Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#Spesial

Aku dimana?








Aku tidak bisa melihat dengan jelas ...



Sesak.

Pandanganku kabur dan suara tak mengenakkan memenuhi pendengaran.












Sesak sekali ...

______

"Aku tidak ingat apapun," ucap Allie lirih. Ia menunduk, tangannya mencengkram kepala guna mengurangi rasa sakit di sana.

Sejauh itu tak ada yang menjawab pertanyaannya. Allie meringis kemudian ....

"Aaaaaaaaaaaaaaaa! Kenapa aku tidak bisa mengingatnya!?" Ia jadi tantrum sendiri.

Semilir angin membelai lembut kulit Allie yang frustasi, lantas ia merebahkan diri di rerumputan. Menatap langit biru dengan tatapan menerawang jauh.

Ia masih tidak bisa ingat kenapa ia bisa ada di sini, ia tidak bisa mengingat semuanya. Semua ingatannya samar pada hari itu, bagaimana ia bisa selamat dari rasa yang menyesakkan pada hari itu.

"Kemarin aku jatuh ke danau dan tenggelam tapi kenapa aku kembali ke sini?" gumamnya bertanya entah pada siapa.

Allie tersentak kaget ketika sebuah benda berbulu menabraknya dengan pelan, menggosok-gosokkan bulunya ke kaki Allie yang telanjang.

"Astra?" panggil Allie. Bola bulu itu mengeong, kini naik ke atas perut Allie membuat gadis bersurai coral itu tertawa kecil.

"Kamu kesini sendirian?" Allie mengusap-usap bulu gelap Astra---seekor kucing berbulu hitam.

Kucing hitam itu diangkat tinggi oleh Allie, Allie menatap mata kucing itu dengan senang.

"Mana tuanmu, Astra?" tanya Ellie pada si kucing.

"Tuannya Astra ada di sini." Seseorang menginterupsi dari balik pohon.

Ellie melirik sumber suara, si kucing hitam diletakkan kembali di perut.

"Zer," panggil Allie.

Seorang pemuda muncul dari balik pohon.  Manik gelap dari matanya membuat Allie hilang fokus---yah, Allie sangat menyukai mata itu, sedangkan sang pemuda yang dimaksud melambai semangat pada si gadis.

"Tumben tidak memerah susu sapi," ucap Zery.

Tangan Allie masih setia mengusap Astra---si bola bulu yang kini mulai tertidur pulas. Selanjutnya ia menggeleng. "Sedang malas," jawab Allie.

"Eh, tumben sekali kamu ngerasa malas," respon Zery. Pembicaraan cukup tenang dan rileks, ia menghampiri Allie dan Astra.

"Kau tidak sibuk?" tanya Allie.

Zery menggeleng. "Tidak, aku lenggang makanya aku ke sini." Ia ikut merebahkan diri di samping Allie, ikut menatap langit. Ikut menikmati visual yang sama dengan gadis itu.

"Kalau begitu bantu aku memerah susu sapi," ucap Allie.

"Eh, what? Yang bener aja kamu dasar hooman!" seru Zery. Niat hati ingin ikut bersantai malah dimintai bekerja.

Alie terkekeh. "Aku bukan manusia, Zer."

"Ck, dasar makhluk hidup atau apapun itu namanya," pungkas Zery membuat Allie kembali terkekeh.

Sedikit informasi, Allie tinggal jauh dari pemukiman, salah satu pemukiman itu ialah desa tempat tinggal Zery yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani.

Allie bukanlah manusia. Entah apa disebutnya makhluk seperti ia itu, yang pasti keberadaannya muncul dengan sendirinya diruang hampa, tak berbentuk, tak memiliki tujuan. Ada tapi tak ada. Tiba-tiba ada, tanpa ingatan dan tanpa alasan.

Allie bangun dari posisi tidurannya, ia mendekap Astra dalam pelukan sekira tak mengganggu tidur makhluk manis itu.

"Ayo bantu aku Zer," ucap Allie. Masih pada permintaan yang tadi, permintaan untuk membantunya memerah susu sapi.

Zery merotasikan bola matanya malas, ia kembali menolak dengan gesture tersebut.

"Baiklah, aku bantu," ucap Zery pada akhirnya. "Tapi dengan satu syarat!"

"Apa itu ..."

Zery tersenyum, menampakkan gigi putihnya yang berbaris rapi. Ia mengucapkan syarat dan Allie menyanggupi.

Berikutnya waktu berjalan, Zery melakukan tugasnya demi janji yang akan seorang Alliena tepati.

"Sudah selesai!" seru Zery. Ia mengusap peluh yang menetes di dahinya, ingatan tentang pertama kali ia memerah susu sapi dulu masih menjadi mimpi buruk tapi Allie tak pernah memberinya belas kasih. Ketika ada kesempatan gadis itu tetap saja meminta Zery memerah susu sapi di peternakan.
"Ayok kita langsung pergi, tak perlu bersiap-siap," ucap Zery berseri-seri, ia sudah tak sabar.

Allie tersenyum dan mengangguk, meletakkan Astra yang tertidur pulas ke tempat duduk, Allie ditarik Zery keluar dan berjalan ke arah dalam hutan.

Ini dia syarat yang tadi Zery ajukan. Pergi ke suatu tempat bersama dan Allie tidak boleh protes.

Jalanan diantara pepohonan tidaklah mengerikan bagi dua insan tersebut. Allie mendongak ke langit sesekali, melihat cahaya mentari yang nampak mengintip dibalik dedaunan rimbun pohon tropis.

Allie lebih banyak diam hanya sesekali ia tertawa dan membeo atas celotehan Zery yang tak ada habisnya. Remaja itu begitu energik dan terbuka, apapun akan Zery ceritakan pada Allie, entah kisahnya sendiri ataupun orang-orang sekitarnya.

Usai cukup jauh berjalan, Zerry berhenti dan melepaskan ikat kepalanya. "Ini surprise, jadi aku ingin kamu menutup matamu terlebih dahulu," ucapnya.

"Baiklah." Langsung saja Zery mengikatkan beda itu menutupi kedua mata Alliena.

Gelap. Seketika Allie merasa jantungnya berdegup kencang. Rasa penasaran menyelimuti relung hati, apalagi ketika Zery perlahan-lahan menuntunnya, berjalan lagi dengan keadaan mata tertutup.

"Apa yang ingin kamu perlihatkan padaku, Zer," tanya Allie pelan, rasa gugup membuat bicaranya menjadi lirih.

"Kamu akan segera tahu."

Allie bisa merasakan aroma sekitar terasa lebihi lembab dari pada hutan biasanya.

"Sudah sampai!" ucap Zery. Ia masih menuntun Allie, hingga gadis itu bisa merasakan telapak kakinya agak basah.

"Biar aku bukakan penutup matamu," ucapnya. Zery cekikikan, menahan tawa membuat Allie bingung dan bertanya-tanya.

"Enjoy Allie~" katanya lagi kali ini sembari memberikan dorongan yang cukup kuat pada tubuh gadis itu, sehingga olenglah Allie.

Allie merasa semuanya terjadi begitu cepat, hal pertama yang ia lihat ketika membuka penutup mata itu ialah air dalam jumlah besar. Sebuah danau yang tak sengaja Zery temukan dan keseimbangannya yang tak terkendali.

Allie seketika merasa sesak, kejadiannya persis seperti ingatannya dulu, keseimbangan yang hilang, air yang menyelimuti nya dan dingin beku layaknya es.

Sementara Zery tertawa senang sebab telah berhasil mengerjai Allie, pemuda itu begitu gregetan dengan Allie yang selalu saja diam bekerja di peternakan tanpa henti. Zery puas bisa membawa Allie ke tempat itu dan membuatnya basah kuyup sebelum kemudian ia menyadari jika Allie malah bergerak tersiksa di dalam air.

"Alliena!"


Hampir saja terlambat. Wajah jenaka, ceria dan manisnya Zery kini berubah menjadi raut wajah cemas dan bersalah.

Zery berhasil membopong tubuh Allie sampai ke peternakan kembali. Air mata nampak menumpuk di pelupuk mata pemuda tersebut, matanta tak lepas melihat sosok Alliena yang nampak lemas dan pucat. Siapa sangka Allie memiliki ketakutan yang begitu besarnya terhadap air danau? Zery benar-benar baru tahu sehingga kini ia berjanji tidak akan membawa Alliena ketempat yang seperti itu lagi.

"Aku tidak bisa ke tempat seperti itu, Zer," ucap Allie lirih. Ia mengelus lengan Zery lembut, menyadarkan pemuda itu jika Allie ada di sana dan sudah baik-baik saja.

"M-maafkan aku, aku tidak tahu kalau kamu punya ketakutan yang seperti itu," Zery gelagapan, ia benar-benar khawatir dan merasa bersalah.

Alliena tersenyum. Yahh, yang penting aku baik-baik, saja sekarang, tidak usah cemas begitu," ucapnya berusahalah menenangkan Zery.

Namun, alih-alih tenang Zery malah makin khawatir. Wajah Allie yang pucat tersenyum lemas, ekspresi Allie yang sendu, dan suara kecil yang tak berdaya makin membuat Zery merasa bersalah.

"Wajah cantikmu yang biasanya ceria itu kini terlihat lesu sekali, aku minta maaf, maafkan aku--"

"Sudahlah Zer, aku akan baik-baik saja."

"Mana mungkin, wajahmu pucat aku khawatir. Maaf membuatmu seperti ini," jawab Zery.

"Iya ...,"

"Hueeeee."

"He, kok kamu nangis sih?"

"Aku membuatmu terluka dan malah memperparahnya dengan mengajakmu bicara terus, hueeee."

Allie menepuk dahinya menyerah. "Oh ya ampun ...," katanya terperangah.

Sejenak di sela tantrum Zery yang belum berhenti Alliena tersenyum. Ketakutan yang dideritanya memang parah tapi bersamam Zery, Allie merasa ia bisa pulih dengan cepat.

Apalagi sifat kekanak-kanakan pemuda itu. Walau membuat Allie pusing tapi itu menyenangkan.

"Zer." Allie memanggil nya.

"Maafkan aku Allie hueee ...."

"Zery, dengarkan aku--"

"Hueeeee!"

Buk!

Allie melayangkan tangannya untuk memukul perut Zery.

"Uhh, ampun El!" seru Zery kesakitan. Tangisnya tadi seketika hilang, berganti dengan rintihan kesakitan.

"Allie tersenyum jadinya. "Nah, sudah diam," ucapnya. Ia kemudian kembali melanjutkan bicaranya, kali ini dengan lebih lembut. "Zery diam dan dengarkan aku "

Zery mengangguk menurut karena pukulan Allie sakit sekali .

"Tetap bersamaku ya, temani aku selamanya," pinta Allie.

Sejenak diam. Tak ada apapun yang mengiri kalimat itu.

Zery tertawa kecil usai terdiam sebentar. "Kupikir apa, tentu saja, aku pasti akan terus bersama mu. Menemanimu pulih dan mengobati sakitmu kapanpun."

Allie tersipu. Apa yang Zery ucapkan berhasil membuat gadis itu menghangat. Siapa sangka kali ini akhirnya berbeda. Ketakutannya membuawa akhir yang sehangat ini, tidak seperti sebelumnya yang tak bisa Allie ingat bagaimana akhirnya.

Zery terkekeh ia menyentuh rambut berwarna coral Allie dan membelainya.

"Aku pasti akan membantumu pulih, Al."

[  F I N  ]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro