XXIX
Kemarahan yang Nero rasakan hampir tidak dapat dikekang. Dia tidak percaya gadis itu telah menipunya berkali-kali. Lagi dan lagi. Dengan bodohnya dia membiarkan gadis itu memainkannya tepat di tempat yang gadis itu inginkan. Nero hampir berlari saat dia berderap untuk mencapai kamar Nona Cassia, dan sekarang dia tidak butuh alasan untuk melakukan itu. Dia baru saja ditugaskan untuk menjadi Griseo pribadinya. Satu lagi hal yang telah dijanjikan gadis itu padanya.
Nero tidak mengetuk, tidak memberikan peringatan apa pun saat dia mendorong pintu logam yang memisahkan kamar Nona Cassia dari lorong di luar. Namun setiap kemarahan panas yang meraung di dalam dirinya padam saat Nero menyaksikan sosok tubuh yang begitu rapuh meringkuk di lantai yang dingin.
Kerusakan di punggungnya tidak mungkin untuk ditutupi, darah menetes melalui luka yang merobek daging. Menciptakan sungai kecil darah yang menodai lantai. Nero akan berpikir gadis itu sudah mati jika bukan karena gerakan naik turun bahunya saat mengambil napas.
Bergerak tanpa berpikir, Nero menghapus jarak di antara mereka. Dia berjongkok di samping tubuh yang masih membeku. Telanjang dan berdarah Nero takut untuk menyentuhnya. Dia merasa salah untuk melihat gadis itu begitu rentan, hingga sesaat kemudian suara Cassia yang terlalu lemah menggoyangkan dirinya dari keraguan.
"Akan sangat membantu jika kamu bisa mengambil selimut untukku," ucap Cassia dengan nada sombong yang biasa meski suaranya yang lemah tidak memungkinkan.
"Apa yang terjadi?" Nero bertanya, mengatupkan rahangnya saat kemarahan yang mengejutkan menjilatinya.
Dia tidak suka melihat gadis itu terluka. Sekali lagi perasaan itu mengejutkan Nero, dia tidak seharusnya terikat dengan seseorang yang berpotensi menjadi musuhnya. Terutama tidak dengan Nona Cassia Salvius yang terbukti terlalu pandai memanipulasi seseorang.
"Ahh, pria itu menjadi pemarah," guman Cassia, jelas tidak akan memberikan jawaban yang mudah untuk Nero. Tidak mengejutkan, mengingat kepribadiannya.
Dengan enggan Nero kembali berdiri, bergerak untuk mengambil selimut yang dia tahu berada di dekat perapian. Dia membawanya ke arah gadis itu menutupi kulit telanjangnya sebelum membantunya duduk. Gadis itu segera mendesis kesakitan tapi hanya itu. Tidak ada rengekan, bukan satu keluhan pun. Bagaimana gadis itu mengatasi rasa sakit dengan punggung yang praktis hancur, Nero tidak akan pernah tahu.
"Apa yang terjadi?" ucap Nero sekali lagi, dia tidak ingin memainkan permainannya. Nero sudah cukup dengan setiap umapan yang mereka lemparkan dan saling tarik ulur.
Gadis itu mengembuskan napas, menyerah untuk sekali ini. Dia masih tidak mengangkat kepalanya. Menghindari menatap mata Nero untuk saat ini.
"Harga yang harus aku bayar. Jujur ini lebih buruk dari yang aku bayangkan. Aku mengharapkan kekerasan yang cepat tentu, tapi tidak sejauh ini."
Nero mengerutkan dahi, penerimaan yang begitu biasa dari nada Nona Cassia membuatnya terdiam. Bagaimana seseorang bisa menjadi begitu tenang dalam kondisinya?
"Kaisar yang melakukan ini?" Nero bertanya dengan hati-hati.
"Siapa lagi? Kamu tentunya tidak berpikir aku akan lolos begitu saja setelah pertunjukan heboh kita. Satu-satunya yang dilukis dalam cahaya indah malam ini adalah kamu. Dapatkan sepotong kepercayaan Kaisar di sana?" ucap Cassia, sudah mencoba untuk berdiri, napasnya segera berubah menjadi terengah-engah.
Gadis itu hampir tersandung kembali jika Nero tidak menangkap lengannya. "Kamu tahu itu akan mendatangkan murka Kaisar dan masih melakukannya. Mengapa?"
Untuk sesaat Nero curiga gadis itu tidak akan menjawabnya. Mereka bukan teman, apa pun yang ada di antara mereka sama rapuhnya dengan kaca. Satu ketukan paling ringan akan memecahkan mereka. Lalu mengapa Nero merasa begitu peduli? Mengapa dia ingin mengikuti dan melindungi gadis ini dengan setiap cara yang mereka tahu.
Dengan langkah yang tertatih Cassia bergerak menuju tumpukan selimut di dekat perapian. Nero mengikutinya, terbelah antara membiarkan gadis itu sendiri atau membantunya saat gadis itu mulai bicara.
"Beberapa kerugian tidak pernah bisa dihindari. Aku hanya harus memilih kerugian yang paling kecil."
"Dicambuk adalah kerugian yang paling kecil?" dengus Nero. Dia tidak percaya gadis itu bisa mengatakan ini dengan begitu mudah.
Cassia menurunkan dirinya dengan hati-hati ke tumpukan selimut. Mengambil posisi tengkurap karena tidak mungkin dia berbaring di punggungnya. Nero pernah melihat seorang pria yang lebih besar dari Nona Cassia merintih setelah hukuman cambuk, tapi Nona Cassia bahkan tidak merengek. Tingkat toleransi rasa sakitnya benar-benar membuat Nero tercengang.
"Aku tidak tahu apa yang kamu harapkan untuk aku katakan. Kamu marah ketika aku membiarkan Sabina dan bayinya mati. Sekarang aku menyelamatkan mereka semua dan kamu masih kesal. Apa yang kamu inginkan Griseo Marinus?" ucap Cassia dengan menggoda, tapi kelelahan telah membuat setiap kata bergetar dengan lemah.
Nero benar-benar berharap bisa membaca gadis ini dengan lebih baik. Dia berharap dia tahu apa yang akan menggerakkan gadis itu. Apa yang memotivasinya? Namun Nero tidak tahu. Tidak mungkin untuk menebak apa yang mungkin sedang terjadi di kepala gadis itu.
"Aku tidak mengerti kamu," ucap Nero pada akhirnya sebelum dia berlutut di sisinya. Kali ini tidak ragu-ragu saat dia menurunkan selimut yang menutupi punggung Nona Cassia.
Nero berharap dia akan memprotes. Berharap gadis itu akan menghentikan kemajuannya, tapi dia diam. Bahkan saat dia menarik selimut itu sepenuhnya untuk memeriksa luka di punggungnya. Kulit yang robek memperlihatkan daging merah cerah, membuat darah yang masih segar mengalir di kulit putihnya. Ini mungkin pertama kalinya kulit itu rusak. Nero mengedipkan matanya, berusaha keras untuk mengontrol kemarahan yang begitu mengejutkan terbangun di dalam dirinya.
"Tidak ada yang mengerti aku," ucap suara lembut Nona Cassia mengembalikan pikirannya. Suara gadis itu terdengar jauh hampir melamun.
"Mungkin kamu harus membiarkan orang masuk cukup jauh untuk mengenalmu dengan cukup baik. Mungkin saat itu seseorang akhirnya akan mengerti," ucap Nero, saran yang bagus. Mungkin jika dia bisa mengikuti saran itu juga maka hidupnya tidak akan sekacau ini.
"Kamu tidak bisa membiarkan orang mengenalmu jika kamu tidak mengenal dirimu sendiri. Aku tidak tahu lagi siapa aku."
Nero membuka mulutnya, pertanyaan membakar di ujung lidahnya saat suara dari pintu kamar yang terbuka membuatnya mundur. Dia berdiri dan segera melangkah menjauh tepat di saat seorang wanita memasuki ruangan. Nero memperhatikan pola abu-abu di sisi wajahnya dan pakaian yang menandainya sebagai penyembuh sebelum akhirnya benar-benar mundur.
"Aku akan mengurus Nona Cassia mulai dari sini, kamu dipersilakan untuk menunggu di ruangan lain, Griseo Marinus," ucap Penyembuh itu dengan tenang, Nero mengangguk singkat. Meski dia tetap tinggal sedikit lebih lama saat Penyembuh mulai merajut kulit dan daging yang rusak. Karena itulah dia masih dapat mendengar kata-kata Penyembuh pada Nona Cassia. "Kaisar memberikan perintah yang spesifik. Aku diminta untuk menyembuhkan dan menghilangkan bekas luka, tapi tidak dengan rasa sakitnya. Itu berarti kamu masih akan merasa sakit untuk setidaknya hari kedelapan."
Jika Nona Cassia memiliki protes keberatan, Nero tidak pernah mendengarnya.
***
Update yay! Argh senang sekali bisa updete, yay yay, aku lupa rasanya kepuasan update seperti ini yuhuuu!!!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro