman rumah yang tampak tak asing lagi bagi Griffin karena sebelumnya sudah pernah berkunjung.

Ternyata Alisha sudah menunggu di dalam dan mempersiapkan beberapa camilan lengkap dengan minuman yang sudah tersedia di atas meja. "Waw, terima kasih atas penjamuannya yang luar biasa."

"Jangan berlebihan, Ar. Ini sudah menjadi kewajibanku sebagai pemilik rumah." Ia tersenyum. "Ayo duduk."

Kedua orang yang dimaksud menuruti permintaan sang tuan rumah. Mereka duduk di sofa yang panjang. "Bagaimana keadaanmu?" tanya Griffin kemudian.

"Ya, sudah agak mendingan, Senior. Terima kasih sudah berkunjung."

"Em ... atas kasus Bamz ...." Ada  ketidaktegaan dari nada yang diberikan hingga laki-laki itu seperti tidak mampu melanjutkan kalimat selanjutnya.

"Oh ya. Aku sudah mendengar beritanya dari televisi ... dan juga informasi tambahan dari Arnold." Alisha menjawabnya dengan tenang dan sesekali tersenyum seperti tidak ada kejadian apa-apa yang menimpa dirinya.

Kelihatannya dia sudah agak mengikhlaskan peristiwa yang terjadi meskipun tidak tahu apa yang sedang perempuan itu rasakan.

Seolah-olah sedang berusaha kuat di hadapan orang lain.

Mencoba memutus kecanggungan di antara keduanya, Griffin pun berkata, "Bolehkah aku ke belakang? Aku ingin ke kamar mandi," ucapnya sambil menggaruk tengkuk yang sebenarnya tidak gatal.

"Tentu. Apakah perlu kuantar?"

Griffin tersenyum lalu menjawab, "Tidak perlu. Kau temani sajalah Arnold di sini."

Mendengar hal itu sang pemilik nama yang pada akhirnya terlibat pembicaraan pun berkata, "Ya, Alisha, benar yang dikatakan Senior. Apakah kalian tidak tahu betapa mengantuknya diriku mendengar kalian mengoceh tanpa memedulikanku di sini?"

Perkataan itu berhasil memecahkan kecanggungan hingga terdengar tawa yang memenuhi ruangan. "Ya, sudah. Aku ke belakang dulu."

"Ya, Senior."

Sesampainya Griffin ke belakang, ia sebenarnya tidak ingin ke kamar mandi, melainkan ingin pergi ke suatu ruangan saat beberapa hari yang lalu tak sempat untuk mengeceknya. "Sial, sepatu itu sudah tidak ada di sini," gerutunya. "Sepertinya Alisha tahu jika akan berkunjung sehingga mengamankan sepatu tersebut."

Tanpa berlama-lama lagi, Griffin segera mencari sepatu itu ke segala tempat. Mulai dari mengobark-abrik ruangan tadi yang ternyata tidak ada, lalu ke kamar mandi, dapur dan berakhir ke kamar Alisha.

Tidak lupa saat berkunjung ke kamar mandi, Griffin mengambil sikat gigi milik perempuan tersebut.

Sesampainya di kamar Alisha, laki-laki itu segera mencari benda yang ia cari hingga pandangannya tertuju pada kolong ranjang. Terlihat paling ujung terdapat kantong plastik berwarna hitam yang tampak mencurigakan hingga setelah diambil ternyata curigaannya benar bahwa kantong plastik itu berisi sepatu dengan bercak merah di bagian alas sepatunya.

Ya, benar. Rencananya berhasil untuk mendapatkan barang bukti dan sebenarnya juga saat melakukan konferensi pers mendadak itu juga termasuk dalam rencana agar mengecoh Alisha dan mengira bahwa penyelidikan kasus ini selesai sehingga secara otomatis perempuan itu bisa keluar dari tim.

Selanjutnya terdengar seseorang yang akan memutar kenop pintu kamar ini, mendadak jantung Griffin berpacu lebih cepat tak seperti biasanya. Ia pun mematung di tempat kemudian terdengar suara Arnold memanggil nama Alisha hingga kenop pintu itu urung berputar.

"Iya, Ar, ada apa?" Kemudian terdengar derap langkah kaki itu yang menjauhi kamar, dan berhasil membuat Griffin mengembuskan napas lega. Dengan segera ia pun keluar dari tempat tersebut setelah memasukkan sepatu itu ke tas yang ia bawa.

Arnold bersama Alisha masuk ke rumah saat sebelumnya mereka berada di halaman depan saat Griffin sudah duduk di ruang tamu, kemudian mereka juga ikut duduk.

"Oh sudah selesai, Senior? Lagi boker, ya. Lama banget."

"Ya," jawab Griffin singkat lalu menatap Alisha yang tampak menahan senyum saat mendengar perkataan Arnold. "Baik, Alisha. Sebelumnya aku mau mengucapkan permintaan maaf apabila saat bersama tim kami ada kesalahan dan mengatakan terima kasih juga karena sudah bersedia membantu dan bergabung."

Alisha tersenyum dengan tulus. "Baik, Senior. Aku juga ingin meminta maaf yang serupa karena belum maksimal melakukan tugas ini dengan sebaik mungkin." Ada tatapan sedu pada akhir kalimatnya.

Griffin dengan bijaksana menjawab, "Sama-sama. Baik langsung saja karena kasus ini ditutup, maka kau bisa kembali ke timmu, Alisha, dan senang bisa bekerja sama," ucap Griffin sambil mengulurkan tangannya ke arah perempuan itu yang juga menjabat tangan Griffin hingga mereka pun bersalaman. 

Setelah selesai, mereka berpamitan untuk pulang. Tanpa sengaja Alisha memperhatikan tas yang dipakai oleh Griffin agak berisi--tidak seperti sebelumnya--ada sesuatu yang mencurigakan.

Sesaat dalam perjalanan, Arnold yang sedang menyetir dengan Griffin yang duduk di kursi penumpang sebelah supir itu bertanya, "Setelahnya kita di mana, Senior?"

"Menyerahkan barang bukti ini ke tim forensik, Ar. Mereka harus memeriksa apakah darah kering di sepatu ini milik korban atau bukan, juga mengecek DNA pada sikat gigi tersangka untuk diidentifikasi, mengingat ditemukan bekas gigitan pada tangan korban."

"Baik, Senior."

Terlihat ada sesuatu yang masih mengganjal di benak Griffin. Seolah-olah sedang bertanya pada diri sendiri dan juga Arnold sambil menggigit ujung kuku jempolnya dengan pandangan mengambang ke arah kaca jendela mobil.

"Anehnya apa yang membuat Alisha masih menyimpan sepatu ini saat akan membuat dirinya merasa terancam?"

*** 

Jangan lupa meninggalkan jejak

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro