2. Selamat Datang
Hari masih gelap. Mentari pun belum menampakkan sinarnya. Terlihat seseorang mengenakan sport pants pendek berwarna hitam dengan tantop senada lalu menyembul di bagian belakang topi yang digunakan saat rambutnya dikuncir kuda.
Perempuan itu terus berlari diiringi musik dengan earphone bluetooth di telinga. Langkah kakinya terhenti saat melihat sepatu slip on berwarna hitam yang berada di antara semak-semak di pinggir jalan. Sosok itu melepaskan topi yang ternyata Alisha.
Ia masih mematung di tempat bahkan beberapa kali mengucek bola matanya saat mencoba memastikan apa yang dilihatnya itu salah.
Banyak darah yang sudah mengering berceceran di rerumputan hingga tatapan Alisha terjatuh pada sosok yang diduga sebagai sumber keluarnya darah.
Perlahan ia mendekat saat mencoba meraih pergelangan tangan pemilik sepatu yang sudah tak sadarkan diri. Tangannya beralih ke bagian hidung untuk mengecek embusan napas yang berhasil membuat Alisha melotot saat tak merasakan adanya tanda-tanda kehidupan.
Dengan segera Alisha meletakkan telinganya pada bagian dada orang itu guna memeriksa detak jantung lalu meneguk salivanya kasar saat tak mendengar apa-apa, membuat dirinya murka.
Beberapa kali ia memukuli tubuh itu, berharap mampu mengembalikan detak jantung yang berhenti berdetak. Pandangannya sudah buram karena air mata, ada ketakutan dan bayang-bayang kebersamaan sewaktu orang itu masih hidup. Seakan semua berputar di kepala.
Ternyata yang dikhawatirkan terjadi juga. Perlahan isakan itu berganti tangis histeris saat lelaki yang berada di hadapannya kini adalah kekasihnya yang sudah tak bernyawa.
Beberapa kali Alisha menggeleng sambil menggigit bibir bagian bawahnya saat mencoba mengingat dan menceritakan kejadian itu kepada Griffin.
"Apakah Anda sering jogging di sana?"
"Iya, memang hari Minggu biasanya saya jogging di tempat itu," jawab Alisha sambil mengingatkan kembali kejadian tersebut.
Masih terbayang dengan jelas bagaimana tangan Alisha bergetar kala itu saat memaksakan diri untuk melaporkan kejadian tersebut pada kepolisian dan mencoba mengutuk dirinya sendiri karena telah gagal menjadi kekasih--tidak, lebih tepatnya tunangan--karena kurang beberapa bulan lagi mereka akan melangsungkan pernikahan.
Griffin yang mendengar penjelasan tersebut kemudian hanya terdiam sambil mengetuk-ngetukkan jari tangannya di meja.
Laki-laki itu sedang memperhatikan gerak-gerik Alisha sampai pandangannya mengarah ke bawah. Lima ratus ribu rupiah, batinnya saat membaca bandrol harga yang belum terlepas dari sepatu yang dikenakan perempuan ini.
Setelah dirasa Alisha terhenti dari tangis, Griffin memberikan sebotol minuman yang sebelumnya sudah tersedia di atas meja.
"Thanks," ucap Alisha dan langsung meneguk minuman saat Griffin sudah membukakan penutup botol lalu perempuan itu meletakkan kembali ke posisi semula.
Di detik selanjutnya saat Alisha terlihat begitu tenang, Griffin pun melanjutkan pertanyaan berikutnya."Kalau Anda dan Jack? Kalian bertiga terlihat sangat dekat."
"Kalian bertiga?" ulang Alisha sambil mengangkat salah satu alisnya. "Maksudnya hubungan antara saya,Jack dan Bamz?" sambung perempuan itu dan hanya dibalas deheman saja oleh Griffin.
Bamz adalah nama korban yang sekarang sedang diselidiki kasusnya.
Alisha membasuh sisa-sisa buliran bening yang terasa mengganggu di wajah, kemudian ia tersenyum.
"Kita sahabatan. Sahabat baik mulai SMA hingga saat kelulusan sekolah Bamz menyatakan perasaannya pada saya. Sejak itulah menjalin hubungan dengan Bamz, dan tetap berteman baik dengan Jack. Itu sebabnya Bamz dan Jack sangat berharga bagi saya. Mereka sudah seperti keluarga," terangnya.
Griffin menyimak baik penjelasan tersebut sambil membuka-buka sebuah kertas yang ada digenggamannya.
"Sebelum kejadian itu, apakah kalian bertemu? Menurut catatan ini Bamz mengirimkan pesan kepada Anda agar bertemu pukul tujuh malam."
"Oh ... i-iya. Biasa malam minggu dan itu hanya sebentar lalu dia mengantarkan saya pulang."
"Ke mana?" tanya Griffin dengan tatapan tajam yang diberikan.
"Hmm, nge-date." Laki-laki itu tetap mempertahankan ekspresi sebelumnya, seolah-olah meragukan jawaban itu dan membuat Alisha melanjutkan, "Ayolah, Senior. Itu hanya jadwal kencan malam minggu seperti pasangan kekasih pada umumnya."
Griffin pun tersenyum seolah-olah sedang menggoda Alisha, kemudian Arnold yang berada di luar--terlihat dari pembatas kaca--seperti memberikan kode tertentu karena waktunya sudah habis, laki-laki itu pun mengangguk.
"Oke, kita sudahi interogasi kali ini. Kamu bisa pergi."
Obrolan pun terasa santai saat Griffin tak menggunakan bahasa formal lagi. Hal itu membuat Alisha bisa mengembuskan napas lega.
Bersamaan dengan itu terdengar suara pintu terbuka hingga membuat Griffin dan Alisha menoleh secara bersamaan.
"Selamat bergabung di tim!" sambut Jack sambil membawa barang-barang milik Alisha--yang sebelumnya disita sementara--lantaran sedang diinterogasi.
Melihat tidak ada respons dari Alisha karena belum memahami perkataan Jack, Griffin pun mencoba menjelaskan."Iya, kamu diterima di tim ini," ucapnya lalu mengulurkan tangannya ke arah Alisha. "Selamat."
Mendengar hal tersebut membuat Alisha kembali pada kesadaran. Ia berubah sumringah dan langsung menjabat uluran tangan itu.
"Terima kasih, Senior." Ada perasaan bangga pada diri Alisha karena bisa diterima di tim ini, mengingat Griffin terkenal dengan kepemimpinannya yang keras dan tegas.
Griffin langsung berjalan melewati Alisha hingga terdengar suara kegirangan dari balik punggungnya yang membuat kedua sudut bibir laki-laki itu terangkat.
"Terima kasih sekali lagi, Senior. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini," ucap Alisha sambil membungkuk dengan Jack yang tak kalah senang di sampingnya.
***
Seusai menginterogasi Alisha, Griffin langsung bergegas pergi ke tempat kejadian guna mencari barang bukti lainnya. Jalanan ini memang hanya di waktu tertentu saja yang ramai seperti sekarang tapi bagaimana dengan malam hari? Mengingat korban diperkirakan tewas pada tengah malam--dilihat dari kondisi mayat dan bekas darah yang sudah mengering.
Jadi, mengapa korban tengah malam berada di tempat seperti ini?
Tidak sengaja pandangan Griffin terarah pada CCTV yang berada di ujung jalan. Laki-laki itu berlari kecil mendekati CCTV--kemungkinan besar kejadian yang menimpa korban ikut tersorot meskipun tidak terlalu jelas, mengingat jarak antara keduanya cukup jauh.
Dengan segera Griffin menghampiri ruangan operator CCTV yang berada tepat di samping CCTV itu terpasang.
"Selamat siang. Mohon maaf menggangu waktunya. Apakah di dalam terdapat orang?"
Perlahan Griffin mengetukkan tangannya pada sebuah pintu yang tertutup.
Terlihat sepi dan sunyi. Beberapa kali Griffin melakukan hal yang sama. Namun, tetap saja tidak ada respons, hingga saat ia ingin mengelilingi tempat itu guna memeriksa keadaan sekitar tiba-tiba saja terdengar suara kenop pintu diputar dan menyembulkan wajah seseorang dibaliknya.
"Ma-maaf Anda siapa?"
Mendengar hal itu Griffin tersenyum dan langsung mengeluarkan sesuatu lalu memberikan kartu tanda pengenalnya pada orang tersebut.
"Sebelumnya perkenalkan nama saya Griffin. Saya berasal dari kepolisian Moona yang sedang menyelidiki kasus pembunuhan seseorang yang kemarin ditemukan mayatnya di sekitar sini."
"Ah, jadi rumor itu benar jika itu adalah kasus pembunuhan," ucap orang tersebut setelah mendengar penjelasan Griffin lalu memberikan kartu tanda pengenal itu kepada pemiliknya. "Silakan masuk. Ma-maaf, Pak Polisi, tadi saya agak waswas karena rumor tersebut. Jadi,ada yang bisa saya bantu?"
"Saya boleh memeriksan video yang terdapat pada CCTV itu," tunjuk Griffin pada benda yang dimaksud dan ditoleh oleh orang tersebut.
"Silakan."
"Tolong carikan cuplikan video kemarin pada malam hari."
Mengerti dan paham maksud tuturan itu, penjaga CCTV pun bergerak sesuai perintah. Namun, Griffin tak menemukan sesuatu yang mencurigakan.
"Maaf, boleh saya yang mengecek?"
"Boleh."
Griffin pun mengambil alih komputer tersebut. Namun, setelah beberapa kali memutar tayangan video itu tetap saja Griffin tidak menemukan video yang sedang ia cari.
Laki-laki itu mencermati apa pun yang ada di video tersebut hingga ada tayangan video yang menunjukkan waktu berbeda dengan tayangan sebelumnya.
Waktu yang semula pukul delapan malam tiba-tiba saja berganti menjadi pukul setengah lima pagi yang menampilkan saat Alisha menemukan mayat korban pertama kali dan melaporkannya kepada pihak kepolisian.
Ada jeda waktu berbeda, kemungkinan potongan video itu ada yang menghapusnya, batin Griffin yang kini terasa berisik sendiri di kepala.
Griffin menoleh ke arah penjaga tersebut. "Adakah seseorang sebelum saya yang kemari dan mengecek rekaman CCTV ini, Pak?"
"Setahu saya tidak ada, tapi tunggu ... saya baru ingat sebelum subuh sesaat mayat itu ditemukan ada seseorang yang memukul kepala saya hingga tak sadarkan diri."
"Lalu, apakah Bapak sempat melihat orangnya dan merasa ada barang berharga yang hilang?"
"Tidak."
"Bisa jadi itu adalah pelakunya."
Griffin terlihat memikirkan sesuatu.
"Begini saja jika suatu saat nanti Bapak mengingat atau ada informasi apa pun terkait hal ini langsung saja laporkan kepada saya," ucap Griffin lalu memberikan kartu namanya pada orang tersebut.
***
Jangan lupa meninggalkan jejak
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro