Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

XXV

"Apa yang baru saja aku lakukan?"

Kata-kata itu membelai lidah Nero dengan pahit. Tubuhnya membeku saat kenyataan mulai meresap ke dalam pikirannya. Dia pernah membunuh sebelumnya, dia bukannya tanpa dosa. Namun kali ini lebih dari itu.

"Apa yang telah aku lakukan?" ulang Nero, tangannya menggosok wajahnya dengan frustasi. Saat rasa bersalah menggulung perutnya dalam gelombang mual.

"Itu seharusnya tidak mungkin," ucap Fara, sama terguncangnya dengan Nero.

Ada lebih dari dua nyawa yang tidak bersalah akan diambil malam ini. Dan itu salah mereka.

Malam ini Nero telah melakukan persis seperti yang dikatakan Nona Cassia. Dia telah mencampur Red Heaven ke dalam gelas anggur Nona Sabina sebelum dia menyelinap keluar. Dia bahkan tidak harus mencoba mencari cara untuk membawa Griseo Pollux ke kamar. Pria itu muncul hampir di saat yang sama Nero keluar. Seolah dia telah menunggu di sana. Seolah malam ini mereka berdua telah merencanakannya. Nero seharusnya menyadari itu lebih awal. Itu bukan hanya sihirnya yang bekerja pada mereka. Dia seharusnya tahu, tapi apakah itu akan merubah apa pun?

"Semua gadis diperiksa sebelum dipilih, ini tidak masuk akal," ucap Fara lagi tapi Nero tidak memperhatikannya. Pikirannya berlari jauh saat mata violet menikam jauh ke dalam dirinya. Menuduhnya. Bibir yang membentuk kata-kata permohonan.

"Aku tidak tahu bagaimana dia bisa lolos dari pemeriksaan, tapi dia tidak berbohong. Dia hamil. Aku bisa melihat itu di matanya, rasa takutnya nyata."

"Apa yang akan dilakukan Kaisar?"

Nero menggelengkan kepalanya. Pertama kali dia melihat Kaisar adalah saat dia bersumpah untuk menjadi Griseo-nya. Saat dia membunuh Iovita dengan tangannya. Dia telah mengorbankan jiwa yang tidak bersalah sebelumnya, dan dia masih melakukannya lagi. Bagaimana dia bisa hidup dengan itu?

"Apakah dia tahu?" Nero tiba-tiba bertanya, matanya liar saat melihat ke arah Fara yang sekarang menatapnya dengan tidak mengerti.

"Siapa?"

"Nona Cassia, apakah dia tahu tentang kehamilan?"

Fara menatapnya tapi tidak mengatakan apa pun. Seolah dia tidak tahu lagi apa yang bisa dipercaya.

"Dia tidak lagi seperti gadis yang pernah aku kenal, tapi aku tidak percaya dia mampu—"

"Dia benar. Kamu naif, Fara." Nero menggelengkan kepalanya, sudah berbalik saat Fara berteriak ke punggungnya.

"Aku mengenalnya! Aku tahu dia sebelum semua orang memaksanya untuk memakai topeng hitam ini! Dia tidak pernah ingin menyakiti siapa pun." Kata-kata putus asa keluar dari mulut Fara. Dia ingin percaya sahabatnya. Menolak untuk percaya cahaya yang dia pegang sejak malam itu akhirnya berubah menjadi lubang kegelapan. Temannya tidak jahat. Tidak mungkin.

Nero berhenti saat napas kasar Fara berdering di ruangan hening mereka. Mengisi kekosongan dengan detak keraguan saat kepercayaan bertahun-tahun terkoyak. Ada semacam jenis kesedihan yang paling memilukan tentang itu. Kesedihan di dalam munculnya keraguan pada iman yang paling mendasar.

"Dia ingin menyakiti mereka yang mencoba menyakitinya. Dia memberi tahuku." Nero tidak menunggu reaksi dari Fara saat dia menerobos melalui pintu hanya dengan satu tujuan. Belum terlambat untuk mengubah ini.

Tinjunya terkepal saat dia melewati lorong. Kakinya gelisah di lantai batu dalam perjalanan menuju seseorang yang mungkin atau mungkin tidak akan membantunya. Di dalam dirinya Nero juga berharap Cassia Salvius tidak akan menjadi monster dingin yang semua orang yakini. Itu perasaan bertentangan yang aneh. Dia belum pernah merasakan hal seperti itu pada orang lain. Dia ingin percaya di saat yang sama dia sangat meragukannya.

Kepalan tangan Nero membentur pintu logam yang memisahkannya dari gadis yang telah merencanakan semua ini. Pintu mengayun terbuka tapi saat Nero mengangkat matanya, mata biru milik gadis lain yang balas menatapnya.

"Iovita?" Namanya keluar seperti napas yang tersedak dari tenggorokan Nero, tapi dia tidak punya waktu untuk memikirkannya. Kenapa dia berada di sini? Apa yang terjadi? Semuanya tidak relevan saat nyawa anak yang tidak bersalah mungkin akan pergi tanpa pernah dilahirkan. "Di mana dia?"

"Apa?"

"Nona Cassia, di mana dia?" ulang Nero, berusaha untuk menahan dirinya agar tidak menerobos masuk seperti orang gila. Semua ini salah mereka. Mereka harus memperbaikinya.

"Dia tidak ada di sini."

"Di mana?" Rahang Nero terkatup, saat pikiran mengacak kepalanya menjadi badai berapi. Apakah gadis itu benar-benar? Apakah dia akan mengorbankan apa pun untuk membuat jalannya? Fara menolak untuk percaya, dan Nero dengan sangat bodoh juga berharap itu tidak benar.

"Kaisar memanggilnya beberapa saat yang lalu, Griseo pribadi Kaisar sendiri yang datang untuk menjemputnya," ucap Iovita, khawatir mengukir wajahnya yang cantik menjadi ekspresi melankolis saat itu, "apa yang terjadi?"

"Aku harus bicara dengannya," ucap Nero. Dia melihat Iovita, memohon dalam diam agar dia tidak bertanya. Dan gadis itu mengangguk mengalah.

"Masuk, kamu bisa menunggunya di dalam."

Nero masuk ke kamar, duduk di tumpukan selimut terdekat dengan perapian saat jantungnya berdetak dengan tidak sabar. Iovita mengaduk bara di perapian, membujuk api untuk kembali menyala. Api berkedip sesaat pada batang kayu sebelum padam sekali lagi. Nero memperhatikannya dan kata-kata Cassia diputar di kepalanya.

"Mudah untuk tidak menginginkannya ketika kamu memilikinya dalam genggamanmu. Namun pernahkah kamu membayangkan bagaimana jika sihir di dalam dirimu benar-benar lenyap? Pernahkan memikirkan bagaimana rasanya untuk sepenuhnya menjadi tidak berdaya?"

Tidak adil baginya untuk menghakiminya seperti itu. Dia telah memerima sihirnya begitu saja. Tidak pernah bersyukur. Bahkan untuk beberapa waktu dia telah membenci sihirnya. Nero tidak pernah memikirkan bagaimana jika dia tidak pernah terlahir seperti ini. Apa yang mungkin bersedia dilakukan setiap Ivory untuk mendapatkan sihir mereka sendiri.

"Biarkan aku," ucap Nero. Berdiri dari lapisan bulu, Nero mengambil potongan kayu bakar dari tangan Iovita. Mereka berdua berlutut di depan perapian saat Nero memicu sihirnya untuk menyalakan api hanya dengan satu napas yang tenang. Sesaat di sana mereka hanya terdiam, terhipnotis oleh tarian nyala api yang berderak. Udara itu liar tapi api adalah amukan. Api seperti matahari seperti Sol, mereka memakan dan bergolak. Mengubah segalanya menjadi abu hangus.

Bunyi derak pintu yang terbuka menyentak Nero dari keadaan melamunnya saat suara lembut yang seolah berasal dari dunia lain melintasi ruang di antara mereka.

"Yah, aku tidak berharap akan menangkap ini di kamarku. Apakah aku telah menyela sesuatu?"

Nero berdiri lebih dulu dan saat dia melirik Iovita, gadis itu memerah seperti tomat matang. Matanya berkedip seolah tertangkap basah saat mencari mata gadis yang lain. Memalingkan muka sebelum akhirnya mundur menjauh dari Nero.

"Apakah kamu tahu?" Nero harus mengekang setiap kemarahan yang membanjirnya saat dia menunggu jawaban dari gadis yang sekarang memiringkan kepalanya dengan sikap yang terlihat ceroboh. Tapi sekarang Nero tahu, semua gerakan yang dilakukan Cassia Salvius tidak pernah ceroboh. Semua dihitung dengan presisi yang sempurna untuk meyakinkan lawannya persis seperti yang dia inginkan.

Dia bisa membuat seorang pria merangkak. Seekor kucing menari. Bahkan membuat monster menjadi Dewa. Cassia adalah paket lengkap kehancuran, dan Nero seharusnya lari menjauh darinya sekarang sebelum terlambat, tapi dia tidak bisa.

"Tidak pada awalnya," jawab Cassia, matanya tidak menunjukkan penyesalan. Atau dia hanya sangat baik menjaga segalanya tetap tidak terlihat.

"Kapan?" desak Nero, marah tapi juga mengeti.

"Beberapa hari setelah malam Kaisar menintaku untuk pertama kalinya."

"Bagaimana?" Nero bergerak ke arahnya dan gadis itu sama sekali tidak gentar. Dia tidak mundur. Hanya mempertahankan kakinya di sana seperti dia adalah pilar kekuatan yang tak tergoyahkan.

"Di kolam saat kita berpapasan sebelum aku pergi ke tempat Kaisar. Aku memperhatikannya. Cara Griseo Pollux melihat Sabin seolah tatapannya bisa membelainya. Itu tidak bisa terjadi hanya dalam beberapa malam dan sihir. Aku mengirim surat pada salah satu temanku." Cassia mendengus saat menyebut seseorang teman, seolah itu adalah kata yang benar-benar asing di mulutnya. "Dia bekerja di rumah penginapan keluarga Pollux. Sabin pernah singgah di sana beberapa tahun yang lalu dan digosipkan cukup dekat dengan Evander. Hampir setiap minggu Sabin menginap di sana hingga beberapa saat yang lalu Kaisar memilihnya. Saat itu Evander telah menjadi Griseo untuk sementara waktu, mereka masih menjalin hubungan. Tamanku menduga Sabina hamil."

Nero mengerutkan dahinya, tidak bisa membayangkan bagaimana gadis di depannya mengumpulkan semua informasi itu. Rumor mengatakan dia tahu semua rahasia setiap orang tapi itu todak mungkin. "Kenapa dia berpikir begitu?"

"Karena pada kunjungan terakhir Sabin, temanku menemukan tingtur yang dia ramu untuk pencegahan kehamilan tidak tersentuh. Sejak saat itu Sabin tadak pernah terlihat di penginapan."

"Dan mengetahui semua ini kamu tetap memaksaku untuk menjebaknya?" desis Nero, darahnya mendidih di nadinya. "Tahu bahwa Kaisar akan membunuh dia dan bayinya?"

"Iya," jawab Cass dengan satu kata yang bergema di tulang Nero.

"Dari apa kamu terbuat?" Racun merembes di setiap kata yang terlontar dari mulut Nero. Setiap detik berharap bisa melihat dinding dingin gadis di depannya runtuh. Untuk melihat satu reaksi kemanusiaan darinya.

"Kebencian dan rasa tidak aman. Aku tidak pernah mengaku aku orang suci."

"Aku tidak bisa membiarkan mereka mati."
"Dan apa yang akan kamu lakukan? Mengaku pada Kaisar bahwa kamu telah menggunakan sihirmu pada mereka?" ucap Cass mengejek dengan kejam.

"Aku akan mengeluarkan Sabina dari sini. Anak ini pantas untuk melihat dunia."

Cassia tertawa dengan mencemooh. "Dunia apa? Dunia yang korup ini?"

"Aku bodoh. Kenapa aku terus berpikir ada lebih dari dirimu? Bahwa kamu bukan hanya gadis pahit dan egois yang kamu klaim adalah kamu?"

"Tidak perlu menjadi dramatis," ucap Cassia saat mata Nero memotongnya, mencoba mengukir sesuatu agar bisa mengerti kekejaman gadis di depannya. "Dan tidak perlu terburu-buru, aku sudah mengurusnya. Jika semua sesuai rencana kita bisa mengeluarkan Sabina dan Evander sebelum fajar pertama mencium puncak pepohonan."

"Apa?"

"Kamu tahu apa yang lebih mahal dari rahasia, Griseo Marinus?" ucap Cass mengabaikan keterkejutan Nero sama sekali. "Itu adalah berutang kebaikan pada orang lain. Omong-omong aku mengumpulkannya seperti emas."

Setiap kali Nero berpikir dia mengerti, dia tidak mengerti. Gadis ini hanya sebuah misteri. Apa yang menggerakkannya. Apa yang menjadi alasannya tidak akan pernah dia pahami. Dia tidak berpikir seperti kebanyakan orang. Dia tidak peduli dengan yang dipikirkan orang tentangnya, dan itu membuatnya sangat mengerikan. Dia tidak kejam dan di saat yang sama dia sangat kejam.

"Apa yang harus aku lakukan?" Akhirnya hanya itu yang bisa Nero katakan.

***

Nah dapat satu Chapter dan aku mulai mendorong mereka! Nero harus melihat gadis itu, Gadis yang kejam dan tidak kejam di saat yang sama. Apakah kalian membenci Cass? Karena gadis itu berharap kalian membencinya karena jika kalian membencinya dia tidak bisa mengecewakan kalian.
vote and comment untuk memdukung cerita ini dan agar R mulai menulis lagi, yah semoga saja :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro