Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7. Runtuh


Griffin menghentikan mobilnya saat melihat mobil Arnold terparkir di sebuah halaman kosong yang dipenuhi pepohonan menjulang tinggi. Ia turun lalu memperhatikan ponselnya saat Maps yang dikirimkan oleh Arnold mengarah untuk melangkah memasuki semak-semak.

Suara krasak-krusuk terdengar saat Griffin menginjak ranting-ranting pohon. Langkah kakinya terhenti saat mendengar suara bangunan roboh lalu disusul suara teriakan, membuatnya mempercepat langkah guna mencari sumber suara.

Griffin terbelalak saat mengetahui sumber teriakan itu ternyata berasal dari seseorang yang ia kenal. Terlihat dari ekspresinya yang tampak kebingungan sambil sesekali memukuli kepala dengan pasrah. "Arnold!" Sang pemilik nama itu menoleh lalu berlari mendekati Griffin dengan terburu-buru hingga beberapa kali terjatuh.

"Jack, Senior. Jack!" Griffin terkejut saat melihat penampilan Arnold yang tampak berantakan.

"Wajahmu kenapa, Ar?" Griffin memegang dagu Arnold dan mengarahkan ke kanan-kiri saat melihat begitu banyak darah dan luka di bagian pelipis, sudut bibir dan hidungnya.

Suara embusan terdengar sebagai jawaban lalu Griffin melihat tangan Arnold yang menunjuk pada bangunan yang roboh. Pupil matanya mengecil saat mencoba memfokuskan pandangan yang ternyata ada seseorang di bawah reruntuhan bangunan tersebut.

Saat menyadarinya Griffin berteriak, "Jack!" Lalu langsung berlari ke tempat yang dimaksud disusul Arnold yang mengekor di belakang.

Sesampainya di sana, Griffin melihat sebagian tubuh Jack yang sampai sebatas dada dengan posisi tengkurap tertindih material berat. Tampak keputusasaan yang mengisyaratkan dari tatapan yang diberikan oleh Griffin lalu memijat pelipisnya ketika melihat peristiwa tersebut. 

"Senior, tangan Jack terihat bergerak sedikit," ucap Arnold di tengah-tengah kepanikan yang menyerang. Memberikan secercah harapan bagi kelangsungan hidup seseorang.

Ya, Jack masih hidup. Itulah yang saat ini berada di benak Griffin. Dengan sekuat tenaga Griffin berusaha mencari cara untuk membantu Jack keluar dari reruntuhan ini. Jika pun memanggil bala bantuan akan dirasa percuma, mengingat tempat ini yang jauh dari perkotaan akan memerlukan waktu lama untuk membantu Jack yang sedang sekarat.

Berusaha mengontrol diri, Griffin menatap sekitar kemudian baru menyadari saat ada sebuah ekskavator di samping bangunan tersebut. Ia pun mendekat dan mencoba menaiki kendaraan itu--kebetulan masih terdapat kunci yang menggantung.

Persetan dengan segalanya, meskipun Griffin belum pernah mengendarai benda ini. Namun, hanya pernah sesekali melihat cara mengendarainya apalagi dalam keadaan panik yang tiba-tiba saja Griffin berhasil menyingkirkan material-material berat itu dari atas tubuh Jack.

"Senior, ini terlalu berbahaya," teriak Arnold lagi saat tak memungkinkan jika Griffin meneruskan aktivitas itu saat menatap perut Jack tertancap besi yang berasal dari beton fondasi bangunan yang runtuh. Melihat hal itu Griffin mengacak rambutnya frustrasi.  Mau tak mau ia harus turun dari ekskavator

"Bangun, Jack. Kau harus tetap hidup!" teriak Griffin penuh emosi yang tak berani memegang tubuh Jack karena ditakutkan jika bergeser sedikit pun akan membuat tancapan besi itu semakin dalam.

Di tengah-tengah keputusasaan itu, lalu dapat bernapas lega saat melihat pergerakan kepala Jack yang tersadar dari pingsan hingga terdengar erangan kecil karena mengaduh kesakitan. 

Kemudian Jack terlihat sedang berusaha meraih sesuatu yang berada di saku jaket yang dikenakan dan perlahan menyerahkan benda itu kepada Arnold. 

"Jack, jangan banyak bergerak jika tidak ingin mengalami banyak pendarahan!" seru Arnold penuh kekhawatiran. "Seharusnya kau biarkan saja aku yang tertimbun waktu itu," sesalnya.

"I-ini kan yang membuatmu tiba-tiba menyerangku tanpa kejelasan?"

Sebuah pisau lipat yang sebelumnya akan dikuburkan itu kini terjatuh di tanah saat Arnold tak segera mengambil benda tersebut. "Satu yang pasti, aku bukan pelakunya, Ar." Napasnya tersengal dengan embusan napas yang terdengar cukup keras, sedangkan Griffin yang melihatnya pun segera mengambil pisau lipat itu karena masih belum memahami keadaan yang terjadi dengan pandangan bertanya-tanya.

Bak disambar petir, Arnold yang mendengar penjelasan itu langsung menggigit bibir bagian bawah dengan pandangan berkaca-kaca. "Ma-maaf, Jack. Seharusnya aku tak gegabah ... lalu mengapa kau ingin menguburkan benda itu seakan-akan ingin menghilangkan barang bukti?" tanya Arnold penuh kehati-hatian. Kini ia berjongkok untuk mendekatkan tubuhnya pada kepala Jack. Namun, belum sempat laki-laki itu menjawab tiba-tiba saja embusan napasnya terhenti dengan kelopak mata yang tertutup.

"Jack!" teriak Arnold berusaha membangunkan sang pemilik nama yang sudah tewas di tempat.

***

Griffin, dan Arnold setelah mengikuti prosesi pemakaman Jack pada hari berikutnya pun langsung kembali ke kantor. Sedangkan Alisha masih tetap tinggal untuk menemani ibu Jack karena mengenal baik keluarganya—yang memang sudah menjadi teman baik mulai SMA—dan perempuan itu juga sudah mengambil cuti hingga beberapa hari guna menenangkan pikirannya terlebih dahulu karena ditinggalkan oleh kekasih dan sahabatnya sekaligus.

"Kita nunggu hasil dari tim forensik sidik jari siapa yang terdapat pada pisau lipat itu," ujar Griffin kepada Arnold tanpa melakukan pembukaan saat memulai rapat.

"Oh iya, Senior. Baru ingat dan maaf baru mengabarkannya sekarang."

Perkataan itu membuyarkan lamunan Griffin yang sedang berisik sendiri di kepala. "Iya, bagaimana?"

"Sewaktu saya melakukan interogasi di lokasi penjual daging tepat saat Senior yang sedang mengantarkan Alisha pulang bersama Jack, di sana dia memberikan saya ini."

Sebuah flashdisk berwarna hitam yang membuat Griffin mengambilnya saat Arnold meletakkan benda itu di atas meja. Arnold pun menawarkan diri untuk menampilkan video yang ada di dalamnya sehingga mengambil flashdisk itu dan menancapkan pada laptop yang berada di atas meja hingga muncul sebuah tayangan video yang sudah terhubung pada monitor besar.

Video itu menampilkan Alisha bersama Bamz yang sepertinya sedang bertengkar di tempat kejadian, dan saat Griffin melihat waktu diambilnya rekaman CCTV itu sekitar pukul sebelas malam yang berarti ada pernyataan Alisha yang tidak sesuai.

"Coba putar lagi sebelumnya," perintah Griffin yang langsung dilakukan oleh Arnold. "Ya, kau mendengarnya, Ar?" Itu adalah sebuah percakapan antara Alisha dan Bamz yang terdengar samar tapi masih cukup jelas untuk didengar.

"Permintaan putus Alisha kepada Bamz?" jawab Arnold hati-hati.

"Ya, yang berarti mereka sudah putus sebelum korban dinyatakan tewas, lalu apa yang membuat Alisha berbohong kepada kita saat menyatakan bahwa mereka masih bersama? Bahkan menjadikannya alasan agar bisa tergabung dalam tim kita," terang Griffin yang berusaha memecahkan teori tersebut.

Otaknya bekerja lebih keras tidak seperti biasa hingga perkataan Jack tiba-tiba terlintas di benaknya. "Itulah, Alisha. Dia pribadi yang cermat dan terencana. Alisha selalu mempersiapkannya dengan matang."

Lalu pikiran Griffin teringat pada saat pertama kali Alisha ingin tergabung dalam tim dengan keadaan yang kacau. Jika Alisha pribadi yang cermat dan terencana, mana mungkin pergi ke kantor dengan wajah berantakan bahkan tak mengenakan alas kaki?

Pikiran Griffin kembali berkelana kemudian teringat saat melakukan interogasi dengan Alisha saat menatap bandrol harga yang belum dilepas--yang berarti saat membelinya terburu-buru. Dalam keadaan seperti itu apa yang membuat Alisha hingga berpikir mampir ke toko untuk membeli sepatu terlebih dahulu?

Perhatiannya teralihkan saat menatap tulisan 'bercak merah di bagian alas sepatu Alisha' pada papan tulis putih. Bak mendapatkan harta karun, Griffin hampir berhasil mengumpulkan kepingan puzzle yang belum terpasang sempurna.

"Iya, benar. Alisha tidak ingin membantu dalam memecahkan kasus ini," ucapnya kemudian.

"Makasudnya, Senior?"

"Tapi Alisha ingin ikut campur dalam menangani kasus kita."

Mendengar hal itu Arnold terdiam di tempat dan berusaha mencerna perkataan Griffin yang penuh dengan tanda tanya. Di detik selanjutnya ponsel Griffin berbunyi menampilkan nama "Dokter Forensik" lalu mengangkat simbol hijau itu ke atas.

"Pemilik sidik jari pada pisau lipat itu adalah Alisha."

***

Jangan lupa meninggalkan jejak 


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro